Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
PARA calon menteri kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan dilantik pada 21 Oktober mendatang. Itu artinya, hanya berselang sehari setelah MPR RI mengambil sumpah jabatan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden 2024-2029.
Agenda pelantikan para menteri itu, jika benar terealisasi, masih lebih cepat ketimbang pelantikan para menteri era Presiden Joko Widodo saat memasuki periode kedua. Ketika itu, Jokowi melantik kabinetnya tiga hari setelah ia dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin diambil sumpah jabatan oleh MPR.
Bahkan Prabowo akan jauh mengungguli Jokowi pada periode pertama sebagai presiden. Ketika itu, Jokowi melantik 34 menteri Kabinet Kerja di Istana Negara pada 27 Oktober 2014 atau tujuh hari setelah ia dan Wakil Presiden Jusuf Kalla resmi menduduki tampuk kekuasaan.
Terkait dengan hal itu, ada ungkapan bijak berbunyi, 'cepat ada yang dikejar, lambat ada yang ditunggu'. Rencana Prabowo langsung melantik 44 hingga 46 calon menteri didasari kebutuhan untuk segera bekerja dan merealisasikan misi Indonesia Maju.
Maka, dapat dipahami ketika ia langsung tancap gas mengumpulkan semua kandidat di Pendopo Padepokan Garudayaksa, Hambalang, Sentul, Jawa Barat. Selama dua hari sejak 16 Oktober lalu, Prabowo memberikan pembekalan kepada semua calon pembantu presiden.
Kita tentu mengapresiasi Prabowo yang bergegas melantik kabinetnya. Ada nawaitu, niat baik, untuk segera menunaikan darma bakti bagi negeri. Jelas, itulah yang dibutuhkan Indonesia saat ini di tengah tantangan global maupun dalam negeri.
Di saat bersamaan, publik menaruh harapan agar para menteri mampu bergerak cepat seiring dan seirama dengan Prabowo-Gibran. Itu penting karena niat baik seorang pemimpin menjadi berkurang kualitasnya, bahkan sia-sia belaka, manakala pembantu yang sudah ditunjuk justru gagap dalam mengemban amanah.
Pada bulan-bulan pertama, tentu akan ada penyesuaian di sana-sini bagi mereka yang baru menjadi menteri. Itu wajar, teramat manusiawi, ketika seseorang membutuhkan waktu beradaptasi. Namun, jangan jadikan kesempatan tersebut terbuang percuma.
Penting untuk diingat dan harus dicamkan baik-baik bahwa tidak ada waktu untuk belajar menjadi menteri. Lebih baik segera menyatakan mundur kalau memang tidak mampu menunaikan tumpukan tugas serta merealisasikan program yang dijanjikan Prabowo-Gibran pada musim kampanye lalu.
Jabatan menteri sangatlah strategis, yang memerlukan jiwa kepemimpinan (leadership), manajemen, dan pemahaman mendalam mengenai bidang tugasnya. Seseorang yang diangkat menjadi menteri diharapkan sudah memiliki kompetensi sejak awal.
Ketimbang terkena reshuffle di tengah jalan, yang dapat menghambat roda pemerintahan, lebih baik para kandidat yang mengikuti pembekalan di Hambalang segera mematut-matut diri di cermin. Bertanyalah dalam hati, apakah sudah layak menjadi seorang menteri?
Tantangan berat sudah menanti. Ada soal daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah, yang merosot. Persoalan daya beli ini membutuhkan solusi paten dan segera, tidak bisa diselesaikan oleh mereka yang sedang coba-coba jadi menteri.
Tantangan lainnya ialah mendongkrak APBN dengan cara mencari sumber-sumber pendapatan baru agar ruang fiskal bisa menjadi lebih longgar. Belum lagi persoalan gejolak global yang bisa memicu beragam krisis dan membutuhkan mitigasi serta antisipasi.
Sekali lagi, kita ingatkan bahwa jabatan menteri merupakan amanah besar yang seharusnya diemban oleh individu yang kompeten, berdedikasi, dan siap melayani kepentingan rakyat. Tempatkanlah kepentingan publik di atas ambisi pribadi dan kepentingan kelompok.
Menjadi menteri memang amat legit, dapat sorotan publik, menggenggam kekuasaan, dan memiliki akses terhadap jaringan yang luas. Namun, di balik gemerlapnya jabatan, menteri membawa tanggung jawab yang besar.
Maka dari itu, ingatlah, jangan sekali-kali menjadikan jabatan menteri sebagai tempat belajar, apalagi ajang coba-coba. Itu karena jabatan menteri terlalu mahal untuk tempat belajar atau wahana uji coba.
DUA kasus besar yang terjadi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) saat ini tidak bisa dianggap remeh.
PEMERINTAH mengalokasikan Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada 2026, atau mengambil porsi 20% lebih APBN tahun depan.
SUDAH tiga kali rezim di Republik ini berganti, tetapi pengelolaan ibadah haji tidak pernah luput dari prahara korupsi.
KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak bisa ditawar ialah soal kepastian hukum.
UNGKAPAN tidak ada manusia yang sempurna menyiratkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan.
BERANI mengungkap kesalahan ialah anak tangga pertama menuju perbaikan.
DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.
BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.
MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K
BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.
PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved