Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) menyebut pengaturan penjualan rokok secara eceran bertujuan menekan konsumsi rokok. Kepala Biro Hukum Kemenkes Indah Febrianti mengatakan ketentuan pengendalian produk tembakau, terutama rokok eceran, didorong karena penjualan produk tersebut mudah diakses anak-anak dan remaja.
“Penjualan secara eceran sangat rentan produk mudah diakses oleh perokok pemula anak dan remaja yang memang kita ingin tekan tingkat konsumsinya,” kata Indah dalam keterangannya di Jakarta Jumat (2/8).
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang. Sebanyak 7,4% di antaranya perokok berusia 10-18 tahun.
Baca juga : Implementasi PP Pengendalian Tembakau, Jangan Hanya di Atas Kertas
Kelompok anak dan remaja merupakan kelompok dengan peningkatan jumlah perokok yang paling signifikan. Data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019 menunjukkan, prevalensi perokok pada anak sekolah usia 13-15 tahun naik dari 18,3% (2016) menjadi 19,2% (2019).
Sementara itu, data SKI 2023 menunjukkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak (56,5%), diikuti usia 10-14 tahun (18,4%).
Di samping itu, pengguna rokok elektrik di kalangan remaja ikut meningkat dalam 4 tahun terakhir. Dari hasil data Global Adult Tobacco Survey (GATS) pada 2021, prevalensi rokok elektrik naik dari 0,3% pada 2019 menjadi 3% pada 2021.
Baca juga : PP No 28/2024 belum Tegas, masih Bisa Dikompromikan
Pemerintah sendiri baru saja mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023. Salah satunya mengenai aturan pengendalian zat adiktif produk tembakau, di antaranya aturan mengenai penjualan rokok eceran, pembatasan iklan rokok, dan peringatan kesehatan pada kemasan rokok.
“Terkait substansi tembakau, pengaturan larangan menjual secara eceran memang bagian dari upaya pengendalian dampak buruk tembakau dengan menekan konsumsinya,” jelas Indah.
Pengendalian zat adiktif produk yang mengandung tembakau atau tidak mengandung tembakau, baik rokok atau bentuk lain yang bersifat adiktif, diatur dalam Bab II Bagian Kedua Puluh Satu Pengamanan Zat Adiktif, dari Pasal 429 sampai Pasal 463.
Baca juga : Larangan Penjualan Rokok di Kawasan Sekitar Sekolah Adalah Langkah Progresif Perlindungan Anak
Aturan rokok eceran tertuang pada Pasal 434 ayat (1). Pasal itu berbunyi, setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik (1) menggunakan mesin layan diri; (2) kepada setiap orang di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun dan perempuan hamil; (3) secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.
Selanjutnya (4) dengan menempatkan produk tembakau dan rokok elektronik pada area sekitar pintu masuk dan keluar atau pada tempat yang sering dilalui; (5) dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak; dan (6) menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial.
Ketentuan larangan penjualan melalui situs web atau aplikasi elektronik komersial sebagaimana tercantum pada ayat (1) huruf f dapat dikecualikan jika terdapat verifikasi umur.
Baca juga : Rokok dan Kanker Paru
“Ketentuan pengendalian produk tembakau dan rokok elektronik termasuk salah satu poin-poin terbaru dalam PP No. 28 Tahun 2024 ini,” lanjut Indah.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menambahkan, aturan ketat pengendalian produk tembakau rokok eceran dan rokok elektronik diharapkan mengurangi prevalensi perokok remaja dan pemula.
“Aturan pengendalian produk tembakau dalam PP No 28 Tahun 2024 ini merupakan upaya untuk melakukan perubahan perilaku. Kalau perubahan perilaku memang tidak instan hasilnya, tapi berharap dengan regulasi ini kita dapat mengurangi prevalensi merokok, terutama tren peningkatan di kalangan remaja dan pemula,” tambahnya.
Aturan lain terkait pengendalian produk tembakau dalam PP Kesehatan di antaranya pencantuman gambar dan tulisan peringatan kesehatan yang diatur pada Pasal 438 ayat (4).
Pasal tersebut mengatur bahwa bagian atas kemasan di sisi depan dan belakang harus memuat gambar peringatan kesehatan seluas 50%. Gambar ini harus diawali dengan kata “Peringatan” yang dicetak dengan huruf kuning di atas latar hitam.
Selain itu, gambar harus dicetak dengan jelas dan mencolok, baik sebagian atau seluruhnya. Gambar juga harus dicetak berwarna serta tidak boleh tertutup oleh apa pun.
Selain itu, PP Kesehatan juga membatasi iklan produk tembakau dan rokok elektronik. Seperti halnya pada media luar ruang, iklan tidak boleh dipasang di kawasan tanpa rokok meliputi fasilitas kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, dan angkutan umum.
Iklan juga tidak dipasang di jalan utama dan jalan protokol maupun dalam radius 500 meter di luar satuan pendidikan dan tempat bermain anak (Pasal 449 ayat 1). Media iklan luar ruang berupa videotron hanya dapat ditayangkan pada pukul 22.00-05.00 waktu setempat.
Pasal 451 ayat (1) iklan produk tembakau dan rokok elektronik di media televisi harus berukuran full screen selama paling singkat 10% dari total durasi iklan dan tidak kurang dari 2 detik. Kemudian ukuran iklan media televisi dan cetak sekurang-kurangnya 15% dari total luas iklan.
Serupa dengan aturan iklan rokok videotron, iklan di televisi dan radio pun hanya dapat ditayangkan atau disiarkan setelah pukul 22.00-05.00 waktu setempat.
Seluruh iklan juga harus memenuhi persyaratan, di antaranya mencantumkan tulisan “Dilarang menjual dan memberi kepada orang di bawah 2l tahun dan perempuan hamil”, tidak ditujukan terhadap anak, remaja, dan/atau wanita hamil, dan tidak menggunakan kartun atau animasi sebagai bentuk tokoh iklan. (H-2)
KPAI meminta agar pemerintah daerah bisa menegakkan regulasi yang terang benderang soal komitmen menjauhkan anak dari industri rokok.
PERIZINAN rokok dengan berbagai rasa seperti buah-buahan, melalui vape dan pods meningkatkan penjualan rokok bentuk lain dikalangan anak dan remaja.
Salah satu tantangan terbesar dalam kesehatan masyarakat saat ini adalah daya tarik produk tembakau, nikotin, dan turunannya seperti rokok dan vape, terutama bagi anak muda.
BERBAGAI upaya telah dilakukan pemerintah untuk mencegah peningkatan kasus perokok di kalangan remaja. Namun kasus perokok pada remaja terus meningkat.
Unggahan para pesohor mengenai rasa dan sensasi mengonsumsi rokok elektronik atau vape, akan dengan mudah ditonton dan bahkan ditiru oleh anak muda.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, DIY tercatat sebagai provinsi dengan prevalensi perokok anak tertinggi kedua di Indonesia.
Peradangan gusi dan kehilangan gigi menjadi masalah yang paling sering ditemui pada perokok aktif. Rokok dapat berefek pada lemahnya jaringan penyangga gigi atau jaringan periodontal.
Sebanyak 12% remaja laki-laki usia 12–19 tahun merupakan perokok aktif, sementara 24% menggunakan rokok elektronik.
Baru-baru ini terjadi perdebatan antara ustaz yang merokok dan yang mengharamkan rokok. Untuk lebih jelasnya berikut paparan pendapat ulama tentang hukum rokok.
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes Benget Saragih mengatakan saat ini tengah diupayakan dalam hal pengendalian rokok lewat standardisasi kemasan rokok.
Kemenkes mengimbau masyarakat untuk mulai berhenti kebiasaan merokok konvensional maupun elektrik, karena rokok dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular.
metode Tobacco Harm Reduction (THR) memfokuskan peralihan konsumsi rokok dengan menggunakan langkah alternatif yang lebih rendah risiko.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved