Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
DALAM persidangan, tiga mantan pimpinan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dituntut empat tahun penjara.
Jaksa menuntut ketiga terdakwa yang meliputi eks Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT periode 2019-2022, Ibnu Khajar dan eks Senior Vice President Operational ACT, Hariyana binti Hermain dalam perkara penggelapan dana bantuan sosial dari Boeing Community Investment Fund (BCIF) untuk keluarga korban kecelakaan Lion Air 610 oleh Yayasan ACT.
"Menuntut agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/12).
Jaksa menilai ketiga terdakwa telah terbukti melanggar ketentuan Pasal 374 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP yang merupakan dakwaan primer.
Kasus penggelapan dana sosial tersebut bermula dari, perusahaan Boeing atau Boeing Company melalui Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) telah memberikan sejumlah dana sebesar USD 25 juta yang diberikan kepada ahli waris atau korban kecelakaan pesawat Lion Air 610 yang diberitakan mengalami kecelakaan pada 29 Oktober 2018 lalu. Dalam kecelakaan tersebut, setidaknya menewaskan 189 penumpang beserta kru pesawat yang bertugas.
Selain itu, perusahaan Boeing melalui Boeing Community Investment Fund (BCIF) turut menyerahkan bantuan yang didiberikan untuk keperluan sosial.
Dana yang diserahkan oleh perusahaan Boeing tersebut tidak diketahui tidak langsung diterima oleh para ahli waris korban melainkan diterima oleh pihak ketiga yaitu Yayasan ACT setelah ditunjuk oleh ahli waris korban.
Baca juga: Ahli dari Kubu Ferdy Sambo Bicara Soal Peluang Vonis Bebas
Masing-masing dari ahli waris korban Lion Air 610 tersebut telah menerima bantuan dari Boeing sebesar USD 114.320 atau Rp. 2 miliar. Selain itu, ahli waris juga mendapatkan bantuan berupa dana sosial dari BAIK yang dikelola oleh ACT.
"Pihak Yayasan ACT menghubungi keluarga korban dan mengatakan bahwa Yayasan ACT telah mendapatkan amanah (ditunjuk) dari Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari Boeing," jelas jaksa.
Namun, dalam perjalanannya pihak ahli waris diminta oleh ACT untuk menyetujui pengelolaan dana BCIF oleh ACT sebesar USD 144.500. ACT mengatakan bahwa, dana tersebut rencananya akan dikelola untuk membangun fasilitas sosial.
"Bahwa para terdakwa telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp117.982.530.997 diluar dari peruntukannya yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing, yakni adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak perusahaan Boeing sendiri," Kata jaksa.
Atas tindakannya, para terdakwa disangkakan telah melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP
Para terdakwa yang hadir secara daring tersebut telah mengajukan nota pembelaan sehingga sidang akan dilanjutkan pada, Selasa (3/1). (OL-4)
Salah satunya ialah lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang kedapatan melakukan pencucian uang dengan berkedok sebagai lembaga amal.
JAKSA penuntut umum (JPU) akan membacakan tuntutan terhadap mantan Ketua Dewan Pembina Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Novariyadi Imam Akbari.
Sumber dana pembelian itu diduga berasal dari dana bantuan Boeing Community Investment Fund (BCIF) terkait kecelakaan Lion Air 610.
Dittipideksus Bareskrim Polri melakukan penyelidikan terkait dugaan penyelewengan dana umat di ACT. Penyelidikan berbekal data intelijen PPATK.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengusut tuntas kasus dugaan penyelewengan dana umat yang dilakukan pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Ahyudin diketahui terjerat kasus penyelewengan dana donasi dari PT Boeing untuk korban pesawat Boeing 737 Max 8 milik Lion Air yang jatuh pada 2018 lalu.
Mantan Vice President Operational Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Hariyana binti Hermain divonis tiga tahun penjara terkait perkara dugaan penggelapan dana bantuan sosial.
Vonis tersebut lebih rendah daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved