Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
PEMILIHAN kepala daerah (pilkada) serentak 2024 memasuki babak baru. Sebagian telah melahirkan pemimpin daerah, sebagian lain masih harus dipimpin oleh bukan hasil pilihan rakyat. Mahkamah Konstitusi (MK) yang menggelar sidang pleno pada Senin (24/2) memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah dengan jangka waktu yang beragam.
Putusan itu berdampak pada kebutuhan anggaran sekitar Rp1 triliun yang mencakup kebutuhan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), hingga TNI-Polri.
Khusus untuk KPU, dana yang dibutuhkan senilai Rp486 miliar. Sangat besar. Bahkan, sebagaimana diungkapkan Ketua KPU Mochammad Afifuddin, ada sebanyak 19 satuan kerja KPU yang kekurangan anggaran dengan total kekurangan sebesar Rp373,7 miliar.
Pemerintah daerah juga tak punya anggaran yang cukup. Menurut Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk, sebanyak 16 daerah tidak sanggup menggelar PSU sehingga masih membutuhkan dana dari pemerintah provinsi dan pusat. Daerah-daerah itu meliputi Provinsi Papua, Kabupaten Kepulauan Talaud, Buru, Pulau Taliabu, Pasaman, dan Empat Lawang. Kemudian, Pesawaran, Bengkulu Selatan, Serang, Tasikmalaya, Boven Digoel, Gorontalo Utara, Parigi Moutong, Kota Banjarbaru, Palopo, dan Sabang.
Secara pemikiran kasar, tentu terlihat bagaimana putusan MK akan membebani anggaran negara dan daerah. Bahkan, ada daerah yang tercekik secara keuangan lantaran putusan tersebut. Apalagi saat ini kondisi keuangan negara sedang tidak baik-baik saja dan tengah dilakukan efisiensi anggaran. Putusan MK itu seakan tidak seirama dengan instruksi presiden untuk menghemat belanja negara.
Akan tetapi, putusan MK harus tetap dilaksanakan. PSU tidak boleh terkendala oleh efisiensi anggaran. Itu disebabkan bila perintah MK untuk menggelar PSU tidak berjalan, hal itu justru akan memunculkan ketidakpuasan publik sekaligus memperlihatkan ketidakpatuhan lembaga negara terhadap putusan mahkamah tertinggi.
Karena itu, pemerintah pusat harus turun tangan dan bertanggung jawab untuk memastikan ketersediaan anggaran PSU sebab pada prinsipnya PSU bukanlah beban semata. Pencoblosan ulang ialah wujud pemenuhan hak rakyat.
Biang masalah anggaran untuk PSU sejatinya bukanlah MK, melainkan pembiaran kecurangan dalam pilkada. Baik oleh aktor politik, penyelenggara pemilu, maupun pengawasnya. Bentuk kecurangan itu beragam, dari pemilih ganda, suap atau vote buying, ketidakjujuran peserta pemilu soal status hukum, hingga masalah cawe-cawe seorang menteri yang membela istrinya.
MK selaku garda terakhir keadilan dalam pilkada tentu tidak bisa membiarkan kecurangan-kecurangan itu terjadi. Seandainya penyelenggaraan pilkada berlangsung dengan jujur dan adil, tentu MK selaku penjaga konstitusi tidak akan bisa mengabulkan permohonan dugaan kecurangan.
Itu sebabnya dari 310 perkara yang dilaporkan, hanya 40 yang berlanjut ke pemeriksaan pokok perkara. Selebihnya, sebanyak 270 laporan berakhir di putusan dismissal dan 24 di antaranya berujung pencoblosan ulang karena curang.
Kalau mau disembuhkan, obatilah sumber penyakitnya, bukan gejalanya semata. Tindak tegas mereka yang curang karena ulah merekalah negara harus boros mengucurkan belanja menggelar PSU.
Penyelenggara pilkada yang membiarkan kecurangan juga harus dievaluasi. Tangan merekalah yang menentukan pilkada berlangsung jujur dan adil demi mengawal hak rakyat atau malah sebaliknya. Mereka yang seharusnya mencegah kecurangan di hulu. Karena itu, mereka juga harus bertanggung jawab atas keharusan negara merogok kocek lagi demi PSU.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.
CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.
PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved