Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.
KOMISI II DPR RI bersama pemerintah dan lembaga penyelenggara pemilu telah menyetuji draf revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8/2024 yang mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pencalonan kepala daerah dalam rapat dengar pendapat yang digelar Minggu (25/8), dua hari sebelum pendaftaran bakal pasangan calon dibuka.
Kendati demikian, penyetujuan itu tak otomatis menghapus dosa DPR yang pada Rabu (21/8) lalu berupaya merevisi Undang-Undang Pilkada. Padahal, sehari sebelumnya MK membacskan sejumlah putusan terkait pencalonan kepala daerah yang dinilai progresif.
Putusan progresif MK di antaranya Nomor 60 dan 70 yang masing-masing menurunkan ambang batas pencalonan oleh partai serta menegskan batas usia calon yang dihitung saat penetapan. Bagi pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, proses revisi PKPU Nomor 8/2024 menjadi pembelajaran yang sangat berharga dan mahal.
Baca juga : Tok! DPR Sahkan Revisi PKPU Pilkada Sesuai Putusan MK
"Akibat tidak konsistennya DPR dan Pemerintah dalam menindaklanjuti putusan MK yang sudah sangat terang benderang," kata Titi kepada Media Indonesia, Minggu (25/8).
Meski revisi PKPU sudah mengikuti putusan MK, ia meminta publik untuk tidak melupakan tindakan DPR bersama pemerintah yang sempat melakukan tindakan secara terbuka dan sengaja menyimpangi putusan MK saat rapat Baleg dan pengambilan keputusan tingkat satu pada 21 Agustus lalu.
"Publik tetap harus mengingat bahwa koalisi partai-partai secara mayoritas bisa dengan mudahnya membuat keputusan menyimpangi putusan MK yang mestinya mereka ikuti tanpa kecuali," jelas Titi.
Baca juga : KPU Yakin DPR Tak Utak-atik PKPU Pilkada 2024
Oleh karenanya, Titi mendorong masyarakat untuk selalu mengawal langkah DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu, khususnya KPU, agar tidak melalukan penyimpangan ataupun berkompromi membuat kebijakan yang membangkangi konstitusi dan tidak sejalan dengan kepentingan publik dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024.
Sejumlah aturan PKPU 8/2024 yang telah direvisi menyangkut ketentuan Pasal 11 terkait ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai dan gabungan partai. Sebelumnya, ambang batas itu adalah minimal 20% perolehan kursi DPRD atau 25% perolehan suara sah pada pemilu sebelumnya. Kini, ambang batas itu mengikuti syarat dukungan pasangan calon perseorangan sesuai populasi di tiap daerah.
Selain itu, Pasal 15 juga berubah menjadi, "Syarat berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d terhitung sejak penetapan pasangan calon. (P-5)
Setelah melakukan simulasi, menurut dia, berbagai partai politik tersebut akan memutuskan sikap untuk sistem penyelenggaraan pemilu atau pilkada ke depannya.
Ketua Banggar DPR RI menekankan pembangunan IKN tetap dilanjutkan meski anggarannya memiliki perubahan dari waktu ke waktu.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
DPR menyebut perayaan HUT ke-80 RI pada 17 Agustus digelar di Jakarta, bukan di Ibu Kota Nusantara atau IKN, Kalimantan Timur karena memakan biaya banyak.
DPR dan pemerintah tidak menyerap aspirasi semua pihak dalam membahas RUU KUHAP.
KETUA Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menyatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) kemungkinan lewat dari target selama tiga bulan.
KETUA Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyatakan pihaknya jauh lebih dulu mengusulkan agar bupati dan walikota dipilih oleh DPRD
Hinca mengatakan tetap menghormati usulan Cak Imin. Namun, Partai Demorkat tetap mendukung pemilihan kepala daerah secara langsung.
Bima Arya Sugiarto menilai bahwa keserentakan pemilu dan pilkada memberikan banyak manfaat dalam hal perencanaan anggaran.
Kelima isu tersebut juga menjadi akar berbagai pelanggaran etik penyelenggara pemilu.
pemilu nasional dan lokal dipisah, , siapa yang bakal memimpin daerah setelah masa jabatan kepala daerah Pilkada 2024 berakhir?
MAHKAMAH Konstitusi (MK) memutuskan bahwa mulai tahun 2029, pemilihan umum (pemilu) di Indonesia harus diselenggarakan secara terpisah antara pemilu nasional dan pemilu daerah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved