Headline

Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.

Malu lalu Mundur

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
24/10/2022 05:00
Malu lalu Mundur
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SEPAK bola belum sepenuhnya memantulkan watak dan kepribadian bangsa yang bermartabat. Sepak bola malah mempertontonkan malapetaka sempurna. Tidak ada peradaban permainan, tidak ada peradaban penonton, dan tidak ada lagi peradaban organisasi.

Harus ada kemauan kuat mengembalikan fungsi sepak bola sebagai salah satu cabang olahraga yang paling digemari masyarakat. Fungsi yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, yaitu untuk mengembangkan kemampuan jasmani, rohani, dan sosial serta membentuk watak dan kepribadian bangsa yang bermartabat.

Membentuk watak dan kepribadian bangsa yang bermartabat mesti menjadi fokus pembenahan sepak bola di Tanah Air agar tercapai tujuannya untuk menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, kompetitif, dan disiplin.

Sudah terlalu lama sepak bola dipenjara di negeri ini. Permainan sepak bola kerap diwarnai main pukul dan baku hantam. Lapangan hijau menjadi padang penjagalan dan arena pamer adu fisik. Bukan arena memperlihatkan sportivitas. Fakta itu terkonfirmasi dalam tragedi sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.

Tragedi itu terbesar sepanjang kedua di dunia. Menelan korban jiwa 134 orang. Sementara itu, tragedi yang paling banyak memakan korban jiwa dalam sejarah sepak bola terjadi di Lima, Peru, pada 1964. Pada saat itu 328 lebih nyawa suporter melayang.

Laporan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menyebutkan terjadi kerusuhan setelah pertandingan sepak bola antara Arema dan Persebaya pada 1 Oktober 2022.

Temuan TGIPF menyebutkan tragedi itu terjadi karena PSSI dan para pemangku kepentingan liga sepak bola Indonesia tidak profesional, tidak memahami tugas dan peran masing-masing, cenderung mengabaikan berbagai peraturan dan standar yang sudah dibuat sebelumnya, serta saling melempar tanggung jawab pada pihak lain.

Rekomendasi TGIPF sangat tepat. Disebutkan, secara normatif, pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI, tetapi dalam negara yang memiliki dasar moral dan etik serta budaya adiluhung, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.

Amatlah disayangkan, PSSI melalui anggota Komite Eksekutif (Exco) Ahmad Riyadh menyatakan federasi menolak rekomendasi TGIPF. Disayangkan karena sudah banyak nyawa melayang, Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif malah menolak mengundurkan diri.

Menolak mengundurkan diri mencerminkan tabiat elite yang sudah terbiasa mencari kambing hitam. Kesalahan yang jelas-jelas dilakukan malah dicarikan korbannya pada orang lain. Atau dikarang-karang argumen yang mengalahkan fakta sehingga terciptalah kebenaran semu. Itu pemimpin tidak tahu malu.

Malu lalu mundur sejatinya bagian dari etika kehidupan berbangsa seperti dirumuskan dalam Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tertanggal 9 November 2001. Terkait dengan etika sosial dan budaya disebutkan bahwa perlu menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara.

Budaya malu yang diikuti dengan pengunduran diri belum menjadi tradisi dalam tubuh PSSI lagi. Belakangan pengurus PSSI memperlihatkan hal sebaliknya dengan tetap menggenggam erat kekuasaan, bahkan meski sudah masuk dalam penjara karena korupsi. Organisasi dijalankan dari balik jeruji besi.

Tidak mau mundur dari jabatan mencerminkan rendahnya standar integritas. Pada umumnya jabatan itu didapat bukan karena kompetensi, melainkan karena koneksi atau transaksi. Tidaklah heran jika jabatan itu dipakai untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Di balik gemerlap sepak bola di muka bumi tersembunyi bobrok dalam pengelolaannya. Suap, korupsi, patgulipat penjualan hak siar televisi ataupun pemilihan negara penyelenggara Piala Dunia, dan tudingan pencucian uang yang telah lama menjadi bahan gunjingan di tubuh induk organisasi sepak bola dunia (FIFA). Semua bobrok itu terbongkar setelah tujuh pejabat senior FIFA ditangkap polisi Swiss, termasuk wakil presiden Jeffrey Webb, pada Desember 2015.

Begitu juga di Indonesia. Silih berganti pemimpin PSSI masuk penjara karena berbagai kasus, termasuk pengaturan skor. Contohnya Majelis Hakim PN Jakarta Selatan pada 23 Juli 2019 memvonis terdakwa kasus perusakan barang bukti terkait dengan dugaan pengaturan skor Liga Indonesia, Joko Driyono, dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan. Saat itu Joko menjabat Plt Ketum PSSI.

Bobrok sepak bola di negeri ini akibat pengelola organisasi yang tidak memiliki sensitivitas terhadap kesalahan dan tanggung jawab. Mereka terbelenggu oleh kemunafikan.



Berita Lainnya
  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.