Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya. Salah satu yang menarik, tapi memilukan, yang terjadi pada tahun ini ialah lesunya penjualan hewan kurban. Di mana-mana muncul keluhan serupa dari para pedagang sapi, kambing, domba. Rasanya seperti mendengarkan kor nyanyian kepedihan.
Saking lesunya, para penjual hewan kurban selalu berharap ada keajaiban di detik-detik akhir. Khususnya pada hari tasyrik, 13 Zulhijah, yang tahun ini jatuh pada Senin, 9 Juni 2025. Hari ketiga tasyrik merupakan hari terakhir penyembelihan hewan kurban. Di luar itu, penyembelihan hewan kurban tidak sah, alias tidak dihitung sebagai bagian dari kurban, tapi dianggap sedekah biasa.
Namun, keajaiban itu seolah masih tetap sebuah keajaiban. Ia belum bermetamorfosis menjadi kenyataan. Kiranya doa-doa para pedagang domba sebagian masih tersimpan di 'langit', belum tercurah ke bumi. Bahkan, sebagaimana diberitakan dalam harian ini, para pedagang hewan korban sampai berharap keajaiban itu datang dari gaji ke-13 para aparat sipil negara (ASN) ataupun pensiunan ASN. Padahal, dari skema yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, gaji ke-13 yang dicairkan pada awal Juni ini, hingga tuntas hari tasyrik lusa, ialah baru untuk pensiunan, yang jumlahnya tidak sebanyak ASN.
Gejala apa ini? Tidak susah menganalisisnya. Jawabnya hampir pasti itu karena merosotnya daya beli masyarakat. Tanda-tanda ke arah itu sudah bisa dibaca sejak Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kita pada Januari hingga Maret hanya 4,87%, alias meleset dari target di 5%. Apalagi, hubungan antara daya beli dan pertumbuhan ekonomi di negeri ini amat erat.
Seerat apa? Lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi kita ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Itu artinya, sangat tergantung pada kuat atau lemahnya daya beli. Jika ingin pertumbuhan ekonomi melaju kencang, daya beli sebagai motor konsumsi mesti kuat. Bila daya beli merosot, orang akan menahan mengonsumsi hal-hal di luar kebutuhan dasar.
Akibatnya, bila tahun lalu mereka masih bisa membeli seekor kambing untuk berkurban, tahun ini terpaksa tidak ikut ambil bagian. Walhasil, pedagang hewan kurban mengalami penurunan permintaan, rata-rata di angka 20% hingga 30%.
Namun, kurban tetap menyimpan kisah klasik menarik. Selain lesunya penjualan hewan kurban, Idul Adha selalu jadi momen bagi telinga kita untuk mendengar nasihat-nasihat baik. Para khatib di atas mimbar selalu mengulang pesan-pesan klasik, ada yang dengan bahasa sama, setengah berbeda, hingga berbeda sama sekali. Intinya mereka mengatakan bahwa Idul Adha yang ditandai dengan berkurban ialah kesadaran kita akan dua dimensi keimanan: ketaatan vertikal dan kesadaran sosial kemanusiaan.
Idul Adha merupakan hari ketika umat Islam melaksanakan ibadah berkurban bagi yang mampu sebagai wujud ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ibadah tersebut mengandung makna yang lebih mendalam ketimbang sekadar menyisihkan harta untuk berkurban kambing, sapi, unta, atau hewan ternak lainnya.
Dalam ibadah yang kental dengan spirit pengorbanan itu, ada prinsip kesetaraan dan semangat berbagi. Setelah hewan kurban disembelih, sebagian daging hewan akan diserahkan kembali ke orang yang berkurban. Sisanya, dibagi-bagikan kepada orang-orang di sekitar, khususnya keluarga yang tidak mampu, baik muslim maupun nonmuslim.
Semua orang di lingkungan orang-orang yang berkurban bisa bersama-sama menikmati daging hewan kurban. Prinsip kesetaraan tersebut merupakan kepanjangan dari prinsip serupa yang dijunjung dalam prosesi puncak haji, yakni wukuf di Padang Arafah. Ketika wukuf, semua jemaah tidak hanya memakai pakaian yang serupa dalam kebersahajaan, tetapi juga di hadapan sang Penguasa Alam, mereka semua setara. Yang membedakan hanya derajat keimanan dan ketakwaan.
Wukuf selalu diikuti dengan pelaksanaan penyembelihan hewan kurban dari dam atau denda berupa hewan kurban yang diserahkan jemaah haji. Pada hari yang sama pula hingga batas tiga hari berikutnya, umat muslim di seluruh dunia dianjurkan berkurban.
Itulah pesan-pesan yang terus direpetisi, tapi tak pernah kehilangan relevansi. Pesan itu sudah berabad-abad, tapi tak pernah usang. Begitu juga di negeri ini. Pesan tentang pentingnya spirit pengorbanan terus menggema. Pengorbanan idealnya tidak lepas dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Berkorban berarti merelakan apa yang menjadi kesayangan atau bahkan mengesampingkan ambisi pribadi demi kepentingan yang lebih luas.
Di tengah elite yang terkena sindrom senang berburu rente nyaris tanpa batas, pesan-pesan para pengkhotbah Idul Adha itu tak kenal kata usang. Bagi saya, selama 'drama' ketamakan masih kerap menghiasi perjalanan kehidupan bangsa ini, selama itu pula negeri ini butuh penyeru, pendengung, pengkhotbah yang mengingatkan betapa spirit pengorbanan masih amat jauh panggang dari api.
Kata pemikir kebangsaan Yudi Latif, kecintaan pada kebenaran dan kemanusiaan akan diuji dengan kesediaan melakukan pengorbanan, yang dalam peringatan Idul Adha dilambangkan dengan penyembelihan hewan kurban. Pengorbanan inilah yang merupakan fase tertinggi dan terberat dalam perjuangan, seberat Ibrahim yang harus mengorbankan anak yang dicintainya, Ismail. Pengetahuan, kesadaran, dan cinta tanpa pengorbanan tak mungkin mendapatkan hasil yang diinginkan.
Keimanan sejati harus dibuktikan dalam kesediaan melakukan pengorbanan. Diperlukan tekad dan keberanian untuk melakukan penyembelihan: menyembelih hasrat korup demi kesehatan negara, menyembelih keserakahan demi kesetaraan, menyembelih elitisme demi penguatan kerakyatan, menyembelih komunalisme demi solidaritas kewargaan, menyembelih pemborosan demi kelestarian, menyembelih hedonisme demi produktivitas, menyembelih kekerasan demi kebahagiaan hidup bersama.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.
APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.
MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.
"LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.
SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved