Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
INTEGRITAS seharusnya menjadi fondasi utama dalam membangun peradaban yang unggul bagi bangsa ini. Integritas merupakan benteng utama dalam mencegah terjadinya praktik korupsi. Namun, nyatanya integritas seakan memudar, sebaliknya korupsi justru seperti mengakar.
Saat ini, korupsi tidak lagi tumbuh di ruang-ruang kekuasaan, tapi telah menyusup ke kelas-kelas sekolah, ke ruang guru, ke kampus-kampus. Tidak salah rasanya jika dikatakan korupsi telah mengakar menjadi kelumrahan di negeri ini.
Melihat survei penilaian integritas yang diluncurkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pendidikan yang mestinya steril dari perilaku lancung, justru mengabaikan nilai-nilai integritas, bahkan turut menyuburkan praktik rasuah.
Penurunan Indeks Integritas Pendidikan Indonesia Tahun 2024 menjadi peringatan serius untuk segera melakukan pembenahan menyeluruh terhadap sistem pendidikan nasional. Dunia pendidikan, yang seharusnya menjadi lingkungan yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dan integritas, justru menjadi tempat tumbuhnya praktik ketidakjujuran.
Setelah mengalami peningkatan dari angka 70,40 pada 2022 menjadi 73,7 di 2023, indeks integritas pendidikan justru anjlok menjadi 69,5 pada 2024. Tingkat perilaku tidak etis seperti menyontek, plagiarisme, keterlambatan, hingga ketidakhadiran yang dilakukan oleh siswa, guru, dan dosen masih berada di angka yang mengkhawatirkan, yakni di atas 50%.
Lebih dari itu, praktik koruptif seperti penyalahgunaan dana pendidikan, pungutan liar, hingga kolusi dalam pengadaan barang dan jasa masih banyak terjadi. Ironisnya, masih ada guru dan dosen yang menganggap bahwa pemberian hadiah atau suap dari siswa maupun wali murid sebagai sesuatu yang lumrah.
Praktik-praktik seperti itu terekam dalam SPI Pendidikan 2024. Dalam kasus menyontek, misalnya, survei mendapati masih 78% siswa menyontek saat ujian di sekolah. Di tingkat pendidikan tinggi justru lebih parah, yakni ditemukan 98% responden mengaku menyontek.
Selain itu, sebanyak 12% sekolah ternyata menyelewengkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Bahkan, 68,10% guru dan dosen di satuan pendidikan memandang gratifikasi merupakan sesuatu yang wajar.
Korupsi seperti penyakit kronis yang terus menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa. Dari level terbawah hingga pucuk kekuasaan, praktik penyalahgunaan wewenang demi keuntungan pribadi masih saja menjadi luka yang belum sembuh.
Situasi yang menggambarkan secara nyata bahwa korupsi rasanya telah merasuk ke seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Ketika kekuasaan masih mudah diselewengkan, politik transaksional merajalela.
Begitu juga di sektor hukum, ketika keadilan diperjualbelikan, penegak hukum justru memeras korban ketidakadilan, hingga hakim yang justru memperdagangkan putusan.
Korupsi tumbuh subur saat integritas memudar. Ketika nilai moral digantikan oleh kepentingan pribadi, ketika jabatan bukan lagi amanah, maka uang dan kuasa menjadi tujuan, bukan alat. Di saat itulah korupsi berkembang diam-diam, tapi mematikan.
Ketika kejujuran dianggap sepele, maka lahirlah kebiasaan permisif. Pemberian hadiah atau 'ucapan terima kasih' dalam bentuk materi kepada pemegang jabatan dianggap wajar, padahal tak lebih dari bentuk gratifikasi terselubung. Pungutan liar, penggelembungan anggaran, hingga kongkalikong dalam pengadaan barang dan jasa seperti sudah menjadi rahasia umum.
Ini bukan sekadar masalah sistem, aturan, dan hukum, melainkan juga soal karakter. Ketika integritas dikhianati, keadilan sulit ditegakkan. Saat kejujuran ditukar dengan keuntungan pribadi, kehancuran hanya tinggal menunggu waktu.
Karena pada akhirnya, bangsa yang besar bukan hanya dibangun oleh kecerdasan dan kekayaannya, tapi oleh karakter dan integritasnya. Maka, hasil survei integritas ini mesti direspons secara amat sangat serius. Bila negeri ini ingin menegakkan peradaban, meraih kemajuan, menjemput keemasan, lakukan segera pembenahan integritas.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved