Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Wujudkan Segera UU Perampasan Aset

03/5/2025 05:00

KITA sepakat bahwa korupsi ialah kejahatan luar biasa. Kita juga setuju kalau negeri ini sudah darurat korupsi. Pun kita menyaksikan betapa koruptor tak kunjung jera dan sebaliknya justru kian beranak pinak. Oleh karena itu, kita lantang teriak setuju bila koruptor dihukum seberat-beratnya.

Namun, sikap geram terhadap koruptor dan tindak korupsi kerap tidak berbanding lurus dengan aksi penjeraan korupsi. Bahkan, aksi pemberantasan korupsi seperti belum amat serius dijalankan. Lihatlah masih banyak terjadi koruptor divonis amat ringan. Diskon hukuman bagi koruptor juga tidak kalah gede jika dibandingkan dengan diskon yang diberikan pusat perbelanjaan. Bisa berkali-kali lagi.

Ketidakseriusan dalam pemberantasan korupsi juga tampak nyata dalam upaya mengembalikan uang yang digarong. Tidak mengherankan bila Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang diyakini dapat memberi efek jera bagi para pengembat duit rakyat itu tidak kunjung disahkan.

Semestinya kejahatan luar biasa seperti korupsi harus ditangani dengan undang-undang dan hukuman luar biasa pula untuk memberikan efek jera. Itu disebabkan penjara badan saja tidak memberi efek jera. Penyebabnya, ya itu tadi, diskon hukumannya sudah seperti diskon belanja di mal-mal.

Karena itu, pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan dukungannya untuk disahkannya RUU Perampasan Aset saat berpidato pada peringatan Hari Buruh Internasional, Kamis (1/5), patut diapresiasi. Tekad Presiden itu perlu kita sambut dengan tekad yang sama.

Itu disebabkan sudah hampir dua dekade, sejak rampung disusun pada 2008, RUU Perampasan Aset tersebut tidak kunjung disahkan. RUU itu baru masuk daftar program legislasi basional (prolegnas) prioritas pada 2023 lalu. Namun, nasibnya masih terkatung-katung. Saat ini RUU Perampasan Aset juga masuk daftar prolegnas jangka menengah 2025-2029.

Mengapa RUU tersebut penting untuk disahkan? UU Perampasan Aset merupakan instrumen yang penting untuk memulihkan kerugian keuangan negara yang timbul dari praktik korupsi. Terlebih lagi regulasi itu juga memungkinkan perampasan aset tanpa menunggu adanya putusan pidana atau NCB (non-conviction based asset forfeiture).

RUU Perampasan Aset juga penting lantaran pengembalian uang negara yang dikorupsi selama ini tidak sebanding dengan nilai uang yang korupsi. Misalnya, menurut catatan ICW, sepanjang 2023, kerugian negara yang ditimbulkan oleh korupsi mencapai Rp56 triliun. Setelah adanya putusan pengadilan, uang pengganti korupsi yang dikembalikan ke negara hanya Rp7 triliun.

Karena itu, pemberantasan korupsi dan pemberian efek jera terhadap koruptor sangat membutuhkan komitmen dan tekad kuat dari pemerintah, terutama presiden. Besarnya kepentingan politik membuat RUU Perampasan Aset tidak kunjung disahkan. Karena itu, tekad Presiden Prabowo tersebut harus disertai dengan perbuatan dan tindakan.

Jika Presiden betul-betul dan sungguh-sungguh bertekad memberantas korupsi, Presiden tidak perlu menunggu hingga RUU Perampasan Aset disahkan. Jika dirasa DPR masih mengulur-ulur RUU itu, dan kondisinya mendesak, Presiden dapat menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu. Hal serupa dilakukan Presiden Joko Widodo saat mengeluarkan Perppu Cipta Kerja.

Di samping itu, Presiden Prabowo punya modal kuat untuk mendesak DPR mengesahkan RUU tersebut. Presiden tinggal mendesak partai-partai politik pendukungnya yang saat ini menguasai suara mayoritas di DPR untuk memiliki tekad serupa.

Tunggu apa lagi? Dengan dukungan politik yang kuat tersebut, tidak ada alasan Presiden untuk tidak mampu mendesak partai pendukungnya mengesahkan RUU Perampasan Aset. Kini, tekad sudah disampaikan. Tinggal segera mewujudkan tekad itu menjadi tindakan agar tidak berhenti di kata-kata belaka.

 

 



Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik