Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Mengeluhkan Demokrasi

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
16/4/2022 05:00
Mengeluhkan Demokrasi
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

HUBUNGAN antara demokrasi dan kesejahteraan ekonomi kembali diperdebatkan akhir-akhir ini. Saat sebagian elite dan publik mengusung isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, alasan yang dipakai 'memelihara momentum kebangkitan ekonomi'.

Saat Komisi Pemilihan Umum mulai berancang-ancang mengusulkan anggaran pemilu dan pilkada serentak, banyak yang mulai mengait-ngaitkannya dengan ongkos mahal demokrasi. Ada pula yang mulai mengeluhkan terus berkepanjangannya rivalitas tidak sehat sebagai residu kontestasi politik yang merupakan nyawa demokrasi.

Bahasa lugasnya kira-kira: demokrasi itu racun stabilitas ekonomi. Kalau instabilitas selalu muncul, investasi akan sulit diharapkan datang. Pokoknya demokrasi itu dianggap selalu gaduh, penuh ketidakpastian, merongrong kenyamanan. Sebaliknya, investasi butuh ketenangan, kepastian, dan kenyamanan.

Namun, berbagai literatur dan penelitian menunjukkan sebaliknya. Ada korelasi positif antara demokrasi dan kesejahteraan. Demokrasi diyakini membawa pengaruh positif terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi tersebut akan membawa implikasi langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tingkat kesejahteraan yang tinggi banyak dijumpai di negara-negara yang menerapkan sistem politik demokrasi, seperti AS. Hasil kajian Morton Halperin dan kawan-kawan menunjukkan dalam kurun lima dekade terakhir, statistik pertumbuhan ekonomi di negara-negara demokrasi tercatat 25% lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara otoriter.

Namun, pengalaman Singapura seolah mengirim sinyal bahwa ada jalan lain di luar demokrasi untuk mencapai kesejahteraan. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan apa yang ditunjukkan Tiongkok. ‘Negeri Tirai Bambu’ tersebut mencoba bereksperimen dengan mengawinkan sistem politik otoriter dan sistem ekonomi pasar bebas. Alhasil, pertumbuhan ekonomi Tiongkok dewasa ini menjadi momok menakutkan bagi negara-negara Barat.

Kolumnis Fareed Zakaria mengistilahkan negara-negara tersebut sebagai illiberal democracy. Istilah yang diperkenalkan pada 1997 itu menggambarkan fenomena kemunculan negara pseudo democracy. Negara penganut sistem politik nondemokrasi, tetapi memiliki pencapaian pertumbuhan ekonomi tinggi juga termasuk dalam kategori pseudo democracy ala Fareed Zakaria ini.

Kiranya pengalaman Tiongkok dan Singapura itulah yang mengilhami elite kita untuk mengutak-atik demokrasi. Fakta bahwa itu hanya pengecualian tidak pernah 'disenggol'. Pengecualian itu terjadi karena Singapura dan Tiongkok tidak semajemuk Indonesia. Pula, di dua negara tersebut, angka korupsi bisa ditekan karena kerasnya mereka terhadap perilaku korup.

Skor indeks persepsi korupsi Tiongkok yang 43 juga naik signifikan, lebih dari 5 poin dalam waktu sewindu. Skor IPK Singapura malah stabil di atas 83 poin. Indonesia, kendati skor IPK naik, kenaikannya belum eksplosif. Kini, skor IPK Indonesia masih 38, naik sedikit dari skor 36 di tahun 2015.

Jadi, yang mengganggu pencapaian kesejahteraan bukan demokrasi. Korupsilah biangnya. Demokrasi justru memberikan jalan bagi keterbukaan dan akuntabilitas, dua hal yang menjadi 'musuh' korupsi. Adanya jaminan kebebasan berpendapat, kebebasan pers, kebebasan berserikat yang menjadi ruh demokrasi akan lebih memastikan pertumbuhan ekonomi berlangsung lebih langgeng, adil, dan merata.

Namun, demokrasi yang dijalankan secara substansial, bukan semata prosedural. Dalam demokrasi prosedural, praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme malah merajalela di lembaga-lembaga politik pemerintahan. Itu tentu membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

Ini persis seperti apa yang pernah dikemukakan peraih Nobel Ekonomi Joseph Stiglitz beberapa tahun lalu. Dalam kesempatan seminar di Bali, Stiglitz mengungkapkan bahwa sebab utama mengapa proses kebangkitan Indonesia dari keterpurukan ekonomi lebih lama ketimbang negara-negara Asia lain ialah akibat korupsi yang menjerat hampir seluruh sendi kehidupan bernegara.

Ketimbang terlalu mengkhawatirkan kegaduhan politik Pemilu 2024 yang berpotensi 'mengganggu momentum pemulihan ekonomi', akan lebih pas bila kita merenungi musabab korupsi masih menjadi-jadi di negeri ini. Pemilu 2024 tidak akan menghambat pencapaian kesejahteraan. Korupsilah yang selalu memustahilkan kemakmuran.



Berita Lainnya
  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.