Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Jalinan Erat 75 Tahun Indonesia-Tiongkok

Addin Jauharudin Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor
01/8/2025 05:00

TUJUH puluh lima tahun yang lalu, tepatnya pada 1950, Indonesia dan Tiongkok membuka hubungan diplomatik yang kini berkembang menjadi kemitraan strategis komprehensif yang saling menguntungkan. Era Presiden Sukarno boleh disebut sebagai tonggak awal hubungan kedua negara. Dalam bukunya yang berjudul China and Shaping of Indonesia 1949-1965, Liu Hong (2011) menyebut Tiongkok sebagai mercusuar, penunjuk arah ke mana bangsa Indonesia akan dibangun.

 

DIPLOMASI ERA SUKARNO HINGGA PRABOWO

Di dalam buku Mengarungi Jejak, Merajut Asa: 75 Tahun Indonesia-Tiongkok karya Budy Sugandi, dkk (IRCiSoD, 2025) dituliskan dengan apik bahwa hari ini, dengan kesadaran pada landasan historisitas kelabu pada masa lalu, kita harus mempunyai proyeksi ke depan demi membangun dan memperkuat bangsa dan negara.

Satu di antara potensi yang dapat dibangun dan dikembangkan secara serius ialah relasi dan keterhubungan dengan Tiongkok yang sudah menjadi raksasa kemajuan dunia. Momentum 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Tiongkok bisa menjadi turning point bagi kita untuk mempererat dan memperkuat relasi dan kerja sama demi membangun Indonesia sebagai kekuatan baru di Asia.

Hubungan Indonesia-Tiongkok terus menunjukkan tren positif dengan hadirnya Perdana Menteri Tiongkok Zhou Enlai dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) Bandung pada 1955. Tiongkok pada momentum itu menginisiasi 'Lima Prinsip Hidup Berdampingan secara Damai' yang kemudian diterima para peserta konferensi. Kehadiran Tiongkok di Bandung saat itu tidak lain merupakan dukungan kepada Indonesia dan keberpihakan kepada negara-negara anggota KAA.

Betul bahwa sejarah pernah mencatat bahwa sempat terjadi ketegangan antara Indonesia dan Tiongkok yang berujung pada pembekuan hubungan diplomatik pada 30 Oktober 1967. Namun, ketegangan itu kemudian berakhir pada 1989, ketika Presiden Soeharto bertemu dengan Menteri Luar Negeri Tiongkok Qian Qichen di Tokyo, Jepang. Tepatnya pada 1990, Indonesia dan Tiongkok memutuskan untuk menormalisasi hubungan diplomatik kedua negara.

Hubungan Indonesia dengan Tiongkok semakin mesra utamanya pada masa Presiden Ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Waktu itu, ruang lingkup kesetaraan menjadi lebih luas bagi komunitas Tionghoa, yang merupakan diaspora Tiongkok di Indonesia, sehingga mereka dapat merayakan tahun baru Tionghoa (Imlek) dan mereka diizinkan untuk bekerja di pasar lokal Indonesia.

Gelar 'Bapak Tionghoa Indonesia' diberikan kepada Gus Dur karena beliau memberi etnik Tionghoa hak penuh di wilayah Indonesia. Pada 2003, Presiden Megawati Soekarnoputri memutuskan untuk menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional di Indonesia.

Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, hubungan Indonesia–Tiongkok memasuki era baru. Pada 2004, Mari Elka Pangestu yang merupakan keturunan Tionghoa diangkat menjadi menteri perdagangan Indonesia. Pada 2005, kedua negara sepakat meningkatkan hubungan mereka menjadi kemitraan strategis dan ditingkatkan lagi menjadi kemitraan strategis komprehensif pada 2013.

Sementara itu, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, hubungan Indonesia dan Tiongkok telah melampaui capaian periode-periode sebelumnya. Dari segi ekonomi, Tiongkok telah menjadi mitra dagang terbesar Indonesia dan sumber utama investasi greenfield dan infrastruktur. Nilai investasi Tiongkok di Indonesia sepanjang 2024 meningkat 9,5% menjadi US$8,1 miliar (Kementerian Investasi/BKPM Republik Indonesia, 2025).

Tahun 2024 menjadi babak baru hubungan Indonesia-Tiongkok. Pasalnya, pada tahun itu, Presiden Prabowo Subianto tercatat melakukan dua kali kunjungan ke 'Negeri Tirai Bambu'. Kunjungan pertama berlangsung pada April 2024, saat Prabowo masih menjabat presiden terpilih.

Pada kesempatan tersebut, ia melakukan pertemuan kehormatan dengan Presiden Xi Jinping di Great Hall of the People di Beijing. Kunjungan kedua berlangsung pada November 2024, setelah Prabowo resmi dilantik sebagai presiden. Dalam kunjungan kenegaraan perdananya itu, ia kembali bertemu dengan Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Qiang, serta Ketua Kongres Rakyat Nasional Zhao Leji.

Intensitas kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Tiongkok memiliki beberapa arti penting, baik dalam konteks hubungan bilateral antara Indonesia dan Tiongkok maupun bagi posisi politik dan ekonomi Indonesia di kawasan Asia.

Dalam konteks diplomasi, kunjungan itu menjadi simbol dari hubungan yang semakin erat antara Indonesia dan Tiongkok, terutama dalam hal diplomasi dan kerja sama internasional. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia dan kedua terbesar di dunia, Tiongkok memiliki peran penting dalam hubungan global dan Indonesia, sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, memiliki banyak kepentingan strategis dengan Tiongkok.

Di Tiongkok, pemerintah Indonesia juga terus melakukan diplomasi-diplomasi lunak dalam rangka menjaga hubungan people to people. Saat ini, Kedutaan Besar Indonesia telah mendirikan pusat kebudayaan Indonesia di universitas-universitas Tiongkok. Program itu memberikan akses kepada masyarakat Tiongkok untuk mengenal kekayaan budaya Indonesia.

Minat masyarakat Tiongkok kepada Indonesia juga menunjukkan tren yang positif. Pada 2024, setidaknya Indonesia telah menyambut lebih dari 1,1 juta jiwa wisatawan Tiongkok. Untuk lebih meningkatkan angka wisatawan Tiongkok ke Indonesia dan sebaliknya, saat ini terdapat 13 maskapai penerbangan yang menghubungkan kota-kota diTiongkok dengan Indonesia.

 

MEMPERERAT KERJA SAMA

Tidak kalah penting, kunjungan Presiden Prabowo dapat dimaknai sebagai upaya Indonesia untuk terus memperkuat kerja sama ekonomi dengan Tiongkok. Sebagai contoh, kunjungan Prabowo yang kedua menghasilkan komitmen investasi besar dari Tiongkok yang dapat mendukung berbagai proyek infrastruktur di Indonesia.

Itu termasuk komitmen Tiongkok untuk membantu program makan bergizi gratis rintisan Presiden Prabowo. Kerja sama itu tidak hanya bermanfaat bagi ekonomi Indonesia, tetapi juga memperluas jaringan perdagangan dan investasi.

Bagi Indonesia, Tiongkok merupakan bagian penting dari teka-teki pembangunan bangsa ini. Indonesia telah menetapkan tujuan nasional jangka panjang yang ambisius melalui visi Indonesia emas 2045. Strategi itu sejalan dengan peringatan seratus tahun kemerdekaan Indonesia pada 2045 yang bertujuan untuk mengangkat Indonesia menjadi salah satu dari lima ekonomi terbesar di dunia.

Inti rencana tersebut ialah komitmen untuk beralih dari ekonomi berbasis komoditas menjadi ekonomi yang didorong industri bernilai tambah. Dalam konteks itu, hubungan Indonesia dengan Tiongkok dapat menjadi katalisator tercapainya tujuan Indonesia emas 2045.

Di sisi lain, kunjungan Presiden Prabowo juga mencerminkan kemitraan strategis dalam bidang pertahanan dan keamanan, dengan Indonesia dan Tiongkok dapat memperkuat kerja sama untuk menjaga stabilitas kawasan Asia-Pasifik. Kunjungan tersebut juga memperlihatkan bagaimana Indonesia berusaha menjaga hubungan baik dengan kekuatan besar dunia, termasuk Tiongkok. Itu juga menunjukkan fleksibilitas Indonesia dalam menjalin kerja sama yang menguntungkan tanpa mengorbankan prinsip-prinsip kebijakan luar negeri bebas aktif.

Posisi Indonesia sangat strategis bagi Tiongkok sebagai penyeimbang khususnya di kawasan Asia Tenggara. Pandangan penduduk Indonesia terhadap Tiongkok yang positif memberikan ruang kepada Beijing untuk memperdalam hubungan mereka dengan Jakarta. Tiongkok juga melihat manfaat di kawasan Timur Tengah dari hubungan yang positif dengan negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam seperti Indonesia. Secara keseluruhan, Indonesia telah muncul sebagai mitra yang saling menguntungkan dengan Tiongkok di belahan bumi selatan.

Hal lain yang perlu dicatat dari 2024 sebagai tahun awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ialah bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS. Kerja sama itu sekali lagi menunjukkan Indonesia memiliki kesamaan visi dengan Tiongkok untuk mewujudkan keadilan, perdamaian, dan kesejahteraan yang merata bagi tatanan dunia.

Bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS sekali lagi menguatkan Indonesia untuk lebih dekat dengan Tiongkok melampaui periode-periode sebelumnya.

Pada akhirnya, hubungan Indonesia-Tiongkok bukan hanya tentang kerja sama yang terjalin dalam ruang lingkup diplomatik atau ekonomi, melainkan juga tentang bagaimana kedua negara saling memahami dan menghargai satu sama lain dalam berbagai dimensi. Keberhasilan hubungan itu terletak pada kemampuan untuk berbagi visi dan misi bersama, mengatasi tantangan dengan bijaksana, dan bekerja bersama menuju tujuan yang lebih besar, yaitu perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan yang berkelanjutan.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya