Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
KETUA Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari mengatakan ada keterkaitan antara dampak penjualan rokok oleh warung di sekitar sekolah terhadap kemudahan akses anak merokok yang menyebabkan meningkatnya prevalensi perokok anak. Hal itu berdasarkan pada penelitian Lentera anak pada 2015 dan 2020 yang berbasis di lima kota.
“Kami melakukan survei mengenai penjualan rokok di sekitar sekolah, hasilnya menunjukkan bahwa ada banyak warung di sekitar sekolah yang menjualkan rokok kepada anak-anak, itu fakta yang terjadi di lapangan. Penjualan rokok di dekat sekolah cukup signifikan dan sangat banyak, anak-anak juga sering membeli rokok di warung dengan sistem ketengan,” ujarnya kepada Media Indonesia pada Minggu (14/7).
Lisda berharap wacana pemerintah yang melarang pedagang berjualan rokok dengan radius 200 meter dari lingkup sekolah dan tempat bermain anak dalam draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, dapat memberikan anak perlindungan dari paparan rokok. Aturan yang merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 itu dinilai progresif.
Baca juga : Rokok dan Kanker Paru
“Tentu kita ingin menjadikan RPP Kesehatan itu sebagai dasar, kita sepakat bahwa anak-anak tidak boleh merokok, artinya rokok bukan konsumsi untuk anak-anak karena akan membahayakan kesehatan dalam jangka panjang, sudah semestinya masyarakat mendukung,” jelasnya.
Data Outlook Perokok Pelajar Indonesia pada 2023, sebanyak 47,06% anak membeli rokok secara eceran dengan tempat membeli rokok terbanyak di kios. Ketika membeli pun sebagian besar anak tidak pernah ditanya kartu identitas atau usia. Keterikatan dengan rokok membuat anak juga lebih rentan melakukan tindak kekerasan agar bisa mendapatkan rokok. Sekitar 70% anak pernah memalak demi membeli rokok.
Menurut Lisda, penjualan rokok di sekitar sekolah perlu diatur secara komprehensif, hal itu bertujuan untuk mengurangi akses anak terhadap pembelian rokok, sebab menurutnya salah satu penyebab anak-anak merokok adalah kemudahan akses kepada rokok. Selain harga terjangkau, anak-anak juga bisa membeli rokok karena banyaknya warung penjual rokok di sekitar lingkup mereka beraktivitas.
Baca juga : Belajar dari Negara Lain Turunkan Perokok Anak
“Setidaknya saat di sekitar sekolah tidak ada orang yang menjual rokok, anak-anak tidak akan punya akses untuk membeli. Ketidakmudahan akses membeli rokok itu juga akan mengurangi keinginan mereka untuk merokok. Ini juga sangat mendukung kebijakan di sekolah sebagai kawasan tanpa rokok tidak hanya di dalam sekolah, tapi juga di sekitar lingkungan sekolah,” jelasnya.
Menurut data Survei Kesehatan Indonesia pada 2023, jumlah perokok anak prevalensi usia 10-18 tahun sebanyak 7,6%. Sementara itu melansir data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak yang menjadi perokok pasif lebih rentan mengalami batuk lama, menderita sakit radang paru (pneumonia), dan asma. Bahkan, sebanyak 165.000 orang anak di dunia meninggal setiap tahun karena penyakit paru terkait dengan paparan asap rokok.
Di samping itu, rokok juga berpengaruh terhadap kondisi tengkes atau stunting pada anak. Riset Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) mengungkap, kejadian stunting pada anak dari keluarga perokok 5,5% lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari keluarga bukan perokok.
Baca juga : PDPI Bersinergi dengan Kenvue untuk Turunkan Prevalensi Perokok di Indonesia
“Meskipun angka tersebut turun tapi masih cukup tinggi. Di negara-negara yang dianggap perokok anaknya sudah rendah, jumlah perokoknya harus dibawa 1%. Jadi bagaimanapun, anak akan beraktivitas selama lebih dari 8 jam sehari di sekitar sekolah, ketika warung dilarang menjual rokok maka akan mengurangi penjualan rokok pada anak,” imbuh Lisda.
Lisda mengajak agar seluruh pihak khususnya pemerintah daerah agar dapat mensosialisasikan pentingnya larangan penjualan rokok di sekitar sekolah kepada pada warung serta menjadikan sekolah dan kawasan sekitar sekolah sebagai kawasan ramah anak yang terbatas rokok.
“Warung bukan hanya menjual rokok, dimana rokok hanya sedikit barang yang dijual. Penjualan rokok yang dilarang juga hanya kepada anak, jadi silahkan jika yang membeli adalah orang dewasa, tapi harus dipastikan bahwa bukan anak yang membeli karena ketersediaan rokok di warung sekitar sekolah salah satu faktor membuat anak menjadi perokok aktif,” ujarnya.
Baca juga : Perokok Tiga Kali Lebih Tinggi Terancam Masalah Kesehatan Ketimbang Orang yang tidak Merokok
Menanggapi berbagai kontroversi mengenai teknis implementasi aturan ini yang terkesan ambigu sebab pelarangan penjualan rokok dengan jarak 200 meter ini tidak dijelaskan secara detail dalam RPP, Lisda mengatakan bahwa pengaturannya secara detail akan dimuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan.
“Secara teknis akan seperti apa pengaturan jarak radius 200 meter tersebut, akan diatur lebih detail dalam peraturan menteri. Bagaimana teknisnya yang pasti karena ini lingkup sekolah, sehingga pemda juga harus melakukan pengawasan. Kemendikbud juga punya aturan kawasan sekolah tanpa rokok juga bisa memperkuat implementasi,” tuturnya.
Lisda membagikan pengalamannya pada 2016 saat lentera anak melakukan pendekatan kepada warung-warung di sekitar sekolah melalui sebuah pilot project. Dikatakan bahwa melalui sosialisasi, para pemilik warung dapat mengerti dan memahami bahkan mendukung untuk tidak menjual rokok kepada anak-anak.
“Mereka mendukung untuk tidak menjual rokok kepada anak, bahkan iklan rokok yang dipasang di warung diturunkan dan dibalik sebagai bentuk dukungan. Para pemilik warung paham dan mengerti asalkan mereka diberikan sosialisasi dan pemahaman, mereka mendukung bahwa anak tidak boleh mengakses rokok,” ungkapnya.(H-2)
KPAI meminta agar pemerintah daerah bisa menegakkan regulasi yang terang benderang soal komitmen menjauhkan anak dari industri rokok.
PERIZINAN rokok dengan berbagai rasa seperti buah-buahan, melalui vape dan pods meningkatkan penjualan rokok bentuk lain dikalangan anak dan remaja.
Salah satu tantangan terbesar dalam kesehatan masyarakat saat ini adalah daya tarik produk tembakau, nikotin, dan turunannya seperti rokok dan vape, terutama bagi anak muda.
BERBAGAI upaya telah dilakukan pemerintah untuk mencegah peningkatan kasus perokok di kalangan remaja. Namun kasus perokok pada remaja terus meningkat.
Unggahan para pesohor mengenai rasa dan sensasi mengonsumsi rokok elektronik atau vape, akan dengan mudah ditonton dan bahkan ditiru oleh anak muda.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, DIY tercatat sebagai provinsi dengan prevalensi perokok anak tertinggi kedua di Indonesia.
Peradangan gusi dan kehilangan gigi menjadi masalah yang paling sering ditemui pada perokok aktif. Rokok dapat berefek pada lemahnya jaringan penyangga gigi atau jaringan periodontal.
Sebanyak 12% remaja laki-laki usia 12–19 tahun merupakan perokok aktif, sementara 24% menggunakan rokok elektronik.
Baru-baru ini terjadi perdebatan antara ustaz yang merokok dan yang mengharamkan rokok. Untuk lebih jelasnya berikut paparan pendapat ulama tentang hukum rokok.
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes Benget Saragih mengatakan saat ini tengah diupayakan dalam hal pengendalian rokok lewat standardisasi kemasan rokok.
Kemenkes mengimbau masyarakat untuk mulai berhenti kebiasaan merokok konvensional maupun elektrik, karena rokok dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular.
metode Tobacco Harm Reduction (THR) memfokuskan peralihan konsumsi rokok dengan menggunakan langkah alternatif yang lebih rendah risiko.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved