Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Mendambakan Demo Simpatik

04/11/2016 05:59

DEMONSTRASI sebagai anak kandung demokrasi meng­ha­dapi cobaan yang tidak ringan. Mampukah demonstrasi menghadirkan atmosfer damai atau sebaliknya malah me­nyebarkan aura ketakutan?
Cobaan itulah yang menyertai demonstrasi yang menurut rencana digelar pada hari ini. Cobaan bertambah jauh lebih berat lagi karena para demonstran mengusung simbol-simbol keagamaan.

Pengusung simbol-simbol keagamaan mestinya mengha­dirkan demonstrasi yang santun dan beradab yang mencerminkan nilai-nilai keagamaan. Apalagi dengan mengusung simbol Islam, demonstrasi mestinya menghadirkan keselamatan bagi semesta alam.

Elok nian bila demonstrasi hari ini tetap mengindahkan ketentuan hukum, toleransi, dan menghormati pihak yang absen unjuk rasa demi menjaga persatuan yang sejati.

Ketentuan terkait dengan demonstrasi diatur secara tegas di dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Ke­merdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak-hak orang lain dan menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum.

Makna menghormati kebebasan dan hak-hak orang lain ialah para demonstran ikut memelihara dan menjaga hak dan kebebasan orang lain untuk hidup aman, tertib, dan damai. Yang dimaksud dengan menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum ialah mengindahkan norma agama, kesusilaan, dan ke­sopanan dalam kehidupan masyarakat.

Dalam perspektif itulah harus tegas dikatakan bahwa ketentuan perundang-undangan mengharuskan demonstrasi berjalan secara damai tanpa menimbulkan ra­­sa takut seujung kuku pun bagi mereka yang absen. Apalagi, dalam konteks membawa simbol agama, sudah sepatutnya nilai-nilai keagamaan dikedepankan.

Keadaban demonstrasi tidak hanya lahir dalam perilaku yang menjauhi anarkisme. Keadaban itu mestinya juga ter­pancar dalam ujaran atau tulisan spanduk yang tidak sar­kastis.

Demonstrasi yang mematuhi ketentuan perundangan dan mengusung serta menjunjung nilai-nilai keagamaan tentu tidak akan menimbulkan kehebohan yang berlebihan. Tak ada polisi mengeluarkan water cannon, gas air mata, apalagi senjata. Tak ada massa lari tunggang langgang karena diburu polisi. Tak ada benda-benda milik umum dirusak.

Tidaklah berlebihan bila publik berharap, sangat berharap, agar demonstrasi yang membawa simbol-simbol keagamaan pada hari ini bisa dijadikan model demonstrasi, memberi inspirasi pengerahan massa kali lain. Misalnya, para pedemo dengan kesadaran tinggi membersihkan sampah-sampah yang berserakan di tempat-tempat mereka beraksi.

Demokrasi memang memberikan ruang bagi demonstrasi. Yang tidak boleh ialah memaksakan kehendak saat berunjuk rasa sehingga memancing dan menimbulkan kekacauan yang merugikan kepentingan publik. Karena itu, pengunjuk rasa harus dapat mengendalikan diri dan tidak boleh terpancing oleh provokasi dari siapa pun.

Memang, tidaklah mudah menghadirkan demonstrasi yang simpatik. Tidak mudah bukan berarti mustahil. Tidak ada yang mustahil bila para pemimpin demo memiliki visi dan disiplin sosial yang tinggi. Hanya kepemimpinan seperti itulah yang menghasilkan pengikut yang juga taat kepada ketertiban sosial.
Pemimpin demo yang memiliki visi dan disiplin sosial ialah mereka yang satu kata dengan perbuatan. Bukan tipe pemimpin yang ujarannya seolah-olah membela kebenaran agama, tetapi motivasi yang tersembunyi sesungguhnya kemenangan dalam kontestasi demokrasi lokal. Publik tetap merindukan demo yang simpatik, bukan demo yang menebarkan ketakutan.



Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik