Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
DI mata sebagian orang, menjadi pemimpin adalah kenikmatan. Apalagi menjadi pemimpin sebuah negara adidaya seperti Amerika Serikat (AS). Bagi warga negara yang bukan adikuasa, tentu tidak terbayang besar, luas, dan dalamnya pengaruh dan kuasa yang dimiliki. Belum lagi, penghargaan dan pengakuan yang dimiliki oleh seorang presiden AS, baik dari warga negara sendiri maupun negara lain.
Akan tetapi, Presiden AS Joe Biden kini harus mengalami sisi lain dari beragam kekuasaan yang dia miliki, karena menjadi pemimpin negara demokrasi di era modern tentu bukan seperti di masa kerajaan. Di zaman kerajaan, penguasa bisa semena-mena dan sewenang-wenang sesuka hatinya. Syukur-syukur ada negara yang dipimpin oleh raja yang berpihak serta memperhatikan sulitnya hidup rakyat, bukan sekadar memungut pajak.
Presiden negara demokrasi juga bukanlah seperti kisah legenda. Mereka adalah pemimpin hasil pilihan rakyat, bukan keturunan dari kekuatan alam seperti matahari, bulan, ataupun penjelmaan dewa. Walhasil, Joe Biden tetap harus tunduk pada beragam aturan yang ada sehebat apa pun dirinya. Demokrasi telah membatasi kuasanya hanya di pilar eksekutif. Dia tidak berkewenangan untuk memasuki pilar legislatif maupun yudikatif.
Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik
Di akhir masa kekuasaannya, Biden tetap tegar dan menghargai putusan pengadilan atas putranya, Hunter Biden. Presiden Biden terbukti konsisten untuk tidak mengintervensi atau cawe-cawe urusan hukum yang menjerat putra bungsunya itu. Hunter adalah satu-satunya putra Presiden Biden yang masih hidup.
Pada 5 September, Hunter mengaku bersalah atas sembilan dakwaan kasus pelanggaran pidana perpajakan. Sebelumnya, pada Juni 2024, Hunter telah divonis bersalah oleh juri atas dakwaan berbohong tentang penggunaan narkoba saat mengisi formulir pembelian pistol pada 2018.
Itulah lambang ketaatan hukum. Indonesia bisa dan perlu untuk belajar dari kejadian yang menimpa Presiden Biden meski nun jauh di sana. AS memang telah menerapkan pembagian kekuasaan yang jelas di antara tiga pilar demokrasi, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pembedaan tersebut telah menjadi hakikat dari demokrasi dan mencerminkan mekanisme check and balance.
Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19
Tiap-tiap pilar itu dijalankan sedemikian rupa sehingga di antara ketiga pilar tersebut tidak memungkinkan untuk saling menguasai. Ada penghormatan dari eksekutif terhadap legislatif dan yudikatif. Begitu pula sebaliknya. Tidak ada cerita hukum tunduk kepada kekuasaan, dan itu semua dijalankan sangat ketat, tanpa kompromi.
Selain sistem pemerintahan yang sudah berjalan, pribadi Biden juga menampilkan integritas dan konsistensi. Ada kesesuaian antara omongan dan tindakan. Termasuk tidak menggunakan hak sebagai presiden untuk memberikan pengampunan khusus jika Hunter terbukti bersalah.
Biden pantang mempraktikkan beda antara omongan dan tindakan. Ia bukan tipe pemimpin yang dari mulut mengaku tidak akan intervensi, tetapi tindakannya justru sibuk lobi sana-sini. Mengaku tidak cawe-cawe, tapi semua bisa merasakan kenyataan yang berbeda.
Bila pemimpin tidak konsisten, publik tinggal menunggu waktu saja akan ada perilaku diskriminatif. Aturan hendak diubah. Kemandirian pilar kekuasaan lain dijarah. Semua hanya untuk mewujudkan angan-angan serta kepentingan pribadi dan keluarga semata.
Karena itulah, publik kerap menyaksikan gaya pemimpin yang berbeda antara di depan dan belakang panggung. Publik sudah lelah dengan itu semua. Publik mendambakan pemimpin layaknya Joe Biden yang berintegritas dan konsisten. Bukan pemimpin yang hanya mengaku memiliki integritas dan konsistensi, tapi terus-terusan menjalankan kekuatan dramaturgi.
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.
CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved