Headline

Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.

Jadikan 2025 Kebangkitan Daya Beli

02/1/2025 05:00

BANYAK orang yang memasuki 2025 dengan waspada. Sikap seperti itu wajar karena ketidakpastian masih ditemukan di mana-mana. Sikap waspada bukan berarti kehilangan optimisme. Saban tahun baru, optimisme selalu diapungkan. Namun, kali ini optimisme diikuti dengan banyak catatan.

Di Tanah Air, salah satu yang paling dikhawatirkan oleh publik ialah masih melemahnya daya beli. Ibarat penyakit, melemahnya daya beli bisa menjadi kian berbahaya dan menggerogoti daya tahan tubuh dari waktu ke waktu. Karena itu, obat yang diberikan tidak cukup sekadar mengurangi rasa nyeri. Obat yang dibutuhkan ialah penghilang penyakit secara permanen.

Hingga kini, penyakit itu masih bersarang, bahkan menggerogoti otot-otot ekonomi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengonfirmasi konsumsi rumah tangga yang tertahan sepanjang 2024 akibat kemampuan belanja masyarakat yang rendah.

Pada triwulan I 2024, konsumsi rumah tangga masih tumbuh 4,91%, naik dari 4,47% pada triwulan IV 2023. Namun, mulai triwulan II dan berlanjut hingga triwulan III 2024, konsumsi rumah tangga tak banyak perubahan, masing-masing 4,93% dan 4,91%.

Bahkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III 2024 yang 4,91% itu turun jika dibandingkan dengan kuartal III 2023 yang masih bisa tumbuh 5,06%. Karena itu, jika tren penurunan tersebut terus terjadi, nasib pertumbuhan ekonomi kita bakal makin mendapatkan tantangan besar.

Itu disebabkan konsumsi rumah tangga merupakan penyangga utama pertumbuhan ekonomi di negeri ini. Lebih dari 50% kontributor pertumbuhan ekonomi kita ialah sektor konsumsi rumah tangga.

Sulit dibayangkan bagaimana nasib ekonomi Tanah Air jika sektor konsumsi rumah tangga terus terpukul disebabkan pelemahan daya beli yang terus-menerus. Rumitnya lagi, pemukul daya beli di Tanah Air bukan semata banyaknya harga barang yang naik pada tahun lalu.

Saat harga-harga sudah mulai turun pun, daya beli belum kunjung naik. Bertambahnya angka pengangguran dan pendapatan masyarakat yang rata-rata hanya naik 1,5% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya juga membuat pertumbuhan konsumsi tertahan.

Menurunnya konsumsi paling banyak terjadi di kelompok kelas pekerja atau kelompok masyarakat yang dikategorikan BPS berada di kelas menengah. Mereka ialah kelompok yang berpenghasilan Rp4 juta-Rp5 juta per bulan.

Bukan cuma karena jumlah kelas pekerja yang juga turun akibat gelombang PHK terjadi sepanjang tahun, masyarakat yang masih bekerja pun mulai tergilas oleh fenomena 'makan tabungan' alias mantab. Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), fenomena mantab itu dapat dilihat dari saldo rata-rata kelompok rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta pada Juni 2024 yang mencapai Rp1,5 juta. Angka itu anjlok jika dibandingkan dengan kondisi 2019 yang jumlahnya masih sebesar Rp3 juta.

Dari situ dapat dilihat bahwa kelompok kelas menengah yang menjadi motor penggerak utama konsumsi kini lebih cenderung berhati-hati dalam pengeluaran. Jika kelas pekerja mulai mengerem belanja, laju roda pertumbuhan ekonomi dipastikan akan melambat.

Situasi itu kian diperparah oleh susutnya jumlah kelas menengah. Kembali merujuk pada data BPS, banyak kelas pekerja yang kini sudah turun kelas.

Dari 57,33 juta orang yang masuk kelas menengah pada 2019, kini jumlahnya tinggal 47,85 juta orang atau hampir 10 juta orang turun kelas dalam lima tahun terakhir. Jika dibuat rata-rata, 2 juta orang tiap tahun turun kelas.

Penurunan itu tentu berdampak pada pengurangan kontribusi kelas menengah terhadap konsumsi domestik. Pangsa konsumsi mereka turun dari 45,6% pada 2018 menjadi hanya 40,3% pada 2023.

Persoalan daya beli masyarakat memang bukan masalah sepele bagi pemerintah. Apalagi ekonomi masih belum sepenuhnya pulih setelah sempat tertekan teramat dalam sepanjang 2020-2022 akibat pandemi covid-19.

Karena itu, pemerintah dituntut berpikir out of the box untuk mencari jalan keluar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah harus mencari jalan kreatif dalam mengerek daya beli masyarakat, termasuk dengan memberikan insentif pajak, menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok, dan mendorong pertumbuhan pendapatan riil.

Tidak kalah penting, gerakkan kembali industri yang kini tengah tertatih-tatih menuju jurang deindustrialisasi. Itu disebabkan dari industrilah lapangan kerja formal terserap. Bila semua orang bekerja, daya beli akan menggeliat lagi.

Mumpung trompet Tahun Baru masih basah karena baru saja ditiup, ada baiknya pemerintah menjadikan 2025 sebagai tahun kebangkitan daya beli masyarakat. Jangan sampai lupa, salah satu esensi pembentukan negara ini ialah memajukan kesejahteraan umum, bukan membuatnya mundur.

 

 



Berita Lainnya
  • Utak-atik Anggaran Pendidikan

    21/8/2025 05:00

    PEMERINTAH mengalokasikan Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada 2026, atau mengambil porsi 20% lebih APBN tahun depan.

  • Menanti Jalur Cepat KPK pada Kasus Haji

    20/8/2025 05:00

    SUDAH tiga kali rezim di Republik ini berganti, tetapi pengelolaan ibadah haji tidak pernah luput dari prahara korupsi.

  • Jangan Takluk oleh Silfester

    19/8/2025 05:00

    KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak bisa ditawar ialah soal kepastian hukum.

  • Terima Kritik meski Menyesakkan

    18/8/2025 05:00

    UNGKAPAN tidak ada manusia yang sempurna menyiratkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan.

  • Kebocoran Anggaran bukan Bualan

    16/8/2025 05:00

    BERANI mengungkap kesalahan ialah anak tangga pertama menuju perbaikan.

  • Berdaulat untuk Maju

    15/8/2025 05:00

    DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.

  • Candaan yang tidak Lucu

    14/8/2025 05:00

    BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.

  • Perbaiki Tata Kelola Haji

    13/8/2025 05:00

    MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K

  • Jalur Istimewa Silfester

    12/8/2025 05:00

    BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.

  • Hati-Hati Telat Jaga Ambalat

    11/8/2025 05:00

    PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.

  • Mengevaluasi Penyaluran Bansos

    09/8/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.

  • Tegakkan Hukum Hadirkan Keadilan

    08/8/2025 05:00

    PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.

  • Vonis Pantas untuk Aparat Culas

    07/8/2025 05:00

    SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.

  • Jangan Bergantung Terus pada Konsumsi

    06/8/2025 05:00

    EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.

  • Merangkul yang tengah Resah

    05/8/2025 05:00

    BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.

  • Saling Menghormati untuk Abolisi-Amnesti

    04/8/2025 05:00

    MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.