Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KINERJA penegakan hukum di 100 hari pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai belum memuaskan. Dari survei terhadap 1.220 responden yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), baru 41,6% yang menyatakan puas terhadap penegakan hukum di era pemerintahan baru ini.
Sisanya, sekaligus yang menjadi mayoritas, mengatakan penegakan hukum berjalan biasa-biasa saja. Ada pula yang menilai buruk, bahkan sangat buruk.
Masih besarnya penilaian publik yang belum puas terhadap penegakan hukum tentu harus menjadi alarm bagi pemerintahan yang masih seumur jagung ini. Publik merasa hukum masih belum menjadi panglima di negeri ini. Hasilnya, keadilan yang menjadi buah dari penegakan hukum masih belum dapat dirasakan oleh mayoritas masyarakat.
Memang, evaluasi terhadap kinerja 100 hari tak bisa mewakili penilaian secara keseluruhan lima tahun pemerintahan. Namun, lewat penilaian terhadap kinerja 100 hari, masyarakat ingin tahu seberapa serius pemerintah menegakkan hukum. Termasuk, seberapa serius pemerintahan baru ingin menepati janji-janji kampanye di bidang hukum.
Menilik hasil survei LSI itu, dari responden yang merasa tak puas, sebagian besar diisi oleh opini yang menyatakan penegakan hukum berjalan biasa-biasa saja. Sekali lagi, penilaian itu menjadi peringatan keras bagi pemerintah karena publik menyatakan hukum saat ini masih berjalan di tempat. Tak ada langkah maju atau minimal gebrakan di awal masa kerja pemerintahan.
Tentu bukan tanpa alasan publik menyatakan demikian. Hal itu bisa dilihat dari belum juga tertangkapnya buron KPK Harun Masiku yang sudah menjadi tersangka suap sejak 2020. Begitu pula dengan kasus yang mendera bekas Ketua KPK Firli Bahuri. Ia sudah menjadi tersangka dalam kasus pemerasan sejak 2023. Kasusnya di Polda Metro Jaya hingga kini belum juga terselesaikan di pengadilan.
Dua kasus itu hanyalah contoh kecil yang membuat masyarakat masih meragukan kemauan pemerintah menegakkan hukum. Karena, kalau bicara kemampuan, tak ada yang ragu dengan skill penegak hukum negeri ini. Polri, Kejaksaan Agung, KPK, hingga penyidik PNS punya kemampuan menyidik yang mumpuni. Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk membuktikan kemampuan menguak kasus.
Namun, apa gunanya semua kemampuan itu jika tak dibarengi kemauan pemimpin institusi menuntaskannya?
Dari sini istilah tebang pilih lahir. Pedang hukum dibuat hanya untuk tajam ke bawah, tetapi majal ke atas. Jangankan memotong, untuk mengiris saja tak bisa.
Muramnya wajah hukum negeri ini masih pula ditambah oleh kasus-kasus perilaku minus penegak hukum. Mulai dari kelakuan 36 polisi yang memeras warga Malaysia di gelaran Djakarta Warehouse Project hingga pemerasan terhadap anak bos Prodia oleh seorang perwira menengah.
Kelakuan-kelakuan tercela itu kian membuat publik antipati terhadap sosok penegak hukum. Masyarakat akan jengah jika berada dekat dengan mereka karena justru merasa tak aman.
Hal tersebut tentu menjadi pekerjaan rumah yang tak mudah bagi pemerintahan baru. Karena, itu bicara tentang mental. Sulit dibayangkan apa nasib hukum negeri ini jika digantungkan pada aparat yang bermental pemeras.
Seratus hari memerintah seharusnya sudah cukup bagi Prabowo-Gibran untuk ‘berbulan madu’. Mereka harus segera membuat gebrakan, sebuah langkah nyata untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada hukum. Sebagai pemimpin tertinggi di negeri ini, Prabowo harus membawa rakyatnya kembali menempatkan hukum sebagai panglima.
Presiden bisa memulainya dengan bersih-bersih dulu dari dalam. Buang semua ‘virus’ yang masih melekat di institusi penegak hukum. Mereka memang sudah tak pantas mengayomi masyarakat, apalagi menegakkan hukum.
Jika langkah itu tak dimulai dari sekarang, sudah bisa ditebak berapa nilai rapor pemerintahan ini lima tahun kelak.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.
CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.
PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.
SEMBILAN hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi membuat geger. Kali ini, mereka menyasar sistem pendidikan yang berlangsung selama ini di Tanah Air.
Para guru besar fakultas kedokteran juga menganggap PPDS university-based tidak diperlukan mengingat saat ini pendidikan spesialis telah berbasis rumah sakit.
BAHASAN tentang perlunya Indonesia punya aturan untuk mendapatkan kembali kekayaan negara yang diambil para koruptor kembali mengemuka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved