Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Menggantung Nasib RUU Pro Rakyat

01/10/2024 05:00

DPR telah menyelesaikan rapat paripurna akhir keanggotaan 2019-2024, kemarin. Hari ini, DPR untuk periode 2024-2029 dilantik. Dalam pidatonya pada rapat paripurna terakhir, Ketua DPR Puan Maharani membanggakan 225 undang-undang yang disahkan pada masa kepemimpinannya.

Dari sisi angka memang tampak mentereng, tetapi belum tentu soal kualitas. Dengan sedikit menelaah perincian 225 UU itu, sudah terlihat kepentingan kelompok mana yang dijunjung oleh DPR. Dari jumlah tersebut, hanya 48 UU yang berasal dari prolegnas prioritas. Adapun yang berasal dari RUU kumulatif terbuka justru lebih banyak, yakni mencapai 117 UU.

RUU kumulatif merupakan RUU di luar prioritas yang dapat diajukan DPR atau pemerintah dengan alasan mengisi kebutuhan hukum. Namun, kerap terjadi RUU tersebut digunakan sebagai ‘jalur cepat’ untuk kepentingan kelompok tertentu.

Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik

Kinerja pilih-pilih DPR bahkan semakin terlihat belakangan ini. Ada RUU yang cepat, bahkan amat cepat dibahas dan disahkan. Di saat sama, banyak RUU yang ditunda-tunda terus pembahasan ataupun pengesahannya. Tiga contoh yang paling sering kita dengar ialah RUU Perampasan Aset, RUU Masyarakat Hukum Adat, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Ketiganya sudah dijanjikan pimpinan DPR akan dimasukkan ke Prolegnas Prioritas 2024-2029.

Yang paling spesial tentu RUU PPRT. RUU itu usianya sudah 20 tahun lebih, tapi selama empat periode DPR, nasibnya terus digantung tanpa kejelasan. Gelombang desakan yang menuntut RUU PPRT segera disahkan tak pernah digubris. DPR, terutama pucuk pimpinannya, selalu bergeming ketika ditodong soal RUU PPRT.

Bahkan, pada hari terakhir paripurna kemarin, DPR mencueki RUU yang sebetulnya berada di urutan ke-15 prioritas tersebut. DPR malah memilih mengesahkan RUU Paten yang berada jauh di bawah, yakni di nomor urut 37 Prolegnas Prioritas 2024.

Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19

Padahal, secara materi, tidak ada alasan menunda pengesahan RUU PPRT. Finalisasi daftar isian masalah (DIM) bahkan sudah selesai sejak 15 Mei 2023 dan sudah melibatkan semua stakeholder. Mulai akademisi, berbagai komisi nasional, LSM, sampai masyarakat sipil. Dengan kata lain, RUU itu telah beres, tuntas hingga ke titik koma.

Kita tidak naif, RUU PPRT memang tidak memiliki kepentingan para pemodal besar atau penguasa. Sebaliknya, dengan pengesahan RUU PPRT, barangkali kenyamanan mereka yang bakal terusik. Di sisi lain, keengganan DPR untuk mengesahkan RUU PPRT juga memperkuat argumen bahwa DPR memang tidak ingin profesi PRT naik kelas.

Padahal, sesungguhnya RUU PPRT akan membuat ekosistem kerja PRT menjadi lebih baik. Dengan UU tersebut, industri-industri penyalur tenaga kerja, baik dalam maupun luar negeri, dipaksa berbenah total. Tidak hanya itu, rumah tangga di dalam negeri yang mempekerjakan PRT harus mau ikut berubah. Semua pemberi kerja harus taat pada pengaturan jam kerja, hari libur, dan hak-hak lainnya, secara jelas.

Baca juga : Paket Insentif Pengganti Mudik

RUU PPRT juga merupakan faktor penting untuk mencegah terus tingginya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebut kasus TPPO kebanyakan terjadi pada profesi PRT.

Jika berkaca dari jumlah PRT pada tahun lalu yang mencapai sekitar 14 juta orang, baik yang bekerja di dalam maupun luar negeri, perlindungan mereka sangat krusial. RUU PPRT ibarat instrumen untuk mentransformasi pola pikir masyarakat secara luas.

Baik PRT maupun pemberi kerja memiliki peran sama untuk mengenyahkan gaya perbudakan modern yang masih lekat pada profesi tersebut. Profesi PRT yang bermartabat seperti profesi lainnya di negara ini hanya bisa dicapai dengan perbaikan di kedua pihak.

Oleh karena itu, DPR periode 2024 -2029 tidak boleh melakukan kesalahan seperti pendahulu mereka. DPR yang dilantik hari ini harus bisa membuktikan komitmen mereka untuk terus berpihak pada rakyat, bukan kepada penguasa atau pemodal. Salah satunya yang paling penting ialah jangan mencari-cari dalih lagi untuk terus menunda pengesahan RUU PPRT.

 



Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik