Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Komnas Perempuan Minta SEMA Larangan Nikah Beda Agama Dicabut

Apul Iskandar
31/7/2023 07:10
Komnas Perempuan Minta SEMA Larangan Nikah Beda Agama Dicabut
Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang(MI/Apul)

KOMISI NASIONAL (Komnas) Perempuan mendesak dan meminta Mahkamah Agung (MA)  mencabut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 2023 tentang  Petunjuk Bagi Hakim Dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Yang Berbeda Agama dan Kepercayaan. Pasalnya kebijakan itu dinilai kebijakan diskriminatif, mengingat Indonesia sebagai negara kesatuan memiliki keragaman suku bangsa, budaya, tradisi, termasuk agama, yang dilambangkan melalui Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Dalam keragaman tersebut, pembaruan dan interaksi antara warga satu sama lain dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara terjalin, termasuk hubungan yang berakhir dengan suatu perkawinan terjadi secara faktual.

Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang mengutarakan ada kewajiban Indonesia sebagai negara pihak yang hak-hak warga negaranya juga telah dijamin dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah menjadi hukum nasional UU Nomor 12 Tahun 2005 sebagaimana tertuang pada Pasal 2.

Baca juga: Tidak Sejalan dengan Kebhinnekaan, SEMA 2/2023 Harus Dicabut

"Termasuk hak dalam perkawinan sebagaimana tertuang pada pasal 14 dan Pasal 23 ICCPR juga Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang telah menjadi hukum nasional UU Nomor 11 Tahun 2005 sebagaimana tertuang pada Pasal 2, termasuk hak dalam perkawinan sebagaimana tertuang pada Pasal 10 konvensi tersebut," kata Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Veryanto Sitohang dalam keterangan tertulisnya, Minggu (30/7).

Dia menegaskan hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah sebagaimana yang diatur pada pasal Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang  Nomor 1 Tahun  1974 merujuk Pasal 28B ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 merupakan bentuk realisasi atau pelaksanaan dari 'setiap orang berhak' dan tindakan 'membentuk keluarga' dan tindakan 'membentuk keluarga' adalah pada kehendak bebas (free consent) warga negara sebagai pemegang hak dasar (right holder) yang secara asasi masuk dalam ranah hukum privat atau keperdataan.

Baca juga: Komnas Perempuan Desak DPR RI Segera Lakukan Pembahasan RUU PPRT

"Oleh karena itu, kehadiran hukum negara dalam proses membentuk keluarga adalah bersifat komplemen dan pada posisi bertindak secara pasif untuk menghormati terhadap hak sipil kewarganegaraan. Komnas Perempuan berpendapat bahwa perkawinan beda agama juga beririsan dengan hak dasar kebebasan beragama yang dijamin Konstitusi," ujarnya.

Veryanto mengungkapkan dari hasil FGD Komnas Perempuan 2022, Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) menyampaikan sejak 2005 telah ada 1.655 pasangan berbeda agama/kepercayaan telah menikah. Bahkan di tahun 2010 mencapai 233ribu pasangan yang menikah beda agama/kepercayaan.

"Informasi yang disampaikan oleh Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (2022) mencatatkan bahwa ada 34,6 juta pasangan kawin, berstatus kawin belum tercatat termasuk diantaranya karena perkawinan beda agama. Perkawinan tidak tercatatkan memberikan dampak hambatan pada kehidupan perempuan dan pemenuhan hak-haknya," ungkapnya. (Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya