Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak uji formil atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE). Menindaklanjuti itu, Kementerian Kehutanan (Kemehut) berjanji segera menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah.
Uji formil atas undang-undang tersebut diajukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) (Pemohon I), Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) (Pemohon II), Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) (pemohon III), dan Mikael Ane (Pemohon IV).
Para pihak tersebut mengajukan permohonan pengujian yang perkaranya terdaftar di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi dengan (Registrasi Nomor 132/PUU-XXII/2025). Para pemohon menilai bahwa proses pembentukan Undang-Undang tersebut tidak melibatkan pihak-pihak terkait dalam hal ini para Pemohon.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Satyawan Pudyatmoko menggarisbawahi jika Keputusan MK menolak mengabulkan uji formil UU 32/2024 menjadi jalan dalam menyusun aturan-aturan perundangan turunan. Aturan itu ditargetkan akan rampung satu tahun kedepan sesuai amanat keputusan itu.
Ia mengatakan latar belakang revisi Undang-Undang 5 tahun 1990 yang umurnya sudah lebih dari 34 tahun untuk penguatan, bukan perubahan pengelolaan konservasi di Indonesia.
"Ini adalah penguatan yang kita lakukan terhadap Undang-Undang 5 tahun 1990," ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Kamis (24/7).
Satyawan mengatakan hal yang diperkuat dalam UU Konservasi untuk menghadapi semakin kompleksnya permasalahan konservasi di Indonesia. Selain itu, sambung dia, ada hal yang perlu diakomodasi seperti konvensi-konvensi internasional, pembagian peran pemerintah daerah dan masyarakat, penegakan hukum berupa sanksi pidana yang terlalu ringan dan juga soal pendanaan konservasi.
"Memang ada beberapa penguatan yang ingin kita masukkan dalam rangka untuk menghadapi semakin kompleksnya permasalahan konservasi di Indonesia," jelasnya.
Majelis Hakim Konstitusi memutus perkara permohonan pengujian formil atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya pada 17 Juli 2025. Adapun amar putusannya menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya, dengan beberapa pertimbangan hukum, sebagai berikut:
UU 32/2024 dinilai majelis telah memenuhi asas kejelasan tujuan dan disusun secara proporsional. Tujuan undang-undang ini, antara lain,tegas Mahkamah, untuk meningkatkan konservasi sumber daya alam hayati serta memberikan ruang bagi peran serta masyarakat hukum adat, yang sebelumnya tidak diatur secara eksplisit dalam UU 5/1990.
Selain empat pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah menilai terkait kekhawatiran para Pemohon mengenai rumusan norma yang dinilai tidak jelas dan membuka ruang interpretasi, bukan merupakan ranah pengujian formil, melainkan pengujian materiil.
Oleh karena itu, dalil para Pemohon mengenai cacat formil pembentukan UU KSDAHE karena tidak memenuhi asas kedayagunaan dan kehasilgunaan. Oleh karena itu gugatan tersebut tidak beralasan menurut hukum.
Meskipun demikian, terkait substansi masyarakat hukum adat, hakim menyatakan bahwa pengakuan terhadap masyarakat hukum adat telah tercantum secara eksplisit dalam Pasal 37 ayat (3) dan (4) UU 32/2024, termasuk dalam bagian Penjelasan Umum undang-undang tersebut.
Dijelaskan bahwa penggunaan istilah 'masyarakat' dalam UU 32/2024 mencakup pula 'masyarakat hukum adat', yang pengaturan secara lebih rinci akan diatur dalam RUU Masyarakat Hukum Adat yang telah masuk dalam Prolegnas Prioritas.
"Proses persidangan Mahkamah Konstitusi ini akan menjadi pembelajaran bagi Pemerintah, khususnya bagi Kementerian Kehutanan dalam menyusun Peraturan Perundang-undangan ke depan, seperti yang saat ini sedang berproses yaitu Revisi UU Nomor 41 Tahun 1999," ujarnya.
Dissenting Hakim Konstitusi
Dalam putusan, terdapat dissenting opinion (pendapat berbeda) yang disampaikan Hakim Konstitusi Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Saldi Isra yang menilai memang terdapat fakta proses pembahasan UU 32/2024 dilakukan secara tertutup tanpa disertai alasan valid yang berdampak pada pengabaian asas keterbukaan dan keterlibatan publik dalam mewujudkan prinsip meaningful participation. (H-4)
MK mengatakan selama ini terdapat perbedaan atau ketidaksinkronan peran Bawaslu dalam menangani pelanggaran administrasi pemilu dengan pelanggaran administrasi pilkada.
Beleid itu juga bisa memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang menyusahkan penyidik sampai jaksa, dalam menangani perkara.
Jika tidak terdapat pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 30%, maka dilakukan pemilihan putaran kedua.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menasihati Pemohon agar menguraikan syarat-syarat kerugian atas berlakunya norma yang diujikan pada permohonannya.
Ada pula tantangan untuk memastikan para pencipta lagu dan musisi mendapatkan royalti dari penggunaan karya cipta mereka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved