Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
Aksi Cepat Tanggap atau lebih dikenal dengan ACT tengah menjadi sorotan. Bermula dari Majalah Tempo edisi 2 Juli 2022 mengambil tema kantong bocor dana umat, lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap limbung karena dugaan penyelewengan.
Pendiri dan pengelolanya ditengarai memakai donasi masyarakat untuk kepentingan pribadi. Sontak, laporan tersebut menjadi topik banyak dibicarakan di media sosial. Dari situ, muncul tagar #janganpercayaACT yang perbincangannya lantas terus bergulir di linimasa.
Inilah yang bisa menjadi bola salju. Ketidakpercayaan bisa akan membesar dan tergeneralisasi terhadap lembaga lainnya. Yang mungkin pada puncaknya akan menggiring masyarakat tidak lagi percaya kepada lembaga pengumpul donasi dan kemanusiaan.
Padahal orang Indonesia yang pemurah mendapat pengakuan pula dari World Giving Index (WGI). Laporan WGI pada 2021 yang dirilis oleh Charities Aid Foundation menempatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia. Dari hasil penelitian, 8 dari 10 orang Indonesia menyumbangkan uang pada 2021.
Dalam laporan Tempo, diduga saat Ahyudin menjadi petinggi ACT memperoleh gaji sebesar Rp250 juta setiap bulan, sementara posisi di bawahnya seperti Senior Vice President digaji Rp200 juta per bulan, Vice President Rp80 juta, dan Direktur Eksekutif Rp50 juta.
Ahyudin saat menjabat sebagai petinggi difasilitasi tiga kendaraan mewah, seperti Toyota Alphard, Misubishi Pajero Sport, dan Honda CR-V. Majalah Tempo juga menemukan dugaan dana ACT yang digunakan untuk kepentingan pribadi Ahyudin berupa keperluan rumah.
Pusat Analisis dari Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkuat dugaan penyelewengan di tubuh ACT. Ketua PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan pihak sudah menganalisa aliran dana dari ACT.
PPATK mengungkap terjadi perputaran dana atau keluar masuk uang sekitar Rp1 triliun setiap tahun di Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
PPATK menduga bahwa pengalangan dana yang dilakukan ACT tidak secara langsung disalurkan melainkan dikelola dulu di dalam bisnis tertentu. Dan di situ tentunya ada revenue ada keuntungan.
Bahkan PPATK menemukan dana ke sebuah perusahaan yang diduga dimiliki langsung salah satu pendiri ACT. Bahkan diungkap Ivan, ditemukan transaksi yang masif. Salah satu temuan PPATK, terdapat transaksi ke salah satu perusahaan sekitar Rp30 miliar yang diduga dimiliki salah satu pendiri ACT.
Sangat wajar, ketika publik menduga bahwa ACT mengelola donasi dari masyarakat tidak semata untuk kepentingan kemanusiaan. Apalagi laporan-laporan PPATK ada yang terkait dengan tindak pidana terorisme. Aksi terorisme tentu jauh dari kategori kegiatan kemanusiaan.
Selama ini mendengar pejabat korupsi, kita sudah risih. Ini uang umat yang diselewengkan, naudzubillahimindzalik.
ACT sendiri tidak membantah gaji selangit para petingginya. Bahkan, gaji tinggi dianggap layak karena ACT sudah level internasional. Terkait dugaan penyalahgunaan, Presiden ACT Ibnu Khajar mengklaim laporan keuangan lembaga amalnya selalu mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari auditor.
Ibnu mengaku, ACT disiplin melakukan audit keuangan sejak 2005. Audit tersebut, kata dia, dilakukan setiap tahunnya sampai 2020.
ACT pun mengakui telah melakukan restrukturisasi organisasi sejak Januari 2022. Selain melakukan penggantian Ketua Pembina ACT, dengan 78 cabang di Indonesia, serta 3 representative yang tersebar di Turki, Palestina, dan Jepang, ACT melakukan banyak perombakan kebijakan internal.
Di satu sisi pembenahan tersebut patut diapresiasi, namun secara tidak langsung ACT mengakui ada persoalan di internalnya sehingga perlu dilakukan restrukturisasi.
Untuk itulah, perlu pemerintah untuk turun tangan untuk membenahi polemik penyalahgunaan di tubuh lembaga amal dan donasi. Kementerian Sosial telah mencabut izin ACT terkait kegiatan pengumpulan uang dan barang. Ini menegaskan bahwa memang ada persoalan di tubuh ACT.
PPATK juga telah memblokir ratusan rekening milik ACT untuk sementara di 33 jasa penyedia keuangan karena dugaan penyalahgunaan dana itu.
Namun hal itu jelas belum cukup. Perlu upaya luar biasa. Karena audit saja ternyata dinilai tidak bisa mendeteksi penyelewengan jika berkaca pada ACT yang setiap tahun laporan keuangannya selalu WTP.
Kalau memang ada unsur pidana, baik itu terkait dengan penyelewenangan dana maupun dugaan pidana terorisme, perlu rasanya pembuktian hingga ke meja hijau. Karena contoh penggunaan dana amal untuk terorisme pernah terjadi di negeri ini.
Untuk membuat terang benderang, tentu kasus ini harus diusut tuntas. Tidak hanya ACT, kalau memungkinkan semua lembaga sosial,kemanusiaan diaudit. Apalagi ACT juga mengaku selalu bekerja sama dengan lembaga-lembaga lainnya.
Bikin regulasi yang mampu membuat dana-dana umat tersebut digunakan digunakan semaksimal-maksimalnya untuk kepentingan yang memerlukan.
Jika dibiarkan semakin berlarut-larut, spekulasi masyarakat juga semakin berkembang. Hal ini bisa memengaruhi minat masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial dan kemanusiaan.
JAKSA penuntut umum (JPU) akan membacakan tuntutan terhadap mantan Ketua Dewan Pembina Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Novariyadi Imam Akbari.
Ahyudin diketahui terjerat kasus penyelewengan dana donasi dari PT Boeing untuk korban pesawat Boeing 737 Max 8 milik Lion Air yang jatuh pada 2018 lalu.
Mantan Vice President Operational Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Hariyana binti Hermain divonis tiga tahun penjara terkait perkara dugaan penggelapan dana bantuan sosial.
Vonis tersebut lebih rendah daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Jaksa menilai ketiga terdakwa telah terbukti melanggar ketentuan Pasal 374 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP yang merupakan dakwaan primer.
Sumber dana pembelian itu diduga berasal dari dana bantuan Boeing Community Investment Fund (BCIF) terkait kecelakaan Lion Air 610.
PPATK menemukan sebanyak 571.410 kesamaan NIK antara penerima bantuan sosial yang juga sekaligus pemain judi online.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menanggapi kekhawatiran soal potensi penyalahgunaan Bantuan Subsidi Upah (BSU) termasuk untuk praktik judi online (judol),
PPATK mengungkap ada 571.410 nomor induk kependudukan (NIK) yang terdaftar sebagai penerima bantuan sosial (bansos) ternyata tercatat sebagai pemain judi online
Prabowo memanggil Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat Kamis (22/5). Salah satu topik yang dibahas soal kebijakan pemblokiran rekening dormant
Masyarakat dapat menghubungi PPATK untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terkait status rekeningnya.
Perputaran uang dari judi online (judol) di Indonesia bisa mencapai Rp150,36 triliun sepanjang 2025. Prediksi ini didasarkan pada data kuartal pertama (Januari–Maret) 2025,
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved