Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
SIAL nian nasib Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM). Ia menjadi tempatnya salah jika ditemukan persoalan terkait obat dan makanan. Masyarakat hanya mengetahui bahwa pengawasan obat dan makanan merupakan tanggung jawab dari Badan POM.
Masyarakat belum mengetahui bahwa tidak semua pengawasan obat dan makanan menjadi tanggung jawab Badan POM. Pihak lain yang mestinya ikut bertanggung jawab, antara lain Dinas Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Industri, dan Kementerian Perdagangan.
Sejak 3 Oktober 2017, saat memberikan sambutan pada acara Pencanangan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat, Presiden Joko Widodo menegaskan tugas untuk melindungi rakyat dari penyalahgunaan obat tidak bisa hanya dibebankan semuanya pada Badan POM.
"Jangan menganggap enteng, remeh, yang berkaitan dengan obat ilegal dan penyalahgunaan obat. Jadi, kita ingin agar Badan POM diperkuat. Dengan apa? Dengan undang-undang agar pengawasannya lebih bisa intensif dan yang diberikan rekomendasi betul-betul menjalankan rekomendasinya," kata Presiden.
Dengan demikian, jika ditelaah lebih lauh lagi, jujur dikatakan bahwa pangkal semua kesalahan terkait obat dan makanan ialah DPR dan pemerintah. Kedua lembaga itu gagal menghadirkan undang-undang yang bermutu dan dapat dilaksanakan untuk kepentingan memperkuat Badan POM dalam rangka pengawasan obat dan makanan.
DPR melalui usul inisiatifnya sudah mencoba menginisiasi kelahiran Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan. RUU POM resmi menjadi RUU inisiatif DPR pada rapat paripurna 25 Juli 2019.
RUU POM itu pernah dibahas di rapat Badan Legislasi pada 3 Juli 2019. Pada saat rapat itu terungkap bahwa pada saat ini industri farmasi, industri makanan, dan industri kosmetik sudah berjalan dengan nilai total omzet bisa mencapai Rp400 triliun. Namun, dalam pelaksanaannya masih banyak ditemukan produk atau juga bentuk perdagangan yang sifatnya ilegal dan tidak terawasi dengan benar.
“Setelah kami menelusuri, ternyata ada beberapa hal yang membuat fungsi badan, yang disebut sebagai Badan Pengawas Obat dan Makanan ini tidak kuat karena dibentuk oleh perpres pada tahun 1971,” urai anggota DPR Dede Yusuf selaku salah satu pengusul RUU POM.
RUU POM itu sesungguhnya sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional pada 2015 sampai 2019 dan telah menjadi rancangan undang-undang prioritas sejak 2018 sesuai usulan Komisi IX DPR RI sebagai komisi yang membidangi mengenai kesehatan.
Dalam rangka penyusunan naskah akademik dan RUU Badan POM, Komisi IX DPR telah menugaskan Badan Keahlian DPR RI untuk melakukan penelitian dan penyusunan awal. Badan Keahlian telah melaporkan hasil kerjanya kepada Komisi IX DPR pada 13 November 2017. Dalam laporannya, Badan Keahlian menyampaikan naskah akademik dan draf RUU yang terdiri atas 19 BAB dan 108 pasal.
Naskah akademik menyebutkan secara rinci lima peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan, di antaranya UU 5/1997 tentang Psikotropika, UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU 35/2009 tentang Narkotika, UU 36/2009 tentang Kesehatan, dan UU 18/2012 tentang Pangan.
“Sampai saat ini, peraturan perundang-undangan yang ada belum mampu menjadi payung hukum yang kuat bagi pelaksanaan pengawasan obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan. Dengan demikian, pengaturan khusus dan komprehensif tentang pengawasan obat dan makanan sangat diperlukan untuk memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap kesehatan masyarakat dari risiko obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan,” demikian naskah akademik.
Urgensi regulasi khusus pengawasan obat dan makanan semakin mendesak karena berdasarkan data Badan POM, lebih dari 96% industri farmasi Indonesia, menggunakan bahan baku obat dari luar negeri.
Undang-Undang Kesehatan memang mencantumkan sistem pengawasan obat dan makanan dilakukan dari suatu produk sebelum diedarkan sampai produk tersebut beredar di tengah masyarakat. Akan tetapi, pengawasannya tidak berjalan efektif karena tidak seluruh fungsi pengawasan produk obat, obat tradisional, kosmetika, pangan dan suplemen pangan di bawah tugas dan kewenangan Badan POM.
Begitu juga terkait kewenangan langsung dalam memberikan sanksi administratif jika ditemukan pelanggaran. Kewenangan memberikan sanksi administratif kepada sarana pelayanan kesehatan ialah pemerintah daerah berdasarkan rekomendasi Badan POM. Sayangnya, rekomendasi Badan POM hanya dijalankan 14%.
RUU POM gagal disahkan oleh DPR periode 2014-2019 sehingga masuk ke kelompok RUU carry over pada DPR periode 2019-2024. RUU POM masuk dalam RUU prioritas pada 2022, tapi hingga kini belum menjadi prioritas untuk dibahas.
Ketiadaan undang-undang itulah salah satu pangkal lemahnya pengawasan terhadap sirup obat yang diduga mengandung cemaran etilen glikol dan dietilen glikol yang merenggut nyawa anak-anak.
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017 sangat jelas. Presiden menginstruksikan sejumlah menteri, kepala daerah, dan Badan POM untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan peningkatan efektivitas dan penguatan pengawasan obat dan makanan. Instruksi tertanggal 10 Maret 2017 itu belum sepenuhnya dijalankan akibatnya Badan POM menjadi tempatnya salah.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved