Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PERGANTIAN pemerintahan sudah di depan mata. Bila tidak ada aral melintang, tepat pada 20 Oktober, kekuasaan Presiden Joko Widodo akan bergulir ke Prabowo Subianto.
Di ujung masa pemerintahannya, Jokowi masih terus bekerja. Salah satu yang ia kejar betul ialah merealisasikan pemindahan ibu kota negara ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Akan tetapi, semesta seakan tidak mendukung. Ibarat pepatah, 'maksud hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai', rencana Jokowi memindahkan ASN ke IKN tak kesampaian hingga ujung jabatannya.
Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik
Presiden boleh saja mengaku sudah berkantor di IKN. Tentunya dengan beragam kelengkapan fasilitas yang dibutuhkan. Namun, semewah apa pun fasilitasnya, tidak mungkin Presiden seorang diri di IKN, sedangkan para pembantu dan aparat pemerintahan lainnya masih menikmati kemacetan jalanan di Jakarta.
Dengan alasan ketidaksiapan ekosistem di IKN, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas mengaku mendapat perintah dari Presiden Jokowi melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno untuk memerintahkan pemindahan ASN ke IKN pada Januari 2025.
Padahal, pada 16 Desember 2023, Azwar Anas sudah menyebut tahap pertama pemindahan ASN berlangsung pada Juli-November 2024. Akan tetapi, rencana tinggal rencana. Yang terjadi justru pemerintah bolak-balik memundurkan rencana tersebut. Awalnya pemindahan diundur ke September, lalu diundur lagi ke Oktober.
Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19
Dalih pembatalan karena persoalan ketidaksiapan infrastruktur dan ekosistem tersebut sebenarnya bukanlah barang baru. Bahkan, sejumlah pakar sudah sejak jauh-jauh hari mengingatkan Presiden Jokowi untuk jangan grasah-grusuh atau memaksakan diri memindahkan para amtenar.
Pemerintah diminta tidak usah mengumbar rencana memindahkan orang sepanjang ekosistem di kawasan tersebut belum memadai bagi kehidupan manusia dan keluarga.
Memindahkan ASN tidak seperti memindahkan barang mati yang bisa sesuka hati digeser-geser oleh pemiliknya. Pemerintah harus memikirkan persoalan kebutuhan hidup yang mendetail para keluarga aparatur.
Baca juga : Paket Insentif Pengganti Mudik
Namun, seperti biasa, masukan masyarakat seakan menjadi angin yang masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan. Berlalu tanpa makna. Ragam kritik dan masukan seakan diabaikan demi memaksakan rencana pemerintah.
Perut para ASN pun berulang kali melilit. Perut mulas bukan karena takut berpindah lokasi tugas, tetapi lebih karena bolak-balik menghadapi ketidakpastian. Para amtenar tentu sudah siap ditugaskan di seluruh wilayah Indonesia. Hanya saja, mereka tentu memerlukan kepastian dalam hidup.
Jika ketidakpastian seperti ini terus dipelihara, dikhawatirkan akan muncul sikap anggap remeh dari kalangan abdi negara. Mereka bisa saja berpandangan enggak usah ambil pusing dengan pemindahan karena paling-paling nanti juga bakal diundur lagi.
Kini, kita tak bisa lagi berharap kepastian itu kepada Jokowi. Kekuasaan Jokowi akan berakhir pada 20 Oktober. Sejak saat itu, Jokowi bergabung dalam barisan para mantan presiden yang masih ada bersama Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri. Otomatis ia tidak memiliki kuasa lagi untuk memerintah ASN sejak saat itu.
Di sisi lain, per tanggal yang sama, Prabowo sudah menjadi presiden, kepala negara, bukan lagi sekadar pembantu presiden. Prabowo tentu memiliki perhitungan, prioritas, dan kebijakan sendiri terkait dengan masa depan, termasuk dalam hal pemberian kepastian soal pemindahan ASN.
PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved