Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Jahatnya Perundungan

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
06/7/2023 05:00
Jahatnya Perundungan
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SELEMBAR kertas putih yang masih halus diremas-remas. Sedikit demi sedikit, sampai akhirnya seluruh bagian kertas itu teremas dan tergulung seperti bentuk bola. Sesaat kemudian, remasan atau gulungan kertas itu dibuka, coba dikembalikan ke bentuk awalnya, yaitu lembaran kertas.

Bisakah kertas itu kembali menjadi bentuk lembaran? Bisa. Akan tetapi, apakah lembaran itu dapat kembali putih mulus seperti semula? Tentu saja tidak. Jejak-jejak remasan akan tetap tertinggal. Tidak segampang itu dihilangkan. Bahkan dengan usaha maksimal pun, misalnya dengan menyetrika kertas tersebut, hasilnya tidak akan semulus kondisi awal. Bekas kotoran dan kerutannya akan tetap tampak.

Peragaan dengan medium kertas itu sering dipakai untuk menggambarkan betapa jahatnya perundungan (bullying), terutama terhadap anak-anak di bawah umur. Dampak dan akibatnya, tanpa kita sadari, sangat dahsyat. Sekali, apalagi kalau berkali-kali, anak jadi korban perundungan, jejak lukanya akan terus membekas.

Luka itulah yang pada akhirnya akan memunculkan beragam reaksi. Yang paling minimal, si anak akan kehilangan kepercayaan diri, minder, dan kemudian memilih untuk menjauh dari pergaulan, menyendiri. Dampak terparahnya, jika luka itu sudah begitu dalam dan terus terakumulasi dalam waktu yang lama, yang bakal muncul ialah rasa dendam.

Ketika sudah timbul rasa dendam, apa pun bisa terjadi karena dendam berjarak sangat dekat dengan kekerasan dan kejahatan. Seperti dikatakan filsuf asal Inggris, Simon Critchley (2011). "Balas dendam adalah suatu hasrat untuk membalas suatu luka ataupun kesalahan yang diciptakan orang lain, dan seringkali dengan jalan kekerasan.”

Apa yang dialami R, anak berusia 13 tahun siswa kelas VII sebuah SMP negeri di Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, ialah contoh nyata bagaimana dampak yang menumpuk karena perundungan bisa berakibat sangat fatal. R sepertinya memupuk dendam karena selama ini ia kerap dirundung teman-teman sekolahnya.

Ia marah, sakit hati, karena apa yang dia alami tidak mendapat empati dan dukungan dari sekolah. Bahkan, menurut pengakuannya, gurunya pun tak jarang ikut memojokkan dan mempermalukannya saat ia mengadukan kelakuan teman-temannya. Karena itu, menumpuklah rasa marah itu menjadi dendam kesumat.

Puncaknya terjadi pada Selasa (27/6), sekitar pukul 02.00 WIB, ia datang ke sekolahnya dengan membawa tiga botol molotov. Tujuannya satu, membakar sekolahnya sendiri. Dendamnya meletup bersama molotov yang akhirnya menghanguskan bangunan tempat ia selama ini menimba ilmu. Bisa dibayangkan betapa besar amarah dan dendam R sehingga ia bisa melakukan tindakan yang bahkan oleh orang dewasa sekalipun mungkin tidak pernah terpikirkan.

Saya tidak ingin mengatakan apa yang dilakukan R itu benar. Bagaimanapun membakar sekolah tetaplah sebuah kekerasan. Silakan saja polisi memprosesnya, tentu dengan batasan-batasan perlakuan terhadap pelaku yang masih di bawah umur. Ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang mengatur perlakuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).

Sayangnya, di awal penanganan kasus itu saja polisi sudah bertindak berlebihan sekaligus memalukan. Tanpa segan mereka memboyong R ke konferensi pers dengan mengenakan penutup kepala sembari dikawal polisi bersenjata laras panjang. Anak itu bukan teroris, bukan bandar narkoba, bukan pula penggarong uang rakyat. Umur dia bahkan masih 13 tahun, tapi kenapa diperlakukan seperti itu?

Tragis benar nasib R. Meskipun Kapolda Jawa Tengah telah meminta maaf atas perlakuan Polres Temanggung terhadap R dalam konferensi pers tersebut, itu sudah kadung menunjukkan ketidakadilan sepertinya memang akrab dengan R. Sudah tak mendapat empati dari lingkungan sekolah terkait dengan perundungan yang menimpanya, kini polisi pun memperlakukannya dengan nirempati.

Jangan lupa, R pada sisi yang lain sesungguhnya ialah korban. Ia mungkin patut dihukum atas kejahatannya, tapi semestinya ia juga layak mendapat perlindungan sebagai korban di kejahatan yang lain. Sekarang ia memang jadi pelaku kejahatan (pembakaran), tapi sebelumnya, bahkan jauh sebelumnya, ia korban perundungan. Boleh jadi kalau ia tidak jadi korban perundungan, ia juga tidak akan membakar sekolahnya sendiri. Artinya, hulu persoalan inilah yang mesti diselesaikan.

Kolaborasi negara dan masyarakat kiranya menjadi penting untuk menciptakan ruang-ruang pencegahan sekaligus perlindungan bagi korban perundungan. Sedari sekarang. Jangan ditunda-tunda lagi.

Menunda-nunda aksi hanya akan membuat perundungan semakin merajalela, yang dampaknya tidak saja berpotensi memunculkan kekerasan baru seperti yang dilakukan R, tapi juga yang lebih tragis, seperti bunuh diri atau depresi yang berujung kematian.



Berita Lainnya
  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik