Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Indikasi Pelanggaran Masif Terjadi Di Desa Ngera Nagekeo

Ignas Kunda
25/3/2024 09:11
Indikasi Pelanggaran Masif Terjadi Di Desa Ngera Nagekeo
Kantor Bawaslu Kabupaten Nagekeo.(MI/Ignas Kunda)

DUGAAN kecurangan pemilu terjadi di Desa Ngera, Kecamatan Keotengah, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Indikasi pelanggaran pemilu secara sistematis dan masif itu diduga dilakukan oleh penyelenggara Pemilu di Desa tersebut pada saat pencoblosan, 14 Februari 2024 lalu. 

Sejumlah warga yang terindikasi berada di luar desa atau daerah pada hari Pemilu diduga digunakan namanya lengkap dengan tanda tangan daftar hadir untuk ikut mencoblos pada hari Pemilu dengan maksud mendongkrak mendongkrak caleg tertentu. 

Dugaan itu mencuat tatkala Emanuel Embu, salah satu Caleg dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), membeberkan sejumlah bukti-bukti ke Bawaslu Nagekeo untuk ditindak. 

Baca juga : Bawaslu Nagekeo Gandeng Jurnalis MI Beri Pelatihan Menulis

Caleg PKB Dapil Nagekeo ll itu datang pada 18 Februari 2024 membawa serta sejumlah bukti dokumen seperti daftar hadir dan serta bukti percakapan via WhatsApp dengan warga yang pada 14 Febuari berada di luar daerah akan tetapi namanya tercatat dalam daftar hadir di TPS. 

"Saya tidak tahu mau lapor siapa, saya hanya anak desa. Saya minta Bawaslu untuk bisa menindak ini dan mohon bantuan teman-teman media" ungkap Embu di hadapan tiga anggota Komisioner Bawaslu, anggota Polisi yang bertugas di Kantor Bawaslu, dan awak media.

Kepada Bawaslu Nagekeo, Embu membeberkan sedikitnya 21 orang ditenggarai berada di luar daerah di hari pencoblosan seperti Kupang, Jakarta, Papua, Kalimantan dan sejumlah daerah lain seperti RK di Kupang, dan MT di Kalimantan, SB di Kupang, SR di Papua dan OS di Jakarta.

Baca juga : Pimpin Demo di KPU, Refly Harun Ajak Masyarakat Tolak Hasil Pemilu

"Nama-nama tersebut adalah mereka-mereka yang dapat kami identifikasi akan keberadaan mereka. Sedangkan yang lain kami belum dapat identifikasi, namun dilihat dari bentuk dan model tanda tangan dalam daftar hadir serta persentase pemilih dalam daftar hadir yang mencapai 92% dari DPT, besar kemungkinan masih ada nama-nama lain yang
berindikasi dicurigai" tulis Embu dalam laporannya kepada Bawaslu. 

Kepada sejumlah jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Nagekeo (Arjuna), Embu berjanji akan membeberkan semua bukti-bukti seperti percakapan WhatsApp dan voice note dengan salah satu warga Ngera yang bertugas sebagai Satpam di Jakarta dan mahasiswa asal Ngera di Kupang. 

Embu meminta para jurnalis untuk menemuinya keesokan harinya di kediamannya di Kampung Pu'ukodi Desa, Kobar, Kecamatan Keo Tengah, akan tetapi hingga hari ini tak ada kabar beritanya.

Baca juga : Kasusnya Marak, Perda Soal Kekerasan Anak di Nagekeo NTT Belum Berjalan

Bawaslu telusuri dugaan kecurangan

Ketua Bawaslu Kabupaten Nagekeo Johanes Emanuel Nane mengatakan pihaknya sudah mendapatkan laporan berikut bukti valid terkait dugaan pelanggaran Pemilu (penggelembungan suara) pada tiga TPS di salah satu desa terpencil di pedalaman Maunori.

Kuat dugaan praktik penggelembungan suara ini dilakukan secara terstruktur dan sistematis oleh penyelanggara guna memenangkan salah satu caleg. 

"Saat ini sedang dilakukan penelusuran dan itu menjadi informasi awal. Bawaslu bersama sentra Gakumdu melakukan penelusuran untuk melihat apakah ada keterpenuhan syarat formil dan materil untuk diproses masuk ke pidana Pemilu atau tidak" jelas Nane di ruang kerjanya, 22 Februari lalu. 

Baca juga : PKS dan PKB Tampung Aspirasi Pendemo Tolak Pemilu Curang di DPR RI

Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Nagekeo Blasius Timba mengatakan pihaknya masih melakukan penelusuran atas pelanggaran pemilu di Desa Ngera karena belum ditemukan cukup bukti unsur pidananya.

“Belum cukup untuk unsur pidananya, kami belum regis dan masih penelusuran,” katanya saat ditemui jurnalis. 

Blasius membeberkan bukti yang dibawa Embu masih sebatas daftar hadir, C hasil, serta beberapa nama yang diduga tidak ada di kampung. Karena itu, pihaknya masih butuh waktu untuk bisa memastikan orang ini benar ada di kampung atau tidak. Kendala ini yang membuat Blasius belum bisa melakukan registrasi kasus tersebut. 

Baca juga : Gelombang Pasang Putuskan Jalan Antarkecamatan di Nagekeo

“Kita sudah konfirmasi ke pengawas desa namun mereka juga tidak kenal nama-nama itu. Kami konfirmasi ke pengawas TPS 1 dan 2 serta pengawas desa. Saat kami ketemu dengan mereka ada sesuatu yang mereka sembunyikan, masa satu kampung mereka tidak tahu nama lengkap?“ ungkapnya.

Menurut Blasius, untuk penelusuran kasus ini tidak ada batas waktu dan tidak kadaluarsa kasusnya walaupun ada tahapan Pilkada berjalan. 

Pihaknya tidak tinggal diam untuk menangani ini namun masih terkendala cuaca dan medan yang agak sulit menjangkau Desa Ngera. Meski Bawaslu belum bisa memastikan, dari data itu kelihatan dibuat oleh satu orang, dari laporan pengaduan ada nama yang di luar, bahwa itu ada indikasi, surat suara dipakai namun yang bersangkutan tidak ada. 

Baca juga : Dukungan Hak Angket Meningkat, BRIN: Bukti Pentingnya Urai Kecurangan Pemilu

Ia mengungkapkan mekanisme ideal kalau misalnya melapor maka hanya 7 hari jangka waktunya dan bila lebih dari itu kasusnya hilang. Laporan Embu hanya sebagai informasi awal karena ia tidak tahu siap yang mau dilaporkan. 

“Embu yang datang tidak tahu mau lapor siapa, berarti syarat formilnya tidak terpenuhi. Makanya itu hanya jadi informasi awal untuk kami lakukan penelusuran tanpa batas waktu. Ketika sudah buat hasil penelusuran menjadi temuan bawaslu maka baru kita lakukan registrasi dan mulai terhitung 7 hari. Dan di 7 hari itu kami akan lakukan pemanggilan klarifikasi atas orang-orang yang kami temukan itu. Setelah klarifikasi akan dibahas lagi di Gakumdu, apakah masuk pasal pidana atau tidak” ungkapnya. 

Blasius juga mengungkapkan, pihaknya kesulitan untuk masuk ke Desa Ngera untuk bisa memastikan bahwa nama yang ada ini terkonfirmasi berada di luar, dan ada orang yang bisa bersedia menyampaikan keterangan itu. 

Baca juga : Anggota DPR RI Fraksi PKB yang Dukung Hak Angket terus Bertambah

Namun, kalau ada orang yang datang melapor dengan membawa syarat formil maka pihak Bawaslu dapat segera memproses kasus tersebut dengan syarat 7 hari setelah diketahui. 

“Walaupun kejadian tanggal 14 februari namun bila ia baru diketahui temukan bukti nanti ini hari maka bisa dilaporkan dan diproses atau registrasi. Dengan cara dibuat kronologis dengan tanggal diketahui. Sedangkan ketika proses yang dipanggil untuk klarifikasi tinggal satu atau dua hari maka bisa diperpanjang 7 hari kerja, “ pungkas Blasius.

Ditemukan dugaan kecurangan dan kejanggalan 

Hasil penelusuran para jurnalis diperoleh bukti bahwa daftar pemilih tetap untuk pemilih aktif di Desa Ngera sebanyak 612 orang. Ada 3 TPS di Desa Ngera yang semuanya diduga terindikasi ada pelanggaran. 

Baca juga : Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang: Kecurangan Pemilu yang Terstruktur Modal Utama Penguatan Hak Angket

Dari semua itu, dari bukti daftar hadir yang diperoleh, terlihat bahwa hanya satu orang yang membuat daftar hadir karena tanda tangan sangat manipulatif. Setiap tanda tangan diawali dengan bentuk tanda tangan menyerupai huruf pertama nama lengkap orang yang ikut memilih.

Ditemukan bukti ada nama warga Desa Ngera yang berada di luar Flores, NTT pada hari pemilu tercatat ikut mencoblos dengan ditemukan nama dalam daftar hadir pada salah satu TPS di Desa Ngera. 

Warga Ngera berinisial YD misalnya, ternyata dia sudah setahun lebih berada di Papua, akan tetapi namanya tercatat di daftar hadir lengkap dengan tanda tangan dan ikut mencoblos. 

Baca juga : Resahkan Pemilu, Tokoh Militer dan Budayawan Minta Jokowi Mundur

"Dia tidak pernah pulang kaka, sudah satu tahun lebih" beber salah satu sumber.

Kejanggalan tanda tangan juga ditemukan di hampir 50% daftar hadir yang mana diduga hasil karya satu orang sebab, hampir semuanya mirip. Misalnya nama Anastasia maka tanda tangannya kelihatan huruf A duluan begitupun dengan nama lain. Ditemukan beberapa orang yang tanda tangannya justeru sama persis. 

Jika lazimnya pencatatan rekapitulasi oleh KPPS pada salinan C1 pada umumnya mengalami kekeliruan dan coretan tipe-X maka tidak begitu dengan tiga TPS di Ngera, semuanya bersih dan rapi. 

Baca juga : JK Nilai Hak Angket Dibutuhkan agar Kecurigaan Masyarakat Terjawab

Perludem minta Bawaslu Nagekeo serius

Menyikapi temuan yang diperoleh di Desa Ngera, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Nagekeo, NTT, untuk serius menindaklanjuti temuan dugaan pelanggaran Pemilu yang disinyalir dilakukan oleh penyelanggara Pemilu di Desa Ngera, Kecamatan Keotengah pada 14 Februari lalu.

"Wajib hukumnya Bawaslu segera menindaklanjuti temuan ini, jangan sampai hanya karena belum ada unsur keterpenuhan syarat lalu seolah lepas tangan, harusnya justeru ini menjadi temuan Bawaslu untuk segera mencari tau siapa pelaku" ungkap Peneliti Perludem Usep Hasan Sadikin saat dikonfirmasi per telepon, Minggu (24/3). 

Menurut Hasan, Bawaslu sebenarnya harus lebih proaktif, obyektif, dan transparan dalam proses tindak lanjut temuan ini dengan melakukan penelusuran lebih lanjut. 

Baca juga : Pengamat Nilai PDIP belum Satu Suara soal Hak Angket

Bermodalkan data dan bukti yang dibeberkan pengadu, Bawaslu, lanjut Hasan, bisa saja menggunakan kewenangan untuk memanggil pengawas Desa dan Pengawas TPS yang adalah hierarki yang lebih rendah. 

"Mengenai kedaluarsa kan bisa diperbaharui ketika menemukan fakta baru, ada pengawas TPS ada hierarki lembaga Bawaslu, dugaan pemalsuan tanda tangan, dugaan hasil pengisian formulir, pengawas TPS penting diminta keterangan sehingga ini bisa ditemukan persoalan sebenarnya" paparnya. 

Dalam proses tindakan dugaan pelanggaran pemilu dimaksud, menurut Usep, penting untuk dipastikan bahwa jalur yang akan ditempuh ini melalui jalur yang mana, perselisihan pemilu atau tindakan pidana pemilu. 

Baca juga : DPD: Pansus Dibentuk untuk Usut Kecurangan Pemilu di Semua Tingkatan

Sebab, kedua jalur penyelesaian ini masing-masing melewati mekanisme berbeda yang mana sengketa perselisihan hasil melalui jalur Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Partai politik dan pidana pemilu oleh siapa saja. 

Proses pidana pelanggaran pemilu oleh penyelenggara ini kata Hasan bisa saja temuan Bawaslu, bisa juga laporan masyarakat disertai dengan bukti-bukti. Dan ini wajib hukumnya Bawaslu harus menindak, soal terpenuhi tidaknya unsur pidana itu kewenangan aparat Kepolisian dan Kejaksaan melalui Gakkumdu. 

"Kalau pidana pemilu pasti ada modus operandinya. Yang saya lihat ada dugaan penggelembungan suara untuk mendongkrak suara caleg tertentu, sebetulnya jalurnya sudah dilalui dengan baik, seharusnya Bawaslu menempatkan laporan ini sebagai peristiwa awal optimalkan kewenangan mencari pelaku kerjasama dengan Gakkumdu untuk proses penyelidikannya" saran dia. 

Baca juga : Fraksi PKS Dorong DPR Gunakan Hak Angket Usut Dugaan Kecurangan Pemilu

Selanjutnya penyelesaian perselisihan hasil kata Hasan jalur yang ditempuh adalah melaporkan temuan ini langsung ke MK sebagaimana pedoman yang digunakan adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. 

Subtansi subyek hukum yang bisa ditempuh melalui jalur ini adalah pelaporan perselisihan hasil  oleh partai politik atau Caleg yang menyertakan persetujuan dari Ketum Partai dan Sekjen disertai saksi dan bukti-bukti valid. 

"Saran saja, kalau mau ke MK langsung saja berkasnya dikirim ke MK, ini mau caleg manapun mau partai manapun bisa karena, obyek laporan perselisihan hasilnya itu adalah surat keputusan KPU berarti di sini Surat Keputusan KPU Nagekeo, artinya yang jadi terlapor adalah KPU, obyek perselisihan hasil karena menyertakan hasil yang di hasil penggelembungan" pungkasnya. 

Sedangkan warga Mbay menyayangkan sikap Bawaslu yang lamban untuk merespon pelanggaran ini dan sudah  berjalan satu bulan namun sepertinya diam di tempat. Kalau Bawaslu saja yang menjadi harapan masyarakat untuk menegakan demokrasi tidak bisa berbuat banyak mau dikemanakan demokrasi kita ini.

“Bila ini benar terbukti maka, dulu orang bilang suara masyarakat adalah suara Tuhan, kalau sekarang suara KPPS atau Penyelenggara Pemilu adalah Suara Tuhan,” katanya. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya