JAKSA penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami penggeledahan yang dilakukan tim pemeriksa pajak dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ke ruangan Finance Manager PT Gunung Madu Plantations (GMP) Teh Cho Pong terkait pemeriksaan tahun pajak 2016. Peristiwa yang terjadi pada November 2017 itu ditanyakan melalui bekas staf pajak GMP Budi Sih Mulyo dan Manajer Konsultan Pajak Foresight Naufal Binnur.
Budi dan Naufal dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap pemeriksaan pajak dengan terdakwa Angin Priyatno Aji selaku mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagaihan DJP serta Dadan Ramdani yang merupakan mantan Kepal Sub Direktorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan DJP. Budi membenarkan bahwa tim pemeriksa pajak DJP masuk ke ruangan Teh saat melakukan pemeriksaan lapangan ke lokasi GMP di Lampung.
Menurutnya, tim pemeriksa pajak mengambil berkas yang banyak. Jaksa KPK meyakini berkas yang diambil dari ruang Teh terkait PT Pemuka Saksi Manis Indah, perusahaan yang masih terafiliasi dengan GMP. Budi juga mengakui pihaknya keberatan dengan upaya tim pajak mengambil berkas Pemuka Saksi Manis Indah. "Karena yang diperiksa Gunung Madu, bukan PSM (Pemuka Saksi Manis Indah)," kata Budi di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (9/11).
Usai pemeriksaan lapangan yang dilakukan tim pajak, Budi menyebut selanjutnya GMP melakukan koordinasi dengan Foresight, perusahaan konsultan pajak yang dipakai GMP.
Di sisi lain, disinggung sempat terjadi keributan saat tim pajak menggeledah ruangan Teh, Naufal membantahnya. Kendati demikian, ia mengakui bahwa pihak GMP sedikit keberatan dengan penggeledahan tersebut. Sebab, proses penggeledahan dilakukan sore hari saat para karyawan GMP yang berada di ruangan finance and accounting sudah pulang. Naufal ikut mendampingi tim pajak selama di Lampung.
"Karena sudah sore dan hampir semua staf di ruangan finance and accounting sudah tidak ada orang. Jadi pihak GMP sedkiti keberatan. Yang tahu dokumennya itu. Takutnya ada dokumen yang kececer," ujar Naufal.
Terkait dokumen PT Pemuka Sakti Manis Indah yang diambil tim pajak dari ruangan Teh, Naufal mengaku tidak mengingatnya. Tim pemeriksa pajak dari DJP yang turun memeriksa kantor GMP terdiri dari Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian.
Selain data yang diperlukan terkait pemeriksaan pajak, tim juga menemukan catatan di ruang kerja Teh yang menginstruksikan untuk dilakukan rekayasa invoice yang dikeluarkan oleh GMP. Hal itu terungkap dalam surat dakwaan Angin dan Dadan yang disusun jaksa KPK.
Dalam perkara ini, tim pajak DJP mengeluarkan Laporan Hasil Pajak (LHP) GMP untuk tahun pajak 2016 sebesar Rp19,821 miliar. Menurut jaksa KPK, angka itu sudah disesuaikan dengan campur tangan konsultan pajak Foresight. Atas rekayasa tersebut, GMP bersedia membayar fee pemeriksa sebesar Rp10 miliar.
Namun, Angin meminta agar fee tersebut dinaikkan. Akhirnya, GMP sepakat menyetujui fee sejumlah Rp15 miliar. Surat dakwaan yang disusun jaksa KPK menyebut bahwa uang tersebut dikirim dari Lampung ke Jakarta melalui jalur darat dengan tiga mobil oleh enam karyawan GMP.
Baca juga: KPK Dalami Peran Haji Isam soal Suap Pajak PT Jhonlin
Uang itu diterima di Jakarta oleh Yulmanizar di parkiran Hotel Kartika Chandra pada Januari 2018. Sebelum dialirkan, Angin memerintah Wawan melalui Dadan untuk menukarkan yang tersebut ke dalam mata uang dolar Singapura. Dari jumlah S$1,5 juta, sebanyak S$750 ribu menjadi bagian Angin dan Dadan, sedangkan sisanya dibagi rata ke tim pemeriksa. (OL-14)