Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya. Salah satu yang menarik, tapi memilukan, yang terjadi pada tahun ini ialah lesunya penjualan hewan kurban. Di mana-mana muncul keluhan serupa dari para pedagang sapi, kambing, domba. Rasanya seperti mendengarkan kor nyanyian kepedihan.
Saking lesunya, para penjual hewan kurban selalu berharap ada keajaiban di detik-detik akhir. Khususnya pada hari tasyrik, 13 Zulhijah, yang tahun ini jatuh pada Senin, 9 Juni 2025. Hari ketiga tasyrik merupakan hari terakhir penyembelihan hewan kurban. Di luar itu, penyembelihan hewan kurban tidak sah, alias tidak dihitung sebagai bagian dari kurban, tapi dianggap sedekah biasa.
Namun, keajaiban itu seolah masih tetap sebuah keajaiban. Ia belum bermetamorfosis menjadi kenyataan. Kiranya doa-doa para pedagang domba sebagian masih tersimpan di 'langit', belum tercurah ke bumi. Bahkan, sebagaimana diberitakan dalam harian ini, para pedagang hewan korban sampai berharap keajaiban itu datang dari gaji ke-13 para aparat sipil negara (ASN) ataupun pensiunan ASN. Padahal, dari skema yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, gaji ke-13 yang dicairkan pada awal Juni ini, hingga tuntas hari tasyrik lusa, ialah baru untuk pensiunan, yang jumlahnya tidak sebanyak ASN.
Gejala apa ini? Tidak susah menganalisisnya. Jawabnya hampir pasti itu karena merosotnya daya beli masyarakat. Tanda-tanda ke arah itu sudah bisa dibaca sejak Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kita pada Januari hingga Maret hanya 4,87%, alias meleset dari target di 5%. Apalagi, hubungan antara daya beli dan pertumbuhan ekonomi di negeri ini amat erat.
Seerat apa? Lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi kita ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Itu artinya, sangat tergantung pada kuat atau lemahnya daya beli. Jika ingin pertumbuhan ekonomi melaju kencang, daya beli sebagai motor konsumsi mesti kuat. Bila daya beli merosot, orang akan menahan mengonsumsi hal-hal di luar kebutuhan dasar.
Akibatnya, bila tahun lalu mereka masih bisa membeli seekor kambing untuk berkurban, tahun ini terpaksa tidak ikut ambil bagian. Walhasil, pedagang hewan kurban mengalami penurunan permintaan, rata-rata di angka 20% hingga 30%.
Namun, kurban tetap menyimpan kisah klasik menarik. Selain lesunya penjualan hewan kurban, Idul Adha selalu jadi momen bagi telinga kita untuk mendengar nasihat-nasihat baik. Para khatib di atas mimbar selalu mengulang pesan-pesan klasik, ada yang dengan bahasa sama, setengah berbeda, hingga berbeda sama sekali. Intinya mereka mengatakan bahwa Idul Adha yang ditandai dengan berkurban ialah kesadaran kita akan dua dimensi keimanan: ketaatan vertikal dan kesadaran sosial kemanusiaan.
Idul Adha merupakan hari ketika umat Islam melaksanakan ibadah berkurban bagi yang mampu sebagai wujud ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ibadah tersebut mengandung makna yang lebih mendalam ketimbang sekadar menyisihkan harta untuk berkurban kambing, sapi, unta, atau hewan ternak lainnya.
Dalam ibadah yang kental dengan spirit pengorbanan itu, ada prinsip kesetaraan dan semangat berbagi. Setelah hewan kurban disembelih, sebagian daging hewan akan diserahkan kembali ke orang yang berkurban. Sisanya, dibagi-bagikan kepada orang-orang di sekitar, khususnya keluarga yang tidak mampu, baik muslim maupun nonmuslim.
Semua orang di lingkungan orang-orang yang berkurban bisa bersama-sama menikmati daging hewan kurban. Prinsip kesetaraan tersebut merupakan kepanjangan dari prinsip serupa yang dijunjung dalam prosesi puncak haji, yakni wukuf di Padang Arafah. Ketika wukuf, semua jemaah tidak hanya memakai pakaian yang serupa dalam kebersahajaan, tetapi juga di hadapan sang Penguasa Alam, mereka semua setara. Yang membedakan hanya derajat keimanan dan ketakwaan.
Wukuf selalu diikuti dengan pelaksanaan penyembelihan hewan kurban dari dam atau denda berupa hewan kurban yang diserahkan jemaah haji. Pada hari yang sama pula hingga batas tiga hari berikutnya, umat muslim di seluruh dunia dianjurkan berkurban.
Itulah pesan-pesan yang terus direpetisi, tapi tak pernah kehilangan relevansi. Pesan itu sudah berabad-abad, tapi tak pernah usang. Begitu juga di negeri ini. Pesan tentang pentingnya spirit pengorbanan terus menggema. Pengorbanan idealnya tidak lepas dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Berkorban berarti merelakan apa yang menjadi kesayangan atau bahkan mengesampingkan ambisi pribadi demi kepentingan yang lebih luas.
Di tengah elite yang terkena sindrom senang berburu rente nyaris tanpa batas, pesan-pesan para pengkhotbah Idul Adha itu tak kenal kata usang. Bagi saya, selama 'drama' ketamakan masih kerap menghiasi perjalanan kehidupan bangsa ini, selama itu pula negeri ini butuh penyeru, pendengung, pengkhotbah yang mengingatkan betapa spirit pengorbanan masih amat jauh panggang dari api.
Kata pemikir kebangsaan Yudi Latif, kecintaan pada kebenaran dan kemanusiaan akan diuji dengan kesediaan melakukan pengorbanan, yang dalam peringatan Idul Adha dilambangkan dengan penyembelihan hewan kurban. Pengorbanan inilah yang merupakan fase tertinggi dan terberat dalam perjuangan, seberat Ibrahim yang harus mengorbankan anak yang dicintainya, Ismail. Pengetahuan, kesadaran, dan cinta tanpa pengorbanan tak mungkin mendapatkan hasil yang diinginkan.
Keimanan sejati harus dibuktikan dalam kesediaan melakukan pengorbanan. Diperlukan tekad dan keberanian untuk melakukan penyembelihan: menyembelih hasrat korup demi kesehatan negara, menyembelih keserakahan demi kesetaraan, menyembelih elitisme demi penguatan kerakyatan, menyembelih komunalisme demi solidaritas kewargaan, menyembelih pemborosan demi kelestarian, menyembelih hedonisme demi produktivitas, menyembelih kekerasan demi kebahagiaan hidup bersama.
KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.
ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.
BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved