Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Mengungkap Isu Bahaya BPA bagi Kesehatan, benarkah Belum Ada Bukti Ilmiah yang Kuat?

Melani Pau
10/9/2024 19:36
Mengungkap Isu Bahaya BPA bagi Kesehatan, benarkah Belum Ada Bukti Ilmiah yang Kuat?
Diskusi tentang bahaya BPA bagi kesehatan(MI/ Melani Pau)

BISPHENOL-A (BPA), zat kimia yang sering ditemukan pada berbagai barang di sekitar kita, kini kembali menjadi sorotan terkait potensi risiko kesehatan

BPA tidak hanya terdapat pada kemasan pangan, tetapi juga pada thermal paper yang digunakan pada struk belanja, peralatan olahraga, dan peralatan medis seperti selang kateter dan tambalan gigi.

Namun, seberapa besar risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh BPA sebenarnya?

Baca juga : 8 Efek Samping Mengonsumsi Buah Alpukat Secara Berlebihan

Guru Besar bidang ilmu Rekayasa Proses Pengemasan Pangan dan Teknologi Pangan IPB Nugraha Edhi Suyatma menjelaskan bahwa BPA merupakan bahan baku utama dalam pembuatan plastik polikarbonat dan epoksi.

Setelah diproses menjadi polikarbonat, kandungan BPA pada material ini hampir tidak ada dan yang tersisa pun tidak mudah larut.

“BPA diproses bersama bahan lain untuk menghasilkan polikarbonat yang kuat. Kandungan BPA dalam polikarbonat yang telah jadi sudah sangat minim dan tidak mudah lepas,” paparnya.

Baca juga : 7 Bahaya Terlalu Sering Minum Kopi, Bisa Osteoporosis

Lebih lanjut, Nugraha menjelaskan bahwa sisa BPA pada kemasan polikarbonat atau epoksi hanya dapat bermigrasi dalam kondisi ekstrem.

“Polikarbonat sangat tahan panas dengan titik leleh mencapai 200 derajat Celsius. Selama proses distribusi, kemasan tidak akan terkena suhu lebih dari 50 derajat Celsius. Oleh karena itu, risiko migrasi BPA sangat kecil,” jelasnya.

Sementara itu, Ahli Endokrinologi dan Metabolik Laurentius Aswin Pramono menegaskan bahwa pedoman dunia kedokteran dan kesehatan saat ini menggunakan pendekatan evidence-based medicine atau kedokteran berbasis bukti.

Baca juga : Dampak Mikroplastik pada Kesehatan, Mengapa Kita Harus Peduli?

Tingkat tertinggi dalam pembuktian ilmiah adalah studi meta-analisis, yang mengompilasi berbagai hasil penelitian dan menganalisisnya untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas.

“Studi meta-analisis belum menunjukkan bukti yang konsisten bahwa BPA menyebabkan risiko kesehatan seperti diabetes atau kanker pada manusia. Sebagian besar penelitian hanya dilakukan pada hewan coba dengan dosis yang sangat besar,” jelas nya.

Menurut Aswin, BPA tidak tercantum dalam panduan kesehatan manapun dan belum ada konsensus ilmiah yang mengaitkan BPA dengan penyakit serius.

Baca juga : Jangan Disepelekan, ini 11 Bahaya Sering Makan Gorengan

“Belum ada bukti ilmiah yang kuat yang menunjukkan bahwa BPA dapat menyebabkan diabetes atau kanker pada manusia. Penelitian yang ada umumnya dilakukan di laboratorium dengan hewan coba,” imbuhnya.

Hal serupa disampaikan oleh Nugraha. Ia mencatat bahwa studi-studi terkait BPA belum menunjukkan hasil yang konsisten dan belum cukup kuat.

Penelitian di Makassar menunjukkan bahwa uji migrasi BPA pada kemasan pangan berada dalam rentang 0,0001 – 0,0009 mg/kg, jauh di bawah batasan BPOM sebesar 0,05 mg/kg.

Selain itu, penelitian dari ITB menunjukkan bahwa BPA tidak terdeteksi pada galon dari beberapa merek yang umum dikonsumsi di Indonesia.

“Temuan ini menunjukkan bahwa BPA tidak terdeteksi bahkan dengan alat yang paling sensitif sekalipun,” ujarnya.

Tolerable Daily Intake (TDI) untuk BPA yang ditetapkan adalah 4 mg/kg berat badan. Jadi, untuk seseorang dengan berat badan 75 kg, batas asupan harian BPA adalah 300 mg.

“Jika air minum terpapar oleh BPA, kadarnya sangat rendah. Anda perlu mengonsumsi 10.000 liter air sekaligus untuk mencapai kadar BPA yang melebihi ambang batas aman, yang praktis mustahil dilakukan,” ujar Aswin.

Aswin juga menjelaskan bahwa tubuh kita secara alami memetabolisme berbagai zat kimia termasuk BPA. Zat ini dipecah oleh hati dan dikeluarkan melalui saluran pencernaan atau urin.

“BPA yang masuk ke dalam tubuh akan dimetabolisme oleh hati dan dibuang melalui saluran pencernaan atau ginjal,” jelasnya.

Diskusi ini menegaskan bahwa meskipun BPA sering menjadi perhatian publik, bukti ilmiah yang ada saat ini belum cukup untuk mengkonfirmasi risiko kesehatan yang signifikan dari zat ini. (Z-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya