Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
ORGANISASI Kesehatan Internasional (WHO) mengeluarkan panduan baru, yang menyebut bahwa pemanis buatan non-gula (NSS), tidak dapat menunjukan bukti empiris bisa mengurangi berat badan seseorang. Temuan baru WHO mengungkapkan pemanis buatan non-gula tidak punya keuntungan jangka panjang untuk mengurangi berat badan pada orang dewasa dan anak-anak. Malahan, penggunaan jangka panjangnya, dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan bahkan kematian pada orang dewasa.
“Mengganti gula dengan NSS tidak dapat membantu mengontrol berat badan dalam jangka panjang. Orang-orang harus mempertimbangkan cara lain untuk mengurangi konsumsi gula, seperti mengonsumsi makanan yang mengandung gula alami, seperti buah, atau makanan yang tak dibuat manis,” ungkap Direktur Nutrisi dan Keamanan Makanan WHO Francesco Branca, dikutip Senin (15/05).
Baca juga: Pemanis Buatan Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung
“NSS, secara esensial tidak punya nilai nutrisi. Orang-orang harus mengurangi konsumsi makanan manis, dimulai dari sekarang, untuk meningkatkan kesehatan,” lanjut Branca.
Pemanis buatan non-gula, umumnya ditemukan pada Asesulfam potasium, aspartam, advantame, natrium siklamat, neotam, dan sukralosa.
Kendati demikian, rekomendasi ini tidak termasuk pada barang-barang yang bersifat non-makanan, yang mengandung pemanis buatan non-gula, seperti pasta gigi, krim kulit, dan obat-obatan.
Baca juga: Solusi Pemanis yang Aman dan Sehat untuk Penderita Diabetes
Bahaya Diabetes
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. Penyakit ini terjadi ketika tubuh tidak dapat menghasilkan atau menggunakan insulin dengan baik, sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi.
Pada penderita diabetes yang pankreasnya tidak bisa memproduksi insulin, mengakibatkan sel-sel tubuhnya tidak dapat menyerap dan mengolah glukosa menjadi energi. Hal itulah yang membuat glukosa menjadi menumpuk di dalam darah.
Untuk mencegah bahaya diabetes, penting untuk menjaga kadar gula darah tetap stabil. Salah satunya adalah dengan menjaga pola hidup sehat. Menurut WHO diabetes dapat diobati dan konsekuensinya dihindari atau ditunda dengan diet, aktivitas fisik, obat-obatan dan pemeriksaan rutin.
(Z-9)
Konsumsi gula secara berlebihan dan tidak mengatur pola makan yang sehat juga bisa menyebabkan timbulnya beberapa penyakit yang bisa mengancam kesehatan tubuh.
Pola hidup yang sering mengombinasikan nasi sebagai karbohidrat utama dengan sumber karbohidrat lainnya dari tepung-tepungan dapat meningkatkan risiko diabetes melitus.
Minuman ini sering dikonsumsi sebagai pelepas dahaga, tetapi jika dikonsumsi berlebihan dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
Konsumsi gula yang berlebih oleh anak dapat memperburuk kondisi eksim karena memicu proses peradangan.
Anak-anak lebih rentan mengalami kerusakan gigi karena sering kali sulit diajak untuk menjaga kebersihan gigi dengan baik.
Menurut peraturan tentang konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL), batas harian gula adalah 50 gram atau setara dengan 4 sendok makan.
Pemanis buatan tidak diperbolehkan untuk digunakan pada produk pangan yang diperuntukkan bagi bayi, anak usia di bawah tiga tahun, serta ibu hamil dan menyusui.
Studi terbaru menunjukkan konsumsi minuman yang mengandung erythritol, dapat lebih dari dua kali lipat meningkatkan risiko pembekuan darah pada orang sehat.
Melansir dari situs resmi Universitas Airlangga (UNAIR), satu kaleng minuman bersoda rata-rata mengandung 15-18 sendok teh gula dan lebih dari 240 kalori
Mengonsumsi 2 liter atau lebih minuman dengan pemanis buatan dalam seminggu secara rutin, meningkatkan risiko gangguan jantung hingga 20%.
WORLD Health Organization (WHO) merilis aturan baru mengenai batasan konsumsi pemanis buatan atau aspartam sebanyak 40 mg per kg berat badan.
Zat itu ditemukan secara kebetulan pada tahun 1965 oleh seorang ahli kimia yang bekerja untuk perusahaan farmasi Searle yang mencoba mencari pengobatan untuk bisul.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved