Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
RASISME atau rasialisme sejatinya ialah kejahatan kemanusian. Apa pun bentuk dan wujudnya, perilaku rasialisme semestinya tidak diberi tempat. Karena sekali dia diberi ruang, praktik superioritas dan diskriminasi atas nama ras itu akan berkembang. Beranak pinak seolah sebuah praktik yang biasa.
Celakanya, di era media sosial, rasialisme justru seperti mendapat ruang baru. Berbarengan dengan maraknya ujaran kebencian, ucapan dan ujaran bernada rasis sering kita jumpai di lini-lini masa media sosial tanpa kita sadari. Boleh jadi bibit-bibit rasisme yang sesungguhnya tak pernah mati itu menemukan media tanam yang cocok, yaitu media sosial.
Ujaran rasial di akun Facebook Ambroncius Nababan yang menyandingkan foto mantan komisioner HAM Natalius Pigai dengan seekor gorila, baru-baru ini, hanyalah satu contoh betapa kini nilai-nilai kemanusiaan begitu mudah luntur melalui layar gawai. Kasus itu juga menunjukkan bahwa penghormatan terhadap kemanusian teramat gampang takluk oleh kebencian dan fanatisme kelompok.
Rasialisme merupakan masalah serius bangsa, karena itu negara tidak boleh diam. Perilaku rasisme harus dikutuk, rasialisme harus menjadi musuh bersama kemanusiaan. Tetapi, tak boleh berhenti sampai di situ, pada saat yang bersamaan pelakunya juga mesti dimintai pertanggungjawaban hukum.
Seperti juga terhadap korupsi, melawan rasisme tidak boleh lembek. Kelembekan hanya akan menyuburkan perilaku itu karena tidak menciptakan efek jera. Pada akhirnya praktik yang serupa akan terulang dan terulang lagi.
Gerak lumayan cepat dari kepolisian yang telah menetapkan Ambroncius Nababan sebagai tersangka, Selasa (26/1), perlu kita apresiasi dan berikan dukungan. Kecepatan itu perlu, tapi lebih dari itu, publik akan tetap menanti ketegas an proses penegakan hukum selanjutnya. Sebab, lagi-lagi mirip korupsi, pada dasarnya perilaku rasialisme tidak layak dihukum ringan.
Penegakan hukum yang cepat dan tepat dalam kasus ini mestinya bisa menjadi modal berharga buat pemerintah untuk mengurai akar masalah rasialisme di Tanah Air. Harus diakui dalam ta hun-tahun belakangan, kasus rasisme lebih kerap menimpa warga dan rakyat Papua.
Tentu kita masih terngiang kasus rasisme yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya, tahun lalu, yang ujung-ujungnya memicu gelombang protes dan demonstrasi besar-besaran di Papua.
Kita tidak ingin kasus ujaran rasial terakhir ini berujung sama atau bahkan dimanfaatkan demi kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Ingat, kasus rasialisme di mana pun, bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat, bagaikan bensin. Ia mudah disulut dan jika sudah membesar bakal sulit dimatikan.
Karena itu, sebelum ada api yang menyulut, kasus ujaran rasial yang dilakukan Ambroncius Nababan mesti dilokalisasi. Caranya, para penegak hukum, mulai polisi hingga hakim di pengadilan nanti, mesti menangani kasus ini secara profesional, proporsional, dan dengan ketegasan tingkat tinggi.
Wajah Indonesia bukanlah wajah rasialisme. Wajah Bumi Pertiwi yang sejati semestinya ialah wajah yang damai dan toleran. Demi wajah itu, dengan seluruh tangan dan perangkat yang dimiliki, negara punya tugas untuk menghapus stigma rasial dari bumi Indonesia.
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved