Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Manajemen Pemerintahan Gotong Royong

Badri Munir Sukoco Guru Besar Manajemen Strategi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga
14/7/2025 05:00
Manajemen Pemerintahan Gotong Royong
(MI/Seno)

FAKTA melemahnya perekonomian Indonesia merupakan realitas yang harus kita hadapi. Bahkan, rendahnya pertumbuhan ekonomi saat ini dinyatakan Bank Indonesia terburuk dalam lima dekade terakhir. Banyak justifikasi yang bisa digunakan, khususnya dinamika geopolitik yang meningkat dalam empat tahun terakhir atau deindustriliasi dini yang melanda kita sejak dua dekade terakhir.

Jika dibandingkan dengan negara jiran, misalnya Singapura, Thailand, atau Malaysia, tentu kondisi Indonesia jauh lebih baik. Filipina sedikit lebih baik dari kita. Yang mengejutkan tentunya kinerja ekonomi Vietnam, mencapai 7,52% pada semester I tahun ini. Tahun ini mereka menargetkan tumbuh 8%, memaksimalkan ekspor dari produsen negara lain yang terdampak perdagangan Amerika Serikat.

Untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, tentu foreign direct investment (FDI) menjadi salah satu backbone-nya. Dapatlah dimengerti bilamana Presiden Prabowo Subianto aktif melakukan lawatan luar negeri untuk kerja sama bilateral dan multilateral. Salah satu tujuan utamanya tentu meningkatkan FDI agar pertumbuhan ekonomi Indonesia terakselerasi.

Patut dipahami ekspektasi masyarakat akan kinerja pemerintah pusat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hasilnya kurang optimal bilamana pemerintah daerah tidak merasa perlu untuk terlibat dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%. Dibutuhkan kegotongroyongan pemerintah pusat dan daerah untuk mewujudkan RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029. Bagaimana hal itu dilakukan?

 

BELAJAR DARI LUAR NEGERI 

Tahun lalu, ekonomi Tiongkok tumbuh 5%, sedikit di bawah Indonesia. Beberapa provinsi tumbuh di atas rerata nasional seperti Tibet (6,3%), Xinjiang (6,1%), atau Anhui, Gansu, Hubei, Inner Mongolia, dan Jiangsu (5,8%). Shanghai tumbuh 5%, setara dengan rerata nasional.

Agar memiliki pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari sebelumnya, Wali Kota Gong Zheng mengumumkan pendanaan sebesar US$13,8 miliar (Rp220,8 triliun) untuk pengembangan klaster industri strategis baru pada awal tahun lalu. Industri strategis baru yang disasar ialah AI, biotech, dan semikonduktor yang memiliki potensi pertumbuhan tahunan di atas 10% hingga 20 tahun ke depan.

Dengan penduduk 25 juta jiwa, Shanghai tahun lalu mampu menarik investasi US$17,67 miliar (Rp282 triliun) dan sebagian besar berorientasi pada industri strategis tersebut di atas. Beberapa investornya ialah produsen alat kesehatan Boston Scientific, produsen vaksin Moderna, dan Tesla. Transformasi ekonomi melalui industri strategis berbasis sains dan teknologi yang memberikan nilai tambah tinggi juga berlangsung serentak di provinsi dan kota lain di Tiongkok.

Di Amerika Serikat, Wali Kota New York Eric Adams akhir 2023 menandatangani peraturan daerah untuk insentif pajak bagi perusahaan biotech dan life sciences yang berinvestasi. Targetnya 20 ribu lapangan pekerjaan baru akan tercipta. Bagi startup, akan tersedia insentif pajak hingga US$3 juta per tahun hingga 2026.

Pemilihan bidang itu selaras dengan industri life sciences yang selama ini telah ada dengan total pekerja mencapai 150 ribu orang dari 5.100 perusahaan. Total upahnya mencapai US$23 miliar. Bukan hanya perusahaan, Wali Kota Adams berhasil meyakinkan Chan Zuckerberg Initiative (yayasan pemilik Meta, Mark Zuckerberg) untuk mendirikan pusat riset biomedis senilai US$300 juta melalui kolaborasi beragam lembaga riset dan universitas. Kesemuanya itu merupakan bagian dari program LifeSci NYC guna memperkuat positioning New York di bidang life sciences yang bernilai tambah tinggi.

 

MANAJEMEN GOTONG ROYONG

Presiden Soekarno menyatakan bahwa gotong royong merupakan jiwa bangsa Indonesia dan inti dari Pancasila. Bukan hanya sekadar bekerja bersama atau bekerja sama, melainkan juga memiliki rasa kebersamaan dan solidaritas dalam mencapai tujuan bersama. Dalam konteks pertumbuhan ekonomi, target 8% yang dicanangkan Kabinet Merah Putih merupakan tujuan bersama yang harus dicapai untuk keluar dari middle income trap. Kontribusi semua komponen pemerintah, baik pusat maupun daerah perlu ada.

Beberapa ekonom memproyeksikan bahwa pertumbuhan 8% memerlukan penciptaan sebanyak 16,425 juta lapangan kerja formal baru (memiliki BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan) hingga 2029. Menggunakan data capaian tahun lalu sebagai ilustrasi, Jawa Timur berkontribusi 14,22% pada ekonomi Indonesia. Maka itu, dibutuhkan 2,335 juta hingga 2029 atau 467 ribu lapangan kerja baru per tahunnya. Kota Surabaya berkontribusi 24,20% pada perekonomian Jawa Timur. Surabaya perlu menciptakan 565 ribu hingga 2029 atau 113 ribu lapangan kerja baru per tahunnya.

Laporan terbaru McKinsey Global Institute (MGI-2025) melaporkan bahwa mengandalkan UMKM mengecilkan peluang Indonesia untuk keluar dari middle income trap. Hal itu disebabkan oleh rendahnya total factor productivity yang dihasilkan. Secara keseluruhan, MGI menyarankan Indonesia perlu memiliki 30-50 ribu perusahaan baru yang berukuran besar (dengan karyawan >250 orang) dan 1.000-2.000 perusahaan sangat besar (beromzet >US$200 juta) untuk meningkatkan produktivitas Indonesia dalam 20 tahun ke depan.

Dengan asumsi sebelumnya, hingga 2029 Jawa Timur memerlukan 9.340 atau per tahunnya mencapai 1.867 perusahaan baru. Surabaya membutuhkan 2.261 perusahaan baru yang memiliki pegawai >250 orang hingga 2029 atau 452 perusahaan baru per tahunnya. Ilustrasi yang sama juga dapat dilakukan untuk target kebutuhan investasi Rp13 ribu triliun dalam lima tahun ke depan.

Dalam konteks gotong royong, target tersebut dapat dijadikan patokan bagi pendistribusian tugas antara pemerintah pusat dan daerah. Misalnya, untuk industri strategis dan membutuhkan investasi besar (misalnya advanced manufacturing atau kilang minyak), pemerintah pusat akan mengambil alih mencarikan investornya. Adapun industri yang terkait dengan konteks lokal, dapat berbagi tugas antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Target yang terdistribusikan dengan jelas menjadikan gubernur dan/atau bupati/wali kota lebih mudah dalam menentukan sektor mana yang akan dijadikan andalan dalam menarik investor atau pebisnis dalam menciptakan lapangan kerja di daerahnya, termasuk stimulus apa yang akan digunakan agar target pertumbuhan ekonomi mencapai bahkan melebihi 8% per tahunnya.

 

NASIONALISME EKONOMI

Pasca covid-19, popularitas nasionalisme ekonomi dalam memenuhi tujuan bangsanya semakin meningkat (Helleiner, 2020). Tidak heran jika lima tahun terakhir makin banyak pemimpin negara mengedepankan nasionalisme ekonomi atau proteksionisme dalam memenuhi kepentingan nasionalnya.

Bahkan, penggagas sekaligus penyokong utama globalisasi, Amerika Serikat (AS), memperbesar peran negara dalam melindungi ekonomi dalam negeri dari kapitalisme global. Yang sampai saat ini sedang berjalan tentunya kenaikan tarif bagi produk ekspor, baik barang maupun jasa, dengan tujuan pasar AS.

Presiden Donald Trump berargumentasi bahwa melindungi kepentingan nasionalnya, yakni pertumbuhan ekonomi dalam negeri, lebih penting ketimbang mendukung globalisasi namun menjadikan defisit perdagangan membesar dan pengangguran makin banyak di dalam negeri.

Tidak secara eksplisit, tapi sejak bergabung dengan WTO awal tahun 2000-an, Tiongkok juga menerapkan kebijakan yang sama. Bagi industri-industri strategis yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, misalnya internet dan e-commerce atau jasa keuangan, kebebasan investor akan dibatasi meskipun foreign direct investment (FDI) yang dibawa besar.

Menyadari besarnya pasar otomotif dalam negeri, Tiongkok juga memaksa transfer teknologi agar produsen Tiongkok mampu berperan dan berkembang dalam melayani pasar domestik, yang kemudian menjadi born global companies. Diawali dengan menjadi original equiment manufacturing (OEM) pada internal combustion engine (ICE/mesin konvensional), kemudian joint venture untuk memproduksi mobil listrik dan sekarang menjadi pemain utama mobil listrik dunia.

Skenario inilah yang perlu diadopsi oleh Indonesia dengan mengadopsi nasionalisme ekonomi yang dilakukan oleh Tiongkok dan AS baru-baru ini dalam melakukan reindustrialisasi sekaligus menciptakan lapangan kerja baru baru sebagaimana pembahasan sebelumnya.

Diakui atau tidak, negara memiliki peran penting dalam mentransformasi struktur ekonominya melalui kebijakan industri. Keberhasilan program Made in China 2045 yang diluncurkan sejak 2015 dengan menetapkan 10 industri strategis yang akan menjadi kontributor 40% ekspornya pada 2045. Saat ini dilanjutkan dengan Created in China 2035 dan kesuksesannya diakui oleh banyak pihak; dapat menjadi inspirasi bagi Indonesia.

Perusahaan dari negara maju memiliki keunggulan dalam hal teknologi, pemasaran, produksi, dan tentunya keuangan. Sumber daya dan kapabilitas yang tidak dimiliki oleh perusahaan dari negara berkembang dan sudah sewajarnya pemerintah memberikan tangan agar produsen lokal dapat bersaing dengan produsen global.

Bila tidak, besarnya pasar domestik hanya dijadikan pasar bagi produsen global; dan negara berkembang kebagian remahan dalam perakitan maupun penjualan saja. Untuk itu, kebijakan industri perlu diimbangi dengan keberpihakan pada produsen dalam negeri sebagaimana yang telah sukses dilakukan Tiongkok dan sedang diinisiasi kembali oleh AS dalam membangkitkan ekonomi domestiknya.

 

REKOMENDASI 

Mengelola negara hasil demokrasi langsung tentunya memiliki tantangan tersendiri. Apalagi sistem pemerintahan Indonesia meskipun presidensil, tapi memberikan otonomi kepada daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik. Tantangan terbesarnya ialah mengorkestrasi 38 provinsi, 416 kabupaten, dan 98 kota untuk secara bersama-sama mewujudkan RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029.

Manajemen gotong royong dapat digunakan dengan membagi target nasional ke tiap-tiap daerah sebagai pelaksana secara proporsional. Misalnya target investasi atau penciptaan lapangan kerja 50% masih di level pusat, 20% di level provinsi, dan 30% di kabupaten atau kota.

Agar berjalan efektif, alokasi dana alokasi umum (DAU) atau dana alokasi khusus (DAK) dapat digunakan sebagai komponen insentif guna memotivasi daerah mengakselerasi transformasi ekonominya.

Kabinet Merah Putih telah menetapkan delapan industri strategis yang perlu dikembangkan untuk kemandirian bangsa: pangan, energi, maritim, kesehatan, digitalisasi (AI dan semikonduktor), pertahanan, hilirisasi dan industrialisasi, dan advanced material and manufacturing.

Demi nasionalisme ekonomi, pemerintah pusat dan daerah perlu berbagi tugas dalam mewujudkan kemandirian bangsa pada delapan industri strategis ini. Keberadaan PT berkelas dunia yang tersebar di beragam daerah dapat difungsikan sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi (Evans dan Schmalensee, 2007) melalui pengembangan SDM unggul dan barisan pebisnis baru berbasis sains dan teknologi yang memberikan nilai tambah tinggi.

Kaplan dan Norton (2000) dalam Strategy-Focused Organization menyatakan agar efektif, organisasi perlu menjadikan strategy is everyones’ everyday job. Menggunakan manajemen pemerintahan hotong royong, semua kepala daerah dan jajarannya perlu terlibat dan berkontribusi dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8% dari Kabinet Merah Putih.

Rakyat sebagai konstituen akan melihatnya secara transparan dan realtime capain tersebut dalam dashboard kinerja ekonomi yang dapat diakses secara publik. Capaian yang dapat digunakan sebagai referensi untuk keterpilihan di periode selanjutnya atau tanggung jawab lebih besar di level provinsi atau nasional setelahnya.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik