Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
PENAHANAN oleh Kejaksaan Agung terhadap bekas Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Rudi Suparmono kian lebar membuka mata publik bahwa isu mafia peradilan masih dirawat di negeri ini. Rudi diduga kuat telah menerima segepok uang dalam vonis bebasnya Ronald Tannur, anak bekas anggota DPR yang menganiaya pacarnya hingga tewas.
Apresiasi setinggi-tingginya tentu ditujukan buat Kejaksaan Agung yang terus menguak kasus tersebut sejak 2024. Di tangan lembaga penuntut negara itu, kasus tersebut pelan-pelan menguak peran bekas pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar yang menjadi broker perkara dalam kasus Ronald Tannur.
Publik sejatinya sudah jengah, bahkan teramat jengah, sehingga tak kaget lagi begitu ada kabar penegak hukum ditangkap karena diduga menerima suap. Rudi menyusul tiga rekannya, para hakim di PN Surabaya, yang lebih dulu mendekam di rutan karena diduga sama-sama menerima suap, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Mereka diduga bersekongkol dengan memberi vonis bebas kepada Ronald Tannur.
Dalam sidang kasasi, MA membatalkan putusan bebas itu dan menyatakan Ronald terbukti bersalah karena menganiaya pacarnya hingga tewas. Peran Rudi dkk, termasuk bekas pejabat MA, saat membebaskan Ronald di PN Surabaya kian menguatkan kegagalan MA mereformasi lembaga peradilan itu.
Lembaga tersebut, dari pengadilan tingkat pertama hingga MA, masih dipenuhi oleh tangan-tangan kotor sebagai pemegang palu keadilan.
Tak cocok rasanya memberi stempel wakil Tuhan kepada lembaga yang masih sekotor itu. Stempel palugada rasanya lebih pas: apa yang lu mau, gua ada. Kalau ingin mendapatkan keadilan, jangan lupa siapkan duit. Begitu ejekan masyarakat kepada penentu keadilan di muka bumi ini.
Kasus Rudi bersama para pengadil itu juga kian menegaskan mafia peradilan telah mengakar dan membuatnya berdiri teramat kuat di negeri ini.
Para hakim di PN Surabaya itu bukanlah pengadil pertama yang terseret dalam kasus suap. Di tingkat PN, ada nama Kartini Marpaung, Ramlan Comel, dan masih banyak lagi. Di tingkat PT, ada Pasti Serefina Sinaga. Di tingkat MA, ada Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.
Mereka semua rela mengorbankan harkat dan martabat lembaga peradilan, termasuk nama baik diri dan keluarga mereka, hanya demi segepok duit. Kuatnya rayuan korupsi ternyata masih sulit ditolak oleh para hakim di Indonesia. Sederet nama hakim yang sudah masuk bui disebabkan suap tak membuat gentar hakim lainnya untuk berbuat hal yang sama.
Karena itu, bangsa ini tentu tak boleh marah saat lembaga antikorupsi Transparency International (TI) selalu menempatkan Indonesia sebagai negara dengan indeks rendah yang berarti negara korup.
Dari skor yang diberikan lembaga itu, selama 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, hanya dua tahun skor indeks persepsi korupsi (IPK) mengalami perbaikan, itu pun pada dua tahun pertama pemerintahannya dengan skor tertinggi 37. Setelah itu, IPK terus melorot bahkan stagnan hingga akhir masa jabatannya pada 2024 dengan skor 34, sama persis dengan saat Jokowi mulai menjabat pada 2014.
Korupnya negara ini juga diamini Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam rilisnya terakhir, indeks perilaku antikorupsi (IPAK) Indonesia pada 2024 sebesar 3,85 di skala 0 sampai 5. Angka itu lebih rendah jika dibandingkan dengan capaian pada 2023 sebesar 3,92.
Pertanyaannya tentu, mengapa para hakim tak pernah takut untuk korupsi? Pertanyaan itu tentunya dengan mudah dijawab, penegakan hukum tidak pernah menyasar hingga aktor-aktor intelektualnya dan tidak adanya upaya signifikan MA mereformasi diri.
Jelas di sini MA masih gagal move on. Lembaga tertinggi peradilan itu belum dapat menyapu hakim, panitera, dan pegawai pengadilan yang kotor agar lembaga tersebut tak berani didekati kuman yang bernama makelar kasus.
Bisa jadi karena sapunya yang kotor, atau tukang sapunya yang juga sama kotornya, mewujudkan peradilan yang bersih bak menegakkan benang basah.
PEMERINTAH mengalokasikan Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada 2026, atau mengambil porsi 20% lebih APBN tahun depan.
SUDAH tiga kali rezim di Republik ini berganti, tetapi pengelolaan ibadah haji tidak pernah luput dari prahara korupsi.
KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak bisa ditawar ialah soal kepastian hukum.
UNGKAPAN tidak ada manusia yang sempurna menyiratkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan.
BERANI mengungkap kesalahan ialah anak tangga pertama menuju perbaikan.
DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.
BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.
MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K
BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.
PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved