Refleksi Diri Kasus All England

20/3/2021 05:00
Refleksi Diri Kasus All England
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

 

TIM bulu tangkis Indonesia ketiban sial. Hanya gara-gara berada satu pesawat dengan penumpang yang terbukti positif covid-19, mereka gagal menuntaskan turnamen bergengsi All England yang digelar di Birmingham, Inggris.

Sebanyak 20 dari 24 delegasi Indonesia yang bertolak ke negara itu mendapat e-mail pemberitahuan dari badan kesehatan Inggris, National Health Service (NHS), untuk segera melakukan isolasi selama 10 hari hingga 23 Maret. Akibatnya, seluruh pemain Indonesia tidak dapat melanjutkan pertandingan. Padahal, beberapa di antara mereka sudah sempat bertanding dan lolos ke babak 16 besar.

Wajar jika keputusan itu mengundang kemarahan rakyat yang amat mencintai olahraga ini. Menpora dan Komite Olahraga Nasional pun ikut mengecam Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) atas keputusan itu karena dianggap tidak adil dan diskriminatif.

BWF dianggap tidak profesional. Apalagi, menurut Ketua Umum PBSI Agung Firman, tim Indonesia sudah melakukan semua persiapan yang diperlukan, termasuk vaksinasi dan tes swab PCR kepada seluruh delegasi. Bahkan, di Birmingham pun mereka telah melakukan tes PCR dan hasilnya negatif. Anehnya, para pemain Denmark, Thailand, dan India yang sempat menunjukkan hasil tes positif bisa bertanding setelah tes kedua menunjukkan hasil negatif.

Kita tentu menghormati kebijakan yang dilakukan pemerintah Inggris dalam memutus rantai penyebaran virus korona yang kini menjadi wabah di hampir seluruh dunia. Namun, dalam kasus ini, semestinya mereka berlaku adil dan transparan. Apalagi, ini turnamen olahraga yang semestinya menjunjung sportivitas. Kita mendukung langkah pemerintah melalui Dubes Indonesia di Inggris, Desra Percaya, untuk meminta klarifikasi dan transparansi kepada otoritas kesehatan Inggris atas keputusan tersebut.

Coba lakukan tes sekali lagi kepada seluruh pemain, wasit, maupun mereka yang terlibat dalam turnamen ini. Jika memang ditemukan kasus positif, apalagi angkanya masif, turnamen ini sebaiknya dihentikan demi kemaslahatan dan keselamatan bersama. Toh, tahun lalu BWF pernah membatalkan sejumlah turnamen, seperti Swiss Open, India Open, dan Singapore Open, karena ekskalasi penyebaran covid-19 cenderung meningkat.

Jika memang angka penularan covid-19 di Inggris masih tinggi, kenapa pula memaksakan diri menggelar event ini? Toh, turnamen itu bisa ditunda tahun depan, atau jika memungkinkan digeser ke negara lain seperti Skotlandia atau Irlandia Utara, yang notabene masih bagian dari Britania Raya. Mungkin BWF bisa meniru langkah UEFA, yang menggeser laga Liverpool kontra Leipzig yang seharusnya digelar di Anfield, Liverpool ke Budapest, Hongaria.

All England, turnamen bulu tangkis tertua yang digelar sejak 1899, semestinya bisa dikelola lebih profesional. Di tengah pandemi covid-19 ini, seharusnya panitia penyelenggara mengantisipasi segala kemungkinan sedetail mungkin, termasuk memerintahkan pemain/peserta datang lebih awal sehingga ada spare waktu melakukan karantina, seperti yang dilakukan pada turnamen tenis Australia Terbuka atau kejuaraan bulu tangkis Thailand Open, bulan lalu.

Sportivitas adalah muruah dalam dunia olahraga. Spirit itu harus dijunjung tinggi oleh setiap pelakunya, entah itu atlet, wasit, ataupun penyelenggara pertandingan. Apa gunanya bertanding jika ada salah satu pihak yang merasa dirugikan. Dalam kasus ini, PBSI memang semestinya harus tegas meminta pertanggungjawaban BWF.

Tidak kalah pentingnya ialah seluruh pihak terkait di dalam negeri untuk menjadikan pengalaman menyakitkan Indonesia di All England itu sebagai bahan evaluasi tepat di tengah pandemi covid-19 yang masih terus berkecamuk.

Persiapan matang tidak hanya menyangkut performa para atlet. Paling penting lagi ialah apakah sudah memperhitungkan persyaratan lain seperti protokol kesehatan? Keselamatan tetap menjadi hukum tertinggi.



Berita Lainnya