Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PARTAI Keadilan Sejahtera (PKS) menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu untuk pengisian anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota yang dapat diselenggarakan antara dua tahun hingga dua tahun enam bulan setelah pelantikan presiden, wakil presiden, DPR, dan DPD.
Ketua Badan Legislasi DPP PKS, Zainudin Paru, menegaskan, putusan tersebut berpotensi melanggar konstitusi dan melewati batas kewenangan MK. Menurutnya, keterpilihan anggota DPRD adalah hasil dari pemilu yang harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali, sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 1945.
“Perpanjangan masa jabatan anggota DPRD tanpa pemilu adalah bentuk tindakan inkonstitusional. Hal ini melanggar Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945, baik dari sisi waktu maupun subjek lembaga yang diatur,” tegas Zainudin dalam keterangan yang diterima Media Indonesia, Minggu (6/7).
Selain itu, ia menambahkan bahwa perubahan fundamental terhadap norma-norma konstitusi seharusnya menjadi kewenangan pembentuk Undang-Undang Dasar, bukan Mahkamah Konstitusi. Oleh karenanya, Zainudin menyebut bahwa melalui putusan ini, MK telah melangkah terlalu jauh.
“MK seolah-olah mengambil alih peran pembentuk UUD, padahal ranah itu bukan kewenangannya. Ini menjadi preseden buruk dalam sistem ketatanegaraan kita,” ujarnya.
Terkait Pilkada yang turut diatur dalam Putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024, Zainudin mengkritisi inkonsistensi Mahkamah. MK dinilai tidak memiliki posisi tetap mengenai apakah Pilkada masuk dalam rezim pemerintahan daerah atau kepemiluan.
“Putusan ini seharusnya masuk dalam ranah manajemen pemilu, bukan konstitusionalitas. Ketidakkonsistenan ini semakin memperlemah posisi hukum MK, apalagi dalam putusan sebelumnya No. 85/PUU-XX/2022, pilkada disamakan dengan pemilu,” ungkapnya.
Lebih jauh, Zainudin juga menyinggung mengenai model keserentakan pemilu yang seharusnya dikembalikan kepada pembentuk undang-undang melalui kebijakan hukum terbuka (open legal policy), sebagaimana ditegaskan dalam Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019.
“Meski pasal-pasal yang diuji dalam perkara ini belum secara eksplisit diubah, kenyataannya model keserentakan telah ditetapkan dan dijalankan pada 2024. Maka, pembentuk undang-undang perlu mengambil kembali fungsi legislasinya untuk memastikan pelaksanaan Pemilu sesuai dengan UUD 1945,” pungkasnya. (Dev/M-3)
Kegiatan di Ciloto itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan partai
PKS ingatkan Pemerintah jangan jumawa dengan Whoosh sehingga melupakan kereta konvensional.
Target tersebut tidak muluk-muluk mengingat semua elemen terus bergerak memenangkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 1 itu
PKS menjadi peraih kursi terbanyak di DPRD Kota Cimahi dengan meloloskan sembilan kader.
Komposisi calon anggota dewan yang terpilih masih didominasi wajah lama dengan perbandingan 27 orang anggota DPRD periode 2019-2024 dan sisanya 23 orang merupakan wajah-wajah baru.
PASANGAN calon gubernur dan wakil gubernur Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie siap berkontes di Pilgub Jawa Barat 2024.
Pemisahan pemilu nasional dan lokal membuat pemilu lebih tertata dan pemilu lebih fokus
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizami Karsayuda menghargai putusan MK terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal
Eddy mengatakan biasanya anggota DPR, DPRD provinsi, serta kabupaten/kota dapat bekerja secara tandem untuk sukses di pemilu serentak
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah menyalahi aturan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Jazuli menegaskan DPR akan menindaklanjuti putusan tersebut dalam bentuk revisi terhadap Undang-Undang Pemilu dan Pilkada.
Putusan MK ini menjadi representasi kehadiran negara dalam pemenuhan hak hidup dan hak atas kesehatan yang lebih baik bagi petugas pemilu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved