Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Surati Jokowi, Aliansi Peduli Pendidikan Minta RUU Sisdiknas Ditunda Masuk Prolegnas Prioritas

Faustinus Nua
29/8/2022 22:31
Surati Jokowi, Aliansi Peduli Pendidikan Minta RUU Sisdiknas Ditunda Masuk Prolegnas Prioritas
Ilustrasi Sisdiknas(Ilustrasi)

ALIANSI Peduli Pendidikan merilis surat terbuka untuk beberapa pihak, termausk Presiden Joko Widodo agar menunda RUU Sisdiknas masuk Prolegnas Prioritas 2022. 

Surat tersebut tidak hanya ditujukan kepada Presiden, tetapi juga kepada DPR RI, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim hingga segenap guru, dosen dan pemerhati pendidikan Indonesia.

"Dengan ini kami, Aliansi Peduli Pendidikan memohon kepada Presiden RI Bapak Joko Widodo untuk berkenan menunda pembahasan RUU Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisidiknas) masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2022 dan pengesahan menjadi UU Sisdiknas tahun 2022," tulis Aliansi Peduli Pendidikan dalam surat yang ditandatangani 28 peserta itu pada Senin (29/8).

Dijelaskan, permohonan penundaan itu didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, RUU Sisdiknas 2022 dinilai setara dengan Omnibus Law bidang Pendidikan Nasional, yang menggabungkan tiga UU yaitu UU Sisdiknas, UU Pendidikan Tinggi, dan UU Guru dan Dosen. 

Namun, pengintegrasiannya tidak tampak jelas sehingga ketika diimplementasikan akan mengalami persoalan di lapangan. Mengingat banyak hal yang diatur dalam UU Guru dan Dosen maupun dalam UU Pendidikan Tinggi tidak termuat di dalam RUU Sisdiknas ini.

Sebagai Omnibus Law mini, pengintegrasian dan pengharmonisasian juga seharusnya mencakup 23 UU yang lain yang berkaitan dengan pendidikan.

Kedua, RUU Sisdiknas disebut cacat unsur legislasi formil karena penyusunannya seperti hantu, tidak transparans, terburu-buru, dan dikerjakan di ruang gelap serta tidak melibatkan para ahli dari berbagai bidang. Dan lebih parah lagi minimnya kolaborasi yang baik antara kementerian dan para penyelenggara pendidikan di lapangan dari Sabang sampai Merauke, baik di kota maupun daerah terpencil.

Ketiga, belum tersedianya Road Map, cetak biru atau, Grand Design Pendidikan Nasional yang merupakan pra syarat untuk dapat menyusun RUU Omnibus Law Sisdiknas yang efficient dan sustainable. Keempat, Naskah Akademik dan draf RUU Sisdiknas tidak menunjukkan pemikiran dan konsep besar yang visioner, melainkan hanya mengabdi pada kepentingan kelompok tertentu. RUU seperti ini akan menjauh dari tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Baca juga : Selain Pasal TPG, Guru Keluhkan Keberadaan LPTK dari RUU Sisdiknas

"RUU Sisdiknas yang sudah masuk ke DPR sekarang ini tidak memperlihatkan secara jelas, apakah RUU ini hanya untuk sekolah/kampus dibawah tanggung jawab Kemdikbudristek saja atau juga mencakup madrasah yang dibawah Kementerian Agama? Mengacu pada UU Sisdiknas yang ada sekarang berlaku untuk sekolah/kampus dibawah Kemdikbudristek maupun Kemenag," bunyi poin kelima.

Selanjutnya, keenam RUU Sisdiknas tersebut akan mendorong percepatan alih status PTN menjadi PTN Badan Hukum, (PTN BH). Padahal dalam prakteknya, PTN BH yang ada saat ini cenderung komersial sehingga makin sulit diakses oleh masyarakat kebanyakan.

"Dalam penerimaan mahasiswa baru, RUU Sisdiknas ini justru mengalami kemunduran dibandingkan dengan UU Pendidikan Tinggi yang memberikan perhatian khusus pada mereka yang tinggal di daerah 3T (Tertinggal, Terluar, dan Terdepan)," bunyi poin ketujuh.

Kedelapan, tidak ada sikap yang jelas dari pemerintah mengenai wajib belajar itu gratis atau membayar. Selain itu, poin berikutnya adalah dihilangkannya peran masyarakat melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Poin kesembilan, yakni penyusun RUU dinilai seperti tidak mengerti adanya pembagian kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah. Dan poin terakhir, RUU Sisdiknas yang akan mengatur nasib bangsa dan negara diharapkan disusun secara cermat dengan melibatkan banyak pihak dan tidak tergesa-gesa.

"Kerusakan dalam regulasi pendidikan itu berarti akan timbulnya kerusakan bangsa selama tiga generasi. Oleh karena itu kami dengan sangat memohon kepada Bapak Joko Widodo selaku Presiden RI untuk menunda pembahasan RUU Sisdiknas tersebut," pesan Aliansi Peduli Pendidikan.

Adapun, ke-28 peserta yang menandatangani surat terbuka tersebut, yakni Prof. Dr. Cecep Darmawan, S.Pd., S.I.P., S.H., M.H., M.Si. (Guru Besar UPI), Prof. Dr. H. Said Hamid Hasan, M. A. (Guru Besar UPI), Prof. Drs. Suyanto, M.Ed., Ph.D (Guru Besar UNY), Ki Darmaningtyas (Pengamat Pendidikan), Ahmad Rizali (NU Circle), Satriwan Salim (P2G), Indra Charismiadji (Vox Point Indonesia), Fathur Rachim (Ketua Umum HIPPER Indonesia), Dudung Abdul Qodir (PB PGRI), Ki Bambang Pharmasetiawan (NU Circle), Almizan Ulfa (Aliansi Peduli Demokrasi), Paianhot Sitanggang (KaLitbang HIPPER Indonesia), Aulia Wijiasih (Aliansi Peduli Pendidikan), Rakhmat Hidayat (Dosen Sosiologi UNJ), Dhitta Puti Sarasvati R (Gernas Tastaka), Karina Adistiana (Psikolog Pendidikan), Ubaid Matraji (JPPI), Rafani Tuahuns (Ketua Umum PB PII), Pangeran Gusti Surian (Ketua Umum PTIC), Wilza Ridani (Pusaka Emas), Mu’min Boli (Mahardika Institute), Catur Yoga M. (Edutech Madrasah), Abdurrohman (AGTIFINDO), M. Ramli Rahim (Ketua JSDI), Anggi Afriansyah (Peneliti Pendidikan BRIN), Doni Koesoema A (Pemerhati Pendidikan), Henny Supolo Sitepu (Yayasan Cahaya Guru) dan Fauzi Abdullah (Dosen UNJ). (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya