Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
Dalam peluncuran International Trade Barrier Index (TBI) 2025, Indonesia disebut memiliki proteksionisme perdagangan yang tinggi. Indonesia menempati peringkat ke-122 secara global dan paling rendah dalam keterbukaan perdagangan di kawasan Asia Tenggara. TBI merupakan indeks global yang membandingkan tingkat keterbukaan dan hambatan perdagangan di seluruh dunia.
Di kawasan ASEAN, peringkat Indonesia lebih rendah dibanding Vietnam dengan urutan 117 dan Thailand di peringkat ke 118. Di luar kawasan itu, Tiongkok menempati urutan 114. Hal ini disampaikan policy analyst Tholos Foundation Philip Thompson saat acara Innovation Summit Southeast Asia 2025 di Jakarta, Selasa (6/5).
"Seperti yang bisa diduga, Singapura berada di posisi teratas. Amerika Serikat berada di sekitar peringkat 61. Sementara, Indonesia menempati posisi rendah," ungkapnya.
Philip menyampaikan wilayah dengan pendapatan tinggi seperti Eropa Barat umumnya menerapkan tarif impor yang rendah untuk mendorong perdagangan bebas. Sebaliknya, negara-negara di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, cenderung menetapkan kebijakan perdagangan yang lebih ketat. Kasus ini terlihat dari pelarangan sementara iPhone 16 di Indonesia karena Apple Inc tidak memenuhi syarat tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
"Contoh yang menonjol dari (proteksionisme) hal ini adalah dampak pemasaran iPhone di Indonesia," ucapnya.
Philip menyebut fenomena seperti pembatasan terhadap iPhone atau chip semikonduktor yang dibuat khusus untuk pasar tertentu menunjukkan hambatan perdagangan kini meluas hingga ke sektor teknologi tinggi. Dia juga menilai banyak hambatan yang dihadapi Indonesia sebenarnya berasal dari isi perjanjian dagangnya sendiri.
"Dengan memperluas jumlah garis tarif bebas bea, Indonesia bisa meningkatkan skor keterbukaan perdagangannya secara signifikan," katanya.
Dalam kesempatan sama, Ashok Kaul yang merupakan senior konsultan dari Roland Berger menuturkan, Indonesia juga memiliki sejumlah hambatan non-tarif yang tinggi. Seperti, penggunaan safeguards atau tindakan perlindungan impor yang seharusnya bersifat sementara namun justru berlangsung lama.
"Hambatan ini banyak diterapkan di sektor tekstil, pakaian, dan keramik," tuturnya.
Di era perdagangan digital, Indonesia juga disebut memiliki pembatasan yang di atas rata-rata. Meski tidak sebesar Tiongkok atau Uni Eropa, regulasi digital Indonesia dianggap menambah beban dalam iklim perdagangan.
Ashok menyarankan agar pemerintah Indonesia lebih banyak menetapkan lini tarif bebas bea untuk produk-produk yang tidak diproduksi di dalam negeri.
“Jika tidak diproduksi di sini, kenapa masih dikenakan tarif? Ini langkah mudah yang bisa langsung menurunkan tarif rata-rata nasional,” katanya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi menambahkan yang terpenting untuk menurunkan hambatan perdagangan ialah desain kebijakan yang tepat.
Menurutnya, banyak insentif yang telah diberikan pemerintah, tetapi implementasinya seringkali naik turun. Oleh karena itu, katanya, penting untuk tidak menumpuk semua insentif di satu tempat, melainkan melihatnya secara lebih menyeluruh.
"Masalahnya bukan pada kurangnya insentif, tetapi pada desain kebijakan dan pelaksanaannya yang tidak tepat," ucapnya.
Fithra juga menyoroti pentingnya mempertimbangkan hubungan dengan mitra dagang. Jika kebijakan yang ditetapkan tidak proindustri, mitra dagang bisa merespons dengan menaikkan tarif. Dia meyakini dengan multilateralisme dan konsensus yang lebih luas akan sangat dibutuhkan untuk menguatkan hubungan perdagangan.
"Meskipun kita berada di era di mana sistem berbasis aturan sudah dihancurkan Donald Trump, tapi di masa depan kita masih perlu menyerukan multilateralisme," tutupnya. (E-3)
DUTA Besar Turki untuk Indonesia Talip Kucukcan dan Anggota Parlemen Majelis Agung Turki Serkan Bayram menyambangi NasDem Tower, DPP Partai NasDem, Jakarta, pada Jumat, (13/6).
Kesepakatan IEU-CEPA menjadi peluang strategis bagi Indonesia melakukan pengalihan perdagangan di tengah dinamika kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bertemu United States Trade Representative Jamieson Greer dalam MCM OECD 2025 di Paris untuk memperkuat kerja sama perdagangan.
Investasi Indonesia ke Amerika Serikat bisa menjadi salah satu pilihan menghadapi kebijakan tarif resiprokal presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memandang nilai perdagangan bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) berpotensi menembus US$120 miliar.
Ekonom senior asal Amerika Serikat Arthur Betz Laffer mengungkapkan kebijakan tarif dagang yang dikeluarkan oleh Donald Trump merupakan ajakan tersirat untuk melakukan negosiasi.
Ada pembahasan mengenai tarif impor dalam percakapan telepon antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi melemah terbatas, pada perdagangan Rabu 4 Juni 2025.
Sementara, nilai impor dari Amerika Serikat hanya sebesar US$960 juta pada periode yang sama.
Kesiapan SDM menjadi pilar utama dalam menjaga daya saing industri manufaktur Indonesia khususnya di tengah dinamika global yang tak menentu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved