Headline

Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.

Kemerdekaan dan Peradaban

14/8/2024 05:00
Kemerdekaan dan Peradaban
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/EBET)

SEORANG kawan bertanya kepada saya: apakah di usia kemerdekaan yang ke-79 tahun ini, negeri ini sudah sukses membentuk peradaban? Atau, jangan-jangan angan-angan mencecap keunggulan peradaban itu kian jauh dari kenyataan Indonesia kekinian?

Saya tidak tahu persis ke mana arah pertanyaan itu hendak dituju. Atau, seriuskah dia dengan pertanyaan itu? Jangan-jangan ia hendak menyindir. Ah, sudahlah. Enggak terlalu penting apa maksud di balik pertanyaan itu. Jauh lebih penting ialah substansi pertanyaan itu.

Satu hal yang pasti, pertanyaan itu membuat saya merenung, berpikir, dan tidak buru-buru menjawab. Takut kepleset. Di tengah permenungan itu, tiba-tiba di grup pertukaran gagasan dan percakapan pesan yang saya ikuti, meluncur sebuah tulisan pendek tapi padat dari seorang pemikir dan pelahap buku-buku: Hamid Basyaib. Di grup itu, dia menulis Kapan Peradaban Bermula?.

Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Enak?

Tentu, saya amat terbantu dalam menjawab pertanyaan seorang teman soal kemerdekaan dan capaian peradaban itu. Hamid mengutip kisah antropolog Margaret Mead yang pernah mengajar di Columbia University Amerika Serikat.

Suatu hari, Mead pernah ditanya seorang mahasiswanya apa yang ia anggap sebagai tanda pertama peradaban dalam sebuah kebudayaan. Mahasiswa itu mengharap Mead bicara tentang kail ikan, pot tanah liat, atau batu penggiling yang lazim ditemukan para peneliti sebagai tonggak peradaban.

Tapi tidak. Mead mengatakan tanda pertama peradaban dalam budaya kuno ialah tulang paha (femur) yang telah patah dan kemudian sembuh. Ia menjelaskan bahwa dalam kerajaan hewan, jika kau patah kaki, kau akan mati.

Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo

Kau tidak bisa lari dari bahaya, tak bisa pergi ke sungai untuk minum, atau untuk berburu makanan. Kau hanya akan menjadi mangsa bagi binatang buas yang selalu mengintai. Tidak ada hewan patah kaki yang mampu bertahan hidup cukup lama hingga tulang pahanya sembuh. Ia pasti keburu dimangsa hewan ganas sebelum pulih.

Femur yang patah kemudian sembuh adalah bukti bahwa seseorang telah meluangkan waktu untuk tinggal bersama orang yang patah kaki itu. Ada orang yang telah membalut lukanya, membawa orang tersebut ke tempat yang aman, dan merawatnya hingga pulih.

“Membantu orang lain melewati kesulitan itulah saat peradaban dimulai,” kata Mead, seperti ditulis Ira Robert Byock, penulis sekaligus dokter Amerika. “Kita berada pada kondisi terbaik ketika kita membantu orang lain."

Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas

Jadi, tombak besi, kendi keramik, dan benda-benda yang selama ini lazim disebut sebagai penanda peradaban itu ialah artefak, atau hanya aspek fisis dari permulaan peradaban. 'Awal dan inti peradaban adalah compassion, kesediaan menolong orang lain', tulis Hamid.

Dengan merujuk itu, setidaknya ada tolok ukur sampai di mana tingkat peradaban berhasil negeri ini capai. Apakah 'kesediaan menolong yang lain' bahkan sudah meningkat menjadi 'menghasilkan sebanyak-banyaknya manfaat bagi orang lain'? Atau, sebagian kita bahkan cenderung 'abai terhadap orang lain', bahkan 'mengorbankan orang lain untuk kepentingan individu'?

Jika gejala terakhir yang terjadi, sulit rasanya untuk berkata kita sudah menuju puncak peradaban. Malah, bisa-bisa kita sedang tergelincir di papan bawah peradaban. Terlalu banyak soal menumpuk tanpa sanggup tuntas untuk diurai.

Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024

Saya jadi teringat sejarah ketika usia kemerdekaan kita baru tiga tahun. Bung Karno, sang proklamator, sudah mengingatkan bahwa kemerdekaan bukanlah akhir segalanya. Kemerdekaan justru merupakan permulaan yang membangkitkan tantangan sekaligus menuntut jawaban.

Dalam pidatonya yang diberi judul Seluruh Nusantara Berjiwa Republik pada 17 Agustus 1948, Bung Karno mengingatkan, "Kemerdekaan tidak menyudahi soal-soal, kemerdekaan malah membangunkan soal-soal; tetapi kemerdekaan juga memberi jalan untuk memecahkan soal-soal itu. Hanya ketidakmerdekaanlah yang tidak memberi jalan untuk memecahkan soal-soal. Rumah kita dikepung, rumah kita hendak dihancurkan. Bersatulah! Bhinneka Tunggal Ika. Kalau mau dipersatukan, tentulah bersatu pula!"

Kemerdekaan menuntut banyak hal, yang hanya bisa dipenuhi jiwa merdeka. Namun, di sinilah letak paradoks Indonesia masa kini. Di satu sisi, ledakan kebebasan membangkitkan harapan rakyat akan kehidupan yang lebih baik, lebih adil, lebih sejahtera. Namun, kenyataannya, sebagian janji meraih kebaikan, keadilan, dan kesejahteraan itu bergerak seperti siput.

Kehidupan untuk mendatangkan manfaat sebesar-besarnya bagi orang lain sebagai penanda gerbang peradaban mulai terlihat remang-remang. Maka jalan untuk memecahkan soal-soal sebagaimana amanat kemerdekaan pun makin terjal. 'Kaki kemerdekaan' kita sepertinya sarat beban sehingga kita tidak kunjung melesat. Daftar soal kian berderet, sedangkan laci solusi kian kosong.

Masih banyak janji kemerdekaan yang belum tuntas dan lunas. Sebagian janji memang sudah dilunasi. Namun, sebagian janji lainnya dirasakan jalan di tempat, bahkan mungkin putar arah dan mundur. Ada beberapa jalan yang melenceng, tapi belum kembali ke arah yang benar walau sudah berulang diteriakkan.

Semoga masih ada kemampuan menggapai puncak peradaban karena masih ada yang mau mendengar teriakan.



Berita Lainnya
  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).