Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Petani Bandung Barat Bertanam di Sungai Citarum yang Surut

Depi Gunawan
07/8/2024 19:35
Petani Bandung Barat Bertanam di Sungai Citarum yang Surut
Petani di Bandung Barat bertanam di aliran Sungai Citarum yang mengering.(MI/DEPI GUNAWAN)

MUSIM kemarau tidak selamanya merugikan masyarakat. Petani di bantaran
Sungai Citarum di wilayah Kabupaten Bandung Barat memanfaatkan surutnya air aliran Waduk Saguling dengan menanam padi dan palawija.

Eji Suhari ,65, warga Desa Cangkorah, Kecamatan Batujajar, Kabupaten
Bandung Barat salah satunya. Setiap musim kemarau, Eji dan warga sekitar kerap memanfaatkan keringnya sungai untuk kegiatan pertanian.

"Sejak dari dulu saya selalu bertani di sini kalau airnya sedang surut.
Bahkan sebelum aliran digenangi air juga sudah bertani," kata Eji, Rabu
(7/8).

Baca juga : Pemerintah Desa Sukoharjo Didorong Cari Sumber Air untuk Hadapi Kekeringan

Hasil bertani di tepian sungai biasanya hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari Eji dan keluarganya. Tak seperti petani lainnya yang rata-rata menanam timun, jagung, ubi, dan cabai, dia memilih menanam padi di lahan dadakannya.

"Orang lain tanam yang cepat dipanen, tapi saya pilih padi saja. Nanti
panen diperkirakan dapat 3-4 karung atau kemungkinan antara 70-80 kilogram beras. Hasilnya nanti buat dikonsumsi keluarga, enggak dijual," ujarnya.

Diakuinya, membuka lahan pertanian di pinggiran sungai tentunya sangat
beresiko gagal panen. Bukan karena hama atau tanaman, tapi kekhawatiran
permukaan air kembali naik di saat padinya belum bisa dipanen.

Baca juga : Terlambat Tanam, Petani Lahan Rawa di Kalsel Harap Kemarau Lebih Panjang

"Pengalaman tahun lalu, saya enggak sempat panen lantaran permukaan sungai ternyata lebih cepat naik daripada yang saya perkiraan. Risikonya saya rugi, padahal biaya tanam bisa sampai Rp2 juta," tuturnya.

Petani lainnya, Onang Hidayat, 71, mengaku, terpaksa pindah bertani ke
tepian sungai karena kondisi lahan sawahnya mengering. Sudah beberapa
bulan, lahan garapannya tidak teraliri air akibat kemarau.

"Biasanya saya garap sawah sewa tapi sekarang lahannya mengering, gak ada air sejak dua bulan lalu. Saya sudah tanam musim kedua tapi keburu kemarau jadinya gak kepanen," ucap dia.

Berbeda dengan Eji, Onang pilih menanam berbagai jenis palawija yang cepat dipanen agar menghasilkan uang, "Sekarang baru nanam cabai sama ubi jalar. Nanti rencananya jagung agar bisa dijual saat tahun baru. Mudah-mudahan bisa kepanen," tambahnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng
Berita Lainnya

Bisnis

Wisata
Kuliner