Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Anggota DPR: Pemerintah Perlu Evaluasi Ulang IKN Imbas Efisiensi Anggaran

Despian Nurhidayat
14/2/2025 16:45
Anggota DPR: Pemerintah Perlu Evaluasi Ulang IKN Imbas Efisiensi Anggaran
Suasana pembangunan rumah susun (rusun) hunian ASN di Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Jumat (13/09/2024),(ANTARA/M RISYAL HIDAYAT)

ANGGOTA DPR RI Bambang Haryo Soekartono mengapresiasi langkah pemerintah yang melakukan efisiensi anggaran, termasuk untuk pembiayaan Ibu Kota Nusantara (IKN), sehingga anggaran IKN pada 2025 senilai Rp5,04 triliun.

Ia menyebutkan efisiensi ini bisa menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk melakukan pengkajian ulang proyek pembangunan IKN yang menyedot anggaran besar sejak ditetapkan.

"Pembangunan IKN ini membutuhkan evaluasi ulang, walaupun selama ini sudah digelontorkan anggaran cukup besar di era pemerintahan sebelumnya. Karena dari analisa saya, ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan saat menjadikan secara penuh IKN sebagai ibu kota negara dan pusat pemerintahan," ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Jumat (14/2).

Salah satu pertimbangannya adalah aksesibilitas dan anggaran masyarakat saat ingin mendatangi IKN. Seperti diketahui, saat ini populasi terbesar Indonesia berada di Jawa dan masyarakat yang berkepentingan untuk mendatangi ibu kota negara dan pusat pemerintahan di Jakarta, setiap harinya mencapai sedikitnya 5 juta orang.

"Selama ini, mereka menggunakan berbagai moda. Baik moda darat publik, moda darat pribadi baik mobil maupun sepeda motor, moda laut, dan udara. Bahkan, masyarakat bisa jalan kaki ke ibu kota Jakarta. Mayoritas masyarakat yang akan ke ibu kota bisa menggunakan moda darat. Bayangkan jika flow pergerakan masyarakat itu berpindah ke IKN, hanya dengan dua moda saja yang bisa melayani, yaitu moda laut dan moda udara. Kita tahu sendiri, kalau kedua moda itu jumlahnya terbatas. Bisa dibayangkan padatnya para penumpang yang akan mengantre nanti," ujarnya.

Jika dimisalkan, yang bergerak ke IKN adalah 1 juta orang per hari dan menggunakan moda udara, dengan tarif Rp1,5 juta, biayanya adalah Rp1,5 triliun. Artinya untuk pulang pergi, membutuhkan Rp3 triliun per hari. Untuk satu tahun, dibutuhkan biaya Rp1.095 triliun hanya untuk transportasi, belum termasuk akomodasi. 

"Ini kan nilai sangat besar. Kita kan mendorong efisiensi anggaran. Bukan hanya di pemerintah, tapi juga di masyarakat. Bayangkan, masyarakat harus mengeluarkan Rp1.500 triliun hanya untuk transportasi dan akomodasi ke IKN," ujarnya.

Ia menyebutkan kemampuan bandara di IKN dan penunjang IKN dalam menampung potensi penumpang yang akan mendatangi IKN. Tidak usah bicara, 5 juta orang. Sebut saja 1,5 juta per hari.

"Kapasitas bandara IKN itu hanya 600 orang per hari. Dan bandara Balikpapan, sebagai penunjang IKN, hanya mampu menampung 15 juta penumpang per tahun atau setara dengan 41.100 penumpang per hari. Bandingkan dengan proyeksi calon penumpang yang 1,5 juta per hari. Mau ditaruh dimana semua penumpang itu?" kata Bambang Haryo.

Ditambah, jumlah pesawat di Indonesia totalnya 480 unit. Bila kapasitas 150 kursi,  setara dengan kapasitas 72 ribu penumpang. 

"Dengan 480 pesawat di Indonesia, bila dipindahkan seluruhnya ke jalur Jakarta-IKN penumpng yang bisa diakomodir hanya 72 ribu. Lalu bagaimana caranya jika harus mengangkut 1,5 juta penumpang per hari? Mau berapa trip per hari, jika kita asumsikan 480 unit itu memiliki rute ke IKN. Apalagi, apron Bandara Balikpapan hanya 20 sampai 30 pesawat dan apron Bandara IKN tak lebih dari 10 pesawat. Sisa yang 440 pesawat mau ditaruh dimana," ungkapnya.

Jika dilihat dari sisi ekonomi, lanjutnya, IKN merupakan pemborosan anggaran negara setelah difungsikan secara penuh sebagai ibu kota negara dan pusat pemerintahan. 

"Ini kan menyulitkan masyarakat untuk menerima layanan negara. Padahal negara harus memberikan pelayanan maksimal bagi rakyatnya. Kalau tidak bisa memberikan pelayanan maksimal, bisa dikatakan pemerintahan ini gagal. Pemerintah maunya efisiensi, tapi masyarakat tidak bisa mengefisiensikan uangnya jika harus ke IKN," ungkapnya lagi.

Proyeksi pengguna transportasi ini belum termasuk ASN dan pekerja swasta yang ditugaskan di IKN. Diperkirakan ASN yang bekerja di pusat pemerintahan dan ibu kota negara ditambah para pekerja sektor swasta yang berkepentingan dengan ibu kota negara, jumlahnya bisa menyentuh 2-3 juta orang. Jumlah orang ini akan menjadi beban tambahan di sektor transportasi saat mereka pulang ke kota asal di momen libur. 

"Ini yang harus dievaluasi pemerintah," kata sosok yang mengklaim menolak pembangunan IKN sejak 2017.

Namun, karena IKN ini sudah dalam proses pembangunan, ia mengharapkan pemerintah bisa mempertimbangkan untuk menjadikan IKN sebagai ibu kota dan pusat pemerintahan kedua. Bukan menjadi ibu kota dan pusat pemerintahan satu-satunya. 

"Bukan untuk pengganti Jakarta, tapi sebagai pelengkap Jakarta dalam melayani warga negara Indonesia, terutama untuk Indonesia bagian timur. Seperti pernah saya sampaikan ke Prof Bambang Susantono tahun lalu, yang saat itu Kepala Badan Otorita IKN dan sekarang menjadi Utusan Khusus Kerjasama Internasional Pembangunan IKN," pungkasnya. (H-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya