Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
BUKAN perkara sulit untuk menebak bagaimana bentuk wajah bangsa ini dalam 10 tahun bahkan hingga 20 tahun ke depan saat negeri ini merayakan satu abad kelahirannya pada 2045 kelak, apakah masih sebagai bangsa yang inferior atau sudah bertransformasi diri menjadi bangsa superior yang bisa berdiri tegak sejajar dengan negara maju lainnya.
Membaca hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada 2024 mencapai 75,02, meningkat 0,63 poin atau 0,85% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 74,39. Dalam kurun waktu 2020-2024, IPM Indonesia rata-rata meningkat sebesar 0,75% per tahun. Seluruh dimensi pembentuk IPM meningkat, terutama standar hidup layak dan pengetahuan.
Pada dimensi pengetahuan, harapan lama sekolah atau HLS penduduk umur 7 tahun pada 2024 meningkat 0,06 tahun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dari 13,15 tahun menjadi 13,21 tahun. Adapun rata-rata lama sekolah atau RLS penduduk umur 25 tahun ke atas meningkat 0,08 tahun, dari 8,77 tahun menjadi 8,85 tahun pada 2024.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat Indonesia yang sudah masuk kategori dewasa rata-rata hanya mengenyam pendidikan formal selama 8,85 tahun, atau setara dengan kelas 2 SMP (sekolah menengah pertama). Masyarakat yang tinggal di perkotaan tentu akan sulit memercayai bahwa ternyata masih banyak anak Indonesia yang hanya mengenyam pendidikan paling tinggi hingga kelas 2 SMP. Namun, itu fakta yang ditemukan BPS.
Masalah tersebut terjadi bermula dari masih lebarnya kesenjangan pendidikan di berbagai wilayah, kualitas guru yang tidak merata, juga sarana dan prasarana yang belum maksimal. Hasil survei BPS itu jelas bikin hati terasa miris. Pasalnya, survei dilakukan saat Indonesia telah berumur 79 tahun, usia yang sudah bukan belia lagi.
Fakta tersebut masih jauh dari harapan para pendiri bangsa ini, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang tegas dalam Pembukaan UUD 1945. Jika itu tolok ukurnya, jelas negeri ini masih harus berlari jauh dan bekerja ekstra keras. Apalagi jika ingin menjadikan bangsa ini meraih cita-cita Indonesia Emas pada 2045 kelak. Maka, seabrek pekerjaan di bidang pendidikan harus segera dikebut pemerintah.
Jika membaca hasil terakhir Penilaian Siswa Internasional atau Programme for International Student Assessment (PISA) 2022, kita mesti segera bangkit bersama. Penilaian yang digelar Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tiap tiga tahun sekali itu menempatkan Indonesia di peringkat 69 dari 80 negara yang dinilai.
Dengan mata pelajaran matematika, sains, dan literasi siswa yang diukur sebagai parameter, Indonesia berada di posisi 12 terbawah. Sebaliknya, negara tetangga yang letak geografisnya hanya sepelemparan batu dari Indonesia, yakni Singapura, berada di peringkat pertama, diikuti Tiongkok, Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan.
Dari hasil penilaian 2022 tersebut, diketahui skor kemampuan membaca, matematika, dan sains mengalami penurunan. Hasil itu memperpanjang tren penurunan skor dari penilaian sebelumnya pada 2018.
OECD juga menemukan, 43,21% siswa Indonesia berada di skala sosioekonomi terbawah. Secara global, proporsi siswa Indonesia di skala itu merupakan yang terbesar ke-4 setelah Kamboja, Maroko, dan Guatemala.
Semua data tersebut jelas tak nyaman di hati. Apalagi di hari ini, tepat 2 Mei 2025, negeri ini memperingati Hari Pendidikan Nasional. Data-data itu dapat menjadi cermin untuk menakar kesungguhan bangsa ini menuju cita-cita kemerdekaan, yakni mencerdaskan bangsa. Sebelum orang lain yang menilai, cermin bisa dijadikan alat kita untuk mematut diri.
Apalagi bangsa ini sudah punya target, bukan lagi mimpi, menjadikan Indonesia Emas pada 2045 nanti. Namun, kita mafhum, menjadi emas atau tetap sebagai loyang di masa depan amat bergantung pada keputusan dan tindakan hari ini. Kita benar-benar bisa menjadi emas asal semua elemen bergerak bersama, bangkit bersama, bergotong royong bersama. Negeri ini tidak sedang melawan kemustahilan, karena pada hakikatnya kita punya modal sosial yang bisa digerakkan.
PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved