Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
Assalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh,
Salam Damai Sejahtera untuk kita semua,
Om Swasti Astu,
Namo Budaya,
Salam Kebajikan,
Yang saya hormati,
Presiden Republik Indonesia, Bapak H. Prabowo Subianto,
Wakil Presiden Republik Indonesia, Bapak Gibran Rakabuming Raka beserta Ibu Selvi Ananda Putri,
Presiden Republik Indonesia kelima, Ibu Prof. Dr. Hj. Megawati Soekarnoputri,
Presiden Republik Indonesia keenam, Bapak Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, M.A.,
Presiden Republik Indonesia ketujuh, Bapak Ir. H. Joko Widodo,
Wakil Presiden Republik Indonesia keenam, Bapak Try Sutrisno,
Wakil Presiden Republik Indonesia kesepuluh dan keduabelas, Bapak Drs. H. M. Jusuf Kalla,
Wakil Presiden Republik Indonesia kesebelas, Bapak Prof. Dr. H. Boediono, B.Sc., M.Ec.,
Wakil Presiden Republik Indonesia ketiga belas, Bapak Prof. Dr. K.H. Ma’ruf Amin,
Ibu Dr. Dra. Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, M.Hum.,
Ibu Hj. Soraya Hamzah Haz,
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Bapak Ahmad
Muzani, dan para wakil Ketua MPR RI
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Bapak Sultan Bachtiar Najamudin, dan para wakil Ketua DPD RI
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Ibu Dr. Ir. Isma Yatun, C.S.F.A., C.Fr.A.,
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Bapak Prof. Dr. H. Sunarto,
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Bapak Dr. Suhartoyo, S.H, M.H.,
Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia, Bapak Prof. Amzulian Rifai, S.H., L.L.M., Ph.D.,
Para Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan
Para Pimpinan Lembaga-lembaga Negara,
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ibu Prof. Dr. Hj. Megawati Soekarnoputri,
Ketua Umum Partai Golongan Karya, Bapak Dr. Bahlil Lahadalia,
Ketua Umum Partai Gerindra, Bapak H. Prabowo Subianto,
Ketua Umum Partai NasDem, Bapak Dr. Drs. H. Surya Dharma Paloh,
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Bapak Dr. Drs. H. Abdul Muhaimin Iskandar, M.Si.,
Ketua Umum Partai Demokrat, Bapak H. Agus Harimurti Yudhoyono, M.Sc., M.P.A., M.A.,
Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Bapak Dr. H. Al Muzzammil Yusuf, M.Si.,
Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Bapak Dr. H. Zulkifli Hasan, S.E., M.M.,
H. E. Tan Sri Dato’ (Dr.) Johari bin Abdul (President of AIPA/Speaker of the House of Representatives Malaysia)
H. E. Maria Fernanda Lay (Speaker of the National Parliament Democratic Republic of Timor-Leste)
H. E. Seah Kian Peng (Speaker of Parliament Republic of Singapore)
H. E. Pehin Orang Kaya Seri Lela Dato Seri Setia Awang Haji Abdul Rahman Bin Dato Setia Haji Mohamed Taib(Speaker of the Legislative Council Brunei Darussalam)
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang saya hormati dan cintai,
Hari ini, kita berkumpul dengan semangat kebangsaan yang tinggi. Dalam hitungan hari, bangsa kita akan memasuki peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Delapan puluh tahun kita berdiri sebagai satu bangsa, satu tanah air, yang dipersatukan oleh bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Lebih dari itu, persatuan kita tegak karena kita memiliki Pancasila yang mempersatukan segala perbedaan suku, agama, dan budaya.
Pancasila bukan hanya sekadar nilai, melainkan jiwa kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun, mempertahankan Indonesia sebagai negara yang besar, berdaulat, dan kaya sumber daya, bukanlah tugas yang ringan. Amanah sejarah ini menuntut hadirnya kekuatan nasional sejati, kekuatan yang mampu menjaga kedaulatan, membangun kemandirian, dan merawat kebudayaan sebagai jati diri bangsa.
Kekuatan itu tidak lahir dari senjata atau kekayaan semata, melainkan dari kehendak rakyat untuk bersama-sama menjadi Indonesia.
Kehendak yang hidup dalam semangat gotong royong, tumbuh dari rasa saling percaya, dan mengakar dalam jiwa kolektif kita.
Seperti pepatah dalam kearifan Jawa:
“Mangan ora mangan, sing penting ngumpul”
Yang berarti mengutamakan kebersamaan dari pada mengejar kepentingan masing- masing.
Inilah jiwa sosial yang membedakan kita dari bangsa lain.
Kebersamaan itu kemudian diperkuat dalam konstitusi, dan dijelmakan sebagai prinsip dasar negara kita: Kedaulatan Rakyat; Rakyat berdaulat atas kekuasaan negara; Rakyat berdaulat atas sumber daya alam; Rakyat berdaulat atas budaya bangsa.
Inilah panggilan sejarah kita hari ini: menegakkan kedaulatan rakyat sebagai fondasi kekuatan nasional. Agar setiap kebijakan, setiap langkah, dan setiap keputusan negara, benar-benar berpulang pada kehendak rakyat.
Hadirin sidang yang saya hormati dan muliakan,
Demokrasi kita berakar kokoh pada sila keempat Pancasila:
"Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan."
Demokrasi kita adalah demokrasi yang berjiwa gotong royong, mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Demokrasi kita: Bukan hanya tentang “saya”, akan tetapi tentang “kita”.
Kita yang berdaulat; kita yang sejahtera; dan kita yang berkebudayaan.
Demokrasi Pancasila menempatkan musyawarah sebagai proses utama, dan hikmat kebijaksanaan sebagai sumber pikiran dan nurani dalam setiap pengambilan keputusan sehingga membawa kebaikan bagi seluruh rakyat, dan tidak meninggalkan siapa pun di belakang.
Dalam sistem demokrasi Indonesia— sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi— partai politik memegang peran strategis dalam membentuk perwakilan rakyat. Partai politik bukan sekadar kendaraan menuju kekuasaan, tetapi jembatan antara rakyat dan negara.
Dari partailah wakil rakyat dilahirkan. Dari partailah presiden dan kepala daerah diusung. Oleh karena itu, partai politik memikul tanggung jawab besar sebagai sokoguru kedaulatan rakyat.
Partai politik bukan hanya struktur organisasi. Partai politik adalah institusi perjuangan— yang seharusnya berdiri tegak di atas nilai, integritas, dan kepercayaan rakyat. Sebab, partai tanpa nilai perjuangan akan membawa kekuasaan kehilangan arah dan makna bagi rakyat.
Karena peran strategis itulah, partai politik tidak boleh berhenti membenahi diri. Partai harus menjadi tempat lahirnya para pemimpin yang bukan hanya pandai berbicara, tetapi juga mampu berpihak, bekerja, dan berani mengambil risiko demi kepentingan rakyat.
Namun, keberhasilan partai politik dalam menjalankan perannya sangat bergantung pada sistem yang menjadi wadahnya.
Sebaik apa pun visi dan integritas partai, jika sistem politik—khususnya sistem pemilu— tidak mendukung terwujudnya kedaulatan rakyat secara nyata, maka suara rakyat berisiko terdistorsi.
Sistem pemilu kita, sebagai sarana utama membentuk perwakilan, memang belum sepenuhnya sempurna. Tantangan kita adalah memastikan bahwa sistem ini benar-benar mendekatkan kehendak rakyat dalam menempatkan wakil-wakilnya dan memilih pemimpinnya.
Saat ini, demokrasi dalam Pemilu kita, selain ditentukan oleh garis tangan, juga sering dipengaruhi oleh campur tangan dan buah tangan.
Kita semua memiliki garis tangan—nasib dan kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi, tidak semua dari kita memiliki kemampuan yang sama untuk ikut campur tangan dan memberikan buah tangan dalam menentukan arah demokrasi.
Inilah kritik sekaligus otokritik terhadap demokrasi dalam Pemilu kita. Kita harus terus memperbaiki dan menyempurnakannya.
Sebab, demokrasi yang kita cita-citakan bukanlah demokrasi campur tangan dan buah tangan—tetapi demokrasi yang memberi kesempatan setara bagi semua warga negara.
Marilah kita bangun demokrasi yang menghidupkan harapan rakyat.
Demokrasi yang tidak berhenti di bilik suara, tetapi terus tumbuh di ruang-ruang dialog, di dapur rakyat, di balai desa, hingga di gedung parlemen—agar setiap keputusan lahir dari kesadaran bersama, bukan hanya kesepakatan segelintir elite.
Dalam demokrasi, rakyat harus memiliki ruang yang luas untuk berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat, dan menyampaikan kritik.
Kini, kritik rakyat hadir dalam berbagai bentuk yang kreatif dan memanfaatkan kemajuan teknologi, khususnya media sosial, sebagai corong suara publik.
Ungkapan tersebut dapat berupa kalimat singkat seperti “kabur aja dulu”, sindiran tajam “Indonesia Gelap”, lelucon politik “negara Konoha”, hingga simbol-simbol baru seperti “bendera One Piece”, dan banyak lagi yang menyebar luas di ruang digital.
Fenomena ini menunjukkan bahwa aspirasi dan keresahan rakyat kini disampaikan dengan bahasa zaman mereka sendiri.
Bagi para pemegang kekuasaan, semua suara rakyat yang kita dengar bukanlah sekadar kata atau gambar. Di balik setiap kata ada pesan. Di balik setiap pesan ada keresahan. Dan di balik keresahan itu ada harapan.
Karena itu, yang dituntut dari kita semua adalah kebijaksanaan. Kebijaksanaan untuk tidak hanya mendengar, tetapi juga memahami.
Kebijaksanaan untuk tidak hanya menanggapi, tetapi merespons dengan hati yang jernih dan pikiran yang terbuka.
Kita semua berharap—apa pun bentuk dan isi kritik yang disampaikan rakyat—tidak boleh menjadi bara yang membakar persaudaraan. Kritik tidak boleh menjadi api yang memecah belah bangsa. Sebaliknya, kritik harus menjadi cahaya yang menerangi jalan kita bersama.
Kritik dapat keras dalam substansi dan menentang keras kebijakan akan tetapi kritik bukan alat untuk memicu kekerasan, kebencian, menghancurkan etika dan moral masyarakat, apalagi menghancurkan kemanusiaan.
Gunakanlah ruang kritik itu sebagai sarana untuk menyadarkan penguasa, memperbaiki kebijakan, menuntut tanggung jawab, dan mendorong kemajuan bagi seluruh anak bangsa.
Hadirin sidang yang saya hormati dan muliakan,
Kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus dibagi—bukan untuk saling melemahkan, melainkan untuk memastikan tidak ada satu kekuasaan pun yang berdiri di atas yang lain.
Dalam konteks Indonesia, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pembagian kekuasaan antara Pemerintah, DPR, DPD, MPR, MA, dan MK bukanlah sekadar pemisahan kekuasaan, akan tetapi kekuatan terpadu (united power) dalam mencapai tujuan bernegara.
Kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif bukanlah tiga kutub yang saling berseberangan, melainkan tiga pilar dari satu bangunan yang sama—bangunan kedaulatan rakyat.
Seperti sebuah orkestra konstitusional— meskipun kadang-kadang nadanya sumbang—semua komponen harus tetap menyanyikan satu lagu yang sama, yaitu Indonesia Raya.
DPR RI bertindak sebagai penjaga nurani rakyat dan penjaga konstitusi, memastikan kekuasaan tetap setia pada rakyat, taat pada jalur konstitusi, dan demokrasi berjalan dengan hikmat kebijaksanaan.
DPD RI menjadi penyambung aspirasi daerah di tingkat nasional; menghimpun, menyalurkan, dan mengartikulasikan aspirasi masyarakat daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi merupakan penjaga supremasi hukum sekaligus bagian dari sistem demokrasi yang beradab; yang menjalankan kewenangannya, secara konsisten, tanpa melampaui batas wewenang yang telah diatur konstitusi.
Oleh karena itu, DPR RI dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran bukanlah bertujuan untuk melemahkan pemerintah.
Sebaliknya, fungsi-fungsi itu dijalankan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan Pemerintah berpihak pada rakyat serta selaras dengan konstitusi.
DPR RI dan Pemerintah adalah mitra konstitusional dalam menjalankan amanat UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan seluruh peraturan perundang-undangan yang menjadi pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hadirin sidang yang saya hormati dan muliakan,
Kekuasaan selalu bersinggungan dengan realitas politik, gejolak sosial, tekanan ekonomi, dinamika global, dan berbagai tantangan lain yang hidup di tengah masyarakat.
Karena itu, kekuasaan bukan sekadar urusan organisasi atau kewenangan.
Kekuasaan adalah soal bagaimana kekuasaan dijalankan dengan nilai, dengan etika, dan dengan tanggung jawab nyata kepada rakyat.
Kekuasaan adalah alat—bukan tujuan. Alat untuk menghapus kemiskinan, memajukan keterbelakangan, dan memberi kepastian hidup yang lebih layak bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan segala sumber daya yang dimiliki— mulai dari birokrasi, anggaran, sumber daya alam hingga kewenangan—rakyat menaruh harapan besar bahwa negara akan selalu hadir secara nyata. Hadir bukan hanya di baliho, bukan hanya di pidato, tetapi hadir di sawah, di sekolah, di rumah sakit, dan di kampung-kampung yang menanti keadilan sosial.
Inilah mandat utama bagi kita semua—para pemegang amanat kekuasaan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif—yaitu menghadirkan kebijakan negara yang benar- benar melayani dan menyejahterakan rakyat.
Bagi rakyat yang membutuhkan kehadiran negara dalam menyelesaikan persoalan hidupnya, menunggu satu hari saja terasa sangat lama.
Tetapi bagi kita—para pemangku kekuasaan di DPR RI dan di Pemerintah—membahas dan mencari solusi atas persoalan rakyat sering kali berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Akibatnya, rakyat harus menunggu.
Jangan biarkan rakyat menunggu. Negara harus hadir secepat mungkin dalam menyelesaikan urusan rakyat.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkan kami DPR RI, menyampaikan apresiasi atas inisiatif Presiden Prabowo Subianto, yang dalam waktu singkat telah menyelesaikan atau merespons cepat sejumlah persoalan strategis dan menyentuh langsung kepentingan rakyat.
Di antaranya:
Respon cepat ini patut diapresiasi karena mencerminkan keberpihakan pemerintah pada kepentingan rakyat. Namun, akan lebih baik jika langkah-langkah tersebut merupakan hasil dari perencanaan matang dan cermat, sehingga menjadi bagian dari kinerja reguler pemerintah.
Ke depan, rakyat tentu mendambakan agar masalah-masalah lain yang berada di luar kemampuan mereka dapat diselesaikan pemerintah dengan cepat.
Tugas kita bukan hanya membicarakan harapan rakyat, tetapi juga mewujudkannya.
Pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya harus senantiasa mawas diri— sebab kekuasaan sejatinya adalah untuk melayani, membantu, dan memberdayakan rakyat.
Kekuasaan bukan untuk menakuti rakyat, melainkan untuk menyelesaikan urusan rakyat—meskipun sering kali urusannya rumit, ibarat cinta segitiga antara aspirasi, anggaran, dan aturan.
Namun serumit-rumitnya “cinta segitiga” itu, selalu ada jalan untuk menemukan solusi terbaik bagi bangsa dan negara; walaupun kadang terasa pedih, patah hati; tetapi kita harus move on.
Hadirin sidang yang saya hormati dan muliakan,
Hari ini kita dihadapkan pada ketegangan dan konflik geopolitik, perang dagang, krisis iklim dan energi, ketimpangan ekonomi yang semakin tajam, disrupsi teknologi, serta pergeseran kekuatan global.
Indonesia, seperti banyak negara lainnya, berada di dalam pusaran global tersebut. Karena itu, kita harus memiliki pijakan yang kokoh dan arah yang jelas dalam memenangkan kepentingan bangsa dan negara.
Kita memerlukan pondasi kedaulatan, kemandirian, dan kebangsaan, agar kita mampu berdiri tegak di tengah perubahan dunia tanpa kehilangan cita-cita dan jati diri bangsa.
Pondasi kedaulatan tidak hanya berarti menjaga batas wilayah, tetapi juga memastikan arah kebijakan luar negeri dan ekonomi nasional ditentukan secara mandiri.
Dalam dunia multipolar saat ini, Indonesia harus menempatkan diri secara strategis untuk memperjuangkan kepentingan nasional di forum-forum internasional—mulai dari isu lingkungan, ekonomi, geopolitik, perdagangan global, hingga tata kelola dunia yang lebih adil.
Memperkuat pondasi kemandirian bukan berarti menutup diri dari dunia, melainkan membangun kekuatan domestik agar tidak rapuh menghadapi tekanan eksternal. Kemandirian ini menuntut langkah nyata: membangun kemandirian pangan, energi, manufaktur, dan teknologi strategis. Kemandirian nasional bukan sekadar soal infrastruktur dan modal, tetapi juga kualitas manusia yang menggerakkannya.
Karena itu, investasi pada pendidikan, penguasaan teknologi, dan pembangunan karakter bangsa menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi kemandirian.
Dalam pembangunan Sumber Daya Manusia nasional, kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa setengah dari potensi bangsa Indonesia adalah kaum perempuan; Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan 49% penduduk Indonesia adalah perempuan.
Dalam era pembangunan inklusif, keberadaan dan kontribusi perempuan harus ditempatkan bukan hanya dalam kerangka hak asasi manusia, tetapi juga sebagai prasyarat keberhasilan pembangunan nasional.
Hakikat pembangunan adalah membebaskan manusia dari belenggu ketidakadilan, kemiskinan, dan ketertinggalan.
Karena itu, laki-laki dan perempuan harus sama-sama terbebas dari belenggu tersebut dan sama-sama meraih kesejahteraan.
Bukan hanya laki-laki saja atau perempuan saja, tetapi laki-laki dan perempuan yang harus sejahtera.
Saat ini, keterwakilan perempuan di DPR RI periode 2024–2029 mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, yaitu sekitar 21,9% atau
127 dari 580 anggota DPR. Ini adalah kemajuan yang patut diapresiasi, namun masih jauh dari target ideal minimal 30% keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, sebagaimana semangat afirmasi kesetaraan gender dalam politik Indonesia.
Suara perempuan adalah nada asli yang ikut membentuk simfoni kehidupan bangsa. Tanpa nada itu, melodi peradaban akan kehilangan harmoni—hanya denting yang tak pernah menjadi lagu.
Laki-laki dan perempuan hidup di dunia yang sama, memikul tanggung jawab yang sama untuk membangun peradaban dunia. Seperti syair lagu yang sangat populer:
Imagine all the people Sharing all the world
You may say I'm a dreamer But I'm not the only one
I hope someday you'll join us And the world will live as one
Begitulah seharusnya kita membayangkan; tempat di mana perempuan dan laki-laki berbagi ruang, berbagi kuasa, dan berbagi tanggung jawab untuk kemajuan bersama; Perempuan juga berhak menduduki jabatan publik dan negara di semua tingkatan.
Pondasi berikutnya yang tak kalah penting adalah membangun pondasi kebudayaan. Kebudayaan bukan sekadar menjaga warisan masa lalu, melainkan juga sebagai upaya memperkuat jiwa kolektif yang menyatukan dan memberi arah moral bagi bangsa kita.
Di tengah derasnya arus globalisasi nilai dan budaya asing, identitas bangsa kita tidak boleh luntur. Nilai-nilai luhur Pancasila, semangat gotong royong, serta Bhineka Tunggal Ika adalah modal sosial terbesar yang kita miliki.
Kita juga menghadapi tantangan terbesar yang berasal dari dalam diri kita sendiri, yang harus kita taklukkan demi membangun kekuatan nasional yang kokoh dan berkelanjutan.
Seperti yang pernah diingatkan oleh Bung Karno: “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Di satu sisi, rakyat kita, dengan segala keterbatasannya, memiliki etos kerja yang luar biasa: petani, nelayan, buruh, guru, ojek online, TNI, Polri, ASN, tenaga kesehatan di pelosok-pelosok negeri—mereka semua bekerja keras tanpa kenal lelah.
Namun, di sisi lain, kita menghadapi kenyataan pahit. Sebagian kecil masyarakat, dengan segala kelebihannya, justru mengeksploitasi rakyat dan sumber daya alam melalui praktik bisnis yang manipulatif: bisnis ilegal, tambang ilegal, judi online, narkoba, penyelundupan, dan lain sebagainya.
Keuntungan mereka sudah melampaui batas rasionalitas ilmu ekonomi dan nilai peradaban.
Presiden Prabowo Subianto menyebutnya dengan istilah tajam: “serakahnomic” — sebuah perilaku serakah yang merusak sendi- sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini adalah persoalan serius yang harus kita hadapi bersama.
Menghadapi tantangan ini, kita membutuhkan pendekatan yang komprehensif—meliputi politik, ekonomi, hukum, budaya, dan komitmen bersama seluruh elemen bangsa. Kita perlu menjalankan transformasi ekonomi dan keadilan sosial yang nyata, penegakan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu, serta kerja kolektif dalam mewujudkan transformasi nasional.
Dengan kebersamaan dan tekad bulat, kita yakin bahwa kita mampu memperkuat pondasi nasional yang akan menjadi kekuatan, demi mewujudkan Indonesia yang adil, maju, dan berdaulat.
Saudara-saudaraku, sebangsa dan setanah air,
Tahun 2045 akan menjadi tonggak bersejarah, saat Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaan. Perayaan ini bukan sekadar momentum ulang tahun, tetapi juga menjadi titik awal dari Indonesia Emas — sebuah era kejayaan dan kemajuan bangsa yang kita impikan bersama.
Pada tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 324 juta jiwa, menjadikan kita negara dengan populasi terbesar keenam di dunia.
Lebih dari itu, sekitar 70 persen penduduk berada pada usia produktif. Ini adalah peluang besar yang harus kita manfaatkan secara optimal.
Kita memiliki 20 Tahun untuk menuju tahun 2045.
Namun, jika kita melihat perjalanan dua puluh tahun terakhir sejak 2005 hingga 2025, kita dapat melihat kemajuan yang signifikan, tetapi juga masih banyak pekerjaan besar yang belum selesai.
Pilar-pilar kemandirian nasional seperti pangan, energi, dan manufaktur strategis belum sepenuhnya menjadi kekuatan bangsa.
Layanan dasar publik masih belum memuaskan, dan demokrasi kita masih memerlukan transformasi mendalam— terutama dalam sistem partai, pemilu, serta pemberantasan korupsi.
Ini menunjukkan bahwa waktu dua puluh tahun bukanlah waktu yang panjang untuk pembangunan sebesar dan sekompleks Indonesia.
Jika kita terus berjalan dengan pola pikir dan sistem kerja lama, mimpi Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi fatamorgana yang indah tapi tak pernah akan terwujud.
Kita masih memiliki waktu — waktu yang sangat berharga — untuk melakukan langkah terbaik.
Agar saat tahun 2045 tiba, kita tidak hanya merayakan seratus tahun kemerdekaan, tetapi kita benar-benar hidup di Indonesia yang maju, adil, makmur, dan berdaulat.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto saat ini telah bekerja keras menata pembangunan nasional agar tetap berada di jalur yang tepat menuju cita-cita tersebut.
DPR RI melalui fungsi konstitusionalnya, sebagai mitra konstitusional Pemerintah, akan ikut memastikan bahwa Indonesia menempuh jalan yang tepat untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
Hadirin sidang yang saya hormati dan muliakan,
Mari sejenak kita renungkan bersama.
Ketika kita menatap wajah anak-anak di desa dan kota, terdengar suara riang mereka yang penuh harapan. Tanpa tahu apa yang akan mereka hadapi di masa depan, mereka percaya bahwa masa depan yang cerah adalah hak mereka tanpa syarat.
Kepercayaan inilah yang menjadi amanah terbesar bagi kita semua — panggilan dari anak cucu kita agar kita mewariskan negeri ini dalam keadaan yang lebih baik daripada yang kita terima.
“Hari itu bukanlah hari ini.” Kata-kata ini mengingatkan kita bahwa kita masih memiliki waktu untuk menunaikan panggilan sejarah.
Untuk membuat kebijakan hari ini yang akan menjamin masa depan Indonesia yang cerah. Bermartabat dan hebat.
Mari kita jalankan amanah ini dengan tekad yang kuat, dengan kerja keras tanpa henti, dan melayani rakyat dengan sepenuh hati. Jangan biarkan rakyat menunggu, karena setiap hari adalah kesempatan untuk memperbaiki dan membangun.
Dengan semangat itu, kita akan sampai di era Indonesia Emas 2045, bukan sebagai sekadar harapan, tetapi sebagai kenyataan yang akan kita raih bersama.
“Hari itu bukanlah hari ini; kita masih memiliki kesempatan untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik.”
Indonesia Emas bukanlah mimpi semu, melainkan janji luhur yang kita perjuangkan bersama.
Dirgahayu ke-80 Republik Indonesia!
Indonesia Tanah Pusaka, Pusaka Kita Semuanya.
Marilah kita mendoa, Untuk Indonesia Bahagia.
Merdeka! Merdeka! Merdeka
Dr. (H.C.) Puan Maharani KETUA DPR RI
Kami mengajak masyarakat untuk terus aktif mengawal kinerja DPR. Partisipasi publik yang kuat memperkuat legitimasi dan kualitas kebijakan. Kritik yang konstruktif sangat kami butuhkan.
Hukum acara pidana tidak semata-mata untuk menghukum tersangka, tetapi untuk memastikan tidak terjadinya kesewenang-wenangan negara terhadap warga negaranya.
Dalam surat DPR dengan perihal Seruan Mendesak untuk Tindakan Segera Guna Mengakhiri Bencana Kemanusiaan di Jalur Gaza mencakup enam poin desakan ke PBB.
KETUA BKSAP DPR RI Mardani Ali Sera menyampaikan bahwa Ketua DPR Puan Maharani mengirim surat resmi kepada PBB untuk mendesak pembukaan blokade Gaza.
Ketua DPR RI Puan Maharani menekankan perlunya evaluasi pembinaan di tubuh TNI agar membangun hubungan senior-junior yang saling menghormati.
Puan mengatakan rumitnya menggunakan kekuasaan untuk membantu masyarakat harus dijalani.
Puan terlihat tersenyum saat menyampaikan dirinya mewakili Megawati dalam agenda rutin tahunan tersebut.
KETUA DPR RI Puan Maharani menyanyikan lagu grup musik legendaris berjudul 'Imagine' saat berpidato dalam sidang tahunan MPR 2025, Jumat (15/8).
KETUA DPR RI Puan Maharani menyinggung istilah serakahnomic yang sebelumnya disampaikan Presiden Prabowo Subianto.
Presiden Prabowo telah bergerak cepat merespons sejumlah persoalan yang mengemuka di ruang publik, seperti pencabutan izin tambang di kawasan Geopark Raja Ampat
KETUA DPR RI Puan Maharani menyinggung soal munculnya fenomena Negara Konoha, Indonesia Gelap, hingga bendera One Piece dalam kehidupan berdemokrasi saat sidang tahunan MPRĀ
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved