Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pemerintah Bahas Implikasi Presidential Threshold

Kautsar Widya Prabowo (Medcom.id)
03/1/2025 13:25
Pemerintah Bahas Implikasi Presidential Threshold
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra (tengah).(MGN)

MENTERI Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold 20%. Pemerintah akan membahas implikasinya terhadap pengaturan pelaksanaan Pilpres 2029.

"Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, maka Pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR," ujar Yusril dalam keterangan tertulis, Jumat (3/1).

Yusril memastikan pemerintah juga melibatkan seluruh pihak terkait. Mulai dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga pegiat pemilu.

"Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat Pemilu dan masyarakat tentu akan dilbatkan dalam pembahasan itu nantinya," bebernya.

Menko Yusril menegaskan, semua pihak tidak dapat melakukan upaya hukum apapun terhadap putusan MK. Sebab, putusan MK bersifat final dan mengikat.

"MK berwenang menguji norma undang-undang dan berwenang pula menyatakannya bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tandasnya.

MK mengabulkan gugatan terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold 20%. Dengan putusan ini, ambang batas pencalonan presiden menjadi 0.

Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025). Perkara tersebut terregistrasi dalam perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo dilansir dari Website MK pada Kamis, 2 Januari 2025. (Bob/I-2)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana
Berita Lainnya