Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
LAYAKNYA sebuah kompetisi, pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) memiliki aturan main agar berlangsung fair dan tidak kebablasan untuk diintervensi, termasuk untuk menentukan pemenangnya. Ia harus memenuhi kritera yang telah ditetapkan dalam Pasal 416 ayat (1) Undang-Undang No 7/2017 tentang Pemilu yang berbunyi ‘Pasangan calon presiden dan wakil presiden memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara pemilu dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia’. Selama kriteria itu tidak terpenuhi maka pilpres niscaya berlangsung dua putaran.
Namun, belum lagi pilpres digelar, ada pihak-pihak yang getol mewacanakan agar pemilu digelar satu putaran saja. Publik terus dijejali, dipaksa, dan di-fait accompli (ketentuan yang harus diterima) agar pilpres digelar satu putaran dengan alasan berbagai macam, termasuk penghematan anggaran. Ide ini jelas menyesatkan. Jika dipaksakan, selain mencederai demokrasi, hal ini jelas melanggar konstitusi.
Sebab, konstitusi amat gamblang menyebut bahwa dalam hal pilpres diikuti oleh lebih dari dua pasangan calon, dan tidak ada paslon yang meraih mayoritas mutlak, jalan keluarnya ialah pilpres ronde kedua. Di putaran kedua, hanya paslon peraih suara terbanyak pertama dan kedualah yang berhak berlaga.
Masyarakat tentu belum lupa dengan cara-cara terabas yang mengotak-atik aturan, seperti putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah syarat atau ketentuan seorang cawapres. Kini, ada lagi yang coba-coba memaksakan kehendak untuk menggelar pilpres satu putaran.
Mau kembali menabrak aturan? Jika ingin satu putaran, penuhilah syarat yang sudah ditentukan dalam aturan dan berkompetisilah secara sehat. Bukan dengan cara membentuk opini sesat nan menyesatkan bahwa satu putaran bakal hemat biaya dan garansi kelangsungan stabilitas.
Ingat, kedaulatan ada di tangan rakyat. Merekalah pemilik suara sesungguhnya yang berhak menentukan pemilu digelar satu atau dua putaran. Itu akan diketahui setelah penghitungan hasil pencoblosan di bilik suara, bukan berdasarkan hasil survei-survei, apalagi yang sudah dikondisikan. Jika memang percaya diri disukai rakyat, kenapa harus takut berkompetisi secara terhormat dan bermartabat?
Masyarakat juga jangan mau dikibuli dengan hasil-hasil survei yang tidak masuk akal. Amati dan cermati sepak terjang setiap kandidat. Jangan terbuai dengan angka-angka. Pastikan tiap-tiap kandidat berkompetisi secara sehat dan bermartabat. Sudah semestinya kontestasi ini berlangsung fair, diwarnai adu gagasan, bukan sekadar gimik atau memoles hasil statistik.
Ingat, yang memilih ialah rakyat dan yang mutlak harus ditaati ialah hukum yang mengatur pemilihan. Sesimpel itu, sesederhana itu.
Ongkos untuk menggelar pemilu memang sangat mahal. Namun, berapa pun mahalnya, harga itu memang harus dibayar oleh bangsa ini demi tercapai dan terpeliharanya negara yang demokratis. Pemilu dan demokrasi itu ibarat sekeping mata uang. Keduanya tidak bisa dipisahkan karena melalui pemilu yang jujur, adil, bebas, dan bersih itulah antara lain demokrasi ditegakkan, bukan dengan cara-cara yang menabrak etika dan aturan.
Masa depan bangsa ini ditentukan oleh rakyat. Merekalah yang berhak menentukan kepada siapa mandat diberikan. Tentu bukan kepada pihak-pihak yang melanggar etika dan aturan hanya demi sebuah syahwat kekuasaan.
Lagi pula, negeri ini sudah sejak 2004 menggelar kontestasi pilpres langsung semacam ini. Sudah semestinya pilpres berlangsung makin baik, kian bermartabat, dan tambah beradab. Bukan sebaliknya, diliputi rasa waswas, penuh manipulasi, intimidasi, serta poles sana poles sini.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved