Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
BAU bakal munculnya kotak kosong pada sejumlah Pilkada Serentak 2024 di berbagai daerah mulai tercium menyengat. Partai-partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju bersepakat hanya mengajukan satu calon dalam pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota di banyak daerah. Alhasil, pilkada di sejumlah wilayah amat mungkin hanya diikuti oleh calon tunggal, tak ada lawan.
Masyarakat dihadapkan hanya pada dua pilihan: memilih calon tunggal tersebut atau memilih kotak kosong sebagai bentuk penolakan terhadap calon yang tak sreg di hati mereka itu. Di sini muncul pertanyaan, siapa yang sesungguhnya berdaulat dalam negara demokrasi, rakyat atau partai politik?
Fenomena bakal munculnya kotak kosong dalam pilkada jelas sebuah kemunduran demokrasi. Bahkan, bukan tak mungkin, fenomena dalam pilkada itu terus menguat dan akan diduplikasi dalam kontestasi yang lebih tinggi lagi, yakni pemilihan presiden (pilpres).
Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik
Mekanisme kotak kosong memang diatur oleh undang-undang. Cara itu dipakai sebagai alternatif agar tetap ada konstestasi dalam pilkada yang hanya diikuti calon tunggal. Jika memperoleh suara hingga 50%, calon itu langsung dinyatakan sebagai pemenang pilkada. Namun, jika kotak kosong yang menang, artinya lebih banyak masyarakat yang tak sudi dipimpin oleh calon yang diajukan partai-partai itu, KPU akan melaksanakan pemilihan kembali di pilkada serentak berikutnya.
Sebuah kerugian besar tentunya jika kotak kosong yang menang. Tak ada yang menang di situ, baik partai yang telah mengusung calon maupun masyarakat yang pada akhirnya tak punya pemimpin yang sesuai dengan pilihan hati nurani.
Menilik dari situ, fenomena kotak kosong bukanlah demokrasi sesungguhnya. Bahkan jauh dari tujuan berdemokrasi, yakni terciptanya kesejahteraan dari, oleh, dan untuk rakyat. Dengan keberadaan calon tunggal, di situ tak ada pertarungan gagasan. Yang ada hanyalah promosi gagasan dengan janji-janji yang manisnya tiada tara.
Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19
Fenomena kotak kosong bisa jadi buah dari dekatnya waktu pelaksanaan pemilihan presiden dan pilkada. Terbentuknya koalisi baru hasil pilpres mendorong partai-partai bersikap pragmatis agar mereka bisa masuk gerbong pemerintahan. Jika ada partai yang berani mengusung calon berbeda dari pemimpin koalisi dalam pilkada, siap-siap saja tak dapat jatah menikmati kue kekuasaan yang akan datang. Sederhana sekali.
Alhasil, partai-partai akhirnya membentuk sebuah kartel politik demi kepentingan elite partai, bukan kepentingan rakyat. Di sini, partai politik yang merupakan mesin demokrasi dapat dikatakan gagal karena tak mampu melahirkan kader-kader terbaik mereka untuk memimpin daerah.
Fenomena kotak kosong harus segera dihentikan. Apalagi, di setiap periodenya, fenomena kotak kosong di Indonesia kian meningkat. Pada Pilkada 2015, ada tiga daerah yang memiliki calon tunggal. Jumlahnya bertambah pada 2017, ada sembilan daerah yang memiliki calon tunggal. Dalam Pilkada 2024, jumlah daerah yang punya calon tunggal diprediksi kembali bertambah, mengingat koalisi masih terus berproses untuk pemerintahan mendatang.
Atas nama kekuasaan, kualitas demokrasi akhirnya dikorbankan. Menyaksikan maraknya kotak kosong, masyarakat tentu tak boleh tinggal diam. Selaku pemilih, masyarakat mesti menggugat ketiadaan adu gagasan dalam pilkada. Masyarakat bisa memilih kotak kosong sebagai bentuk gugatan. Jelas merugikan, tapi akan jadi pelajaran berharga bagi partai agar mereka kembali cerdas berpolitik.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.
CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.
PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.
SEMBILAN hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi membuat geger. Kali ini, mereka menyasar sistem pendidikan yang berlangsung selama ini di Tanah Air.
Para guru besar fakultas kedokteran juga menganggap PPDS university-based tidak diperlukan mengingat saat ini pendidikan spesialis telah berbasis rumah sakit.
BAHASAN tentang perlunya Indonesia punya aturan untuk mendapatkan kembali kekayaan negara yang diambil para koruptor kembali mengemuka.
Sesungguhnya, problem di sektor pajak masih berkutat pada persoalan-persoalan lama.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan sudah berkali-kali merekomendasikan penaikan banpol.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved