Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
MENJADI politikus sebenarnya sama saja memasuki ranah pertempuran dalam merebut atau mempertahankan kekuasaan. Bagi penguasa, tentu ingin mempertahankan dan melanggengkan kekuasaan.
Hanya, terkadang ada saja kawan seperjuangan yang kemudian berbalik arah 180 derajat, dari sebelumnya koalisi menjadi oposisi. Ada juga yang mengaku koalisi tapi serasa oposisi.
Dengan demikian, menjadi penguasa juga harus bisa membagikan kue kekuasaan kepada kolega sejalan seperjuangan. Kendati begitu, penguasa tentu belum bisa tenang, karena kawan koalisi bisa jadi tinggal menunggu waktu menjadi lawan, pun karena pada hakikatnya tidak ada kawan abadi di politik.
Wajar bila politikus di Tanah Air kerap menggunakan politik sebagai alat sandera atau negosiasi. Orang yang tersandera sama saja telah ditawan. Mereka akan menghadapi pilihan yang minim, mengikuti atau berperang melawan penyandera. Kalau melawan, harus siap-siap masuk bui.
Politik sandera memang kerap menggunakan instrumen hukum sebagai alat penggebuk ataupun alat tawar-menawar terhadap lawan politik. Walhasil, institusi penegak hukum kerap diatur-atur oleh politisi atau penguasa.
Jangan harap ada lagi pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang berlaku di negara demokrasi seperti dibayangkan John Locke dan Montesquieu. Oleh karena itu, sejumlah kalangan menilai politik sandera sama saja dengan merusak demokrasi. Penegakan hukum pun hanya menjadi alat untuk melanggengkan atau meraih kekuasaan.
Kini, politik yang menyandera dan sarat negosiasi dikhawatirkan masih pula terjadi di negeri ini. Celakanya, aroma negosiasi itu mulai menyenggol ranah hukum. Jadilah hukum hendak dibuat takluk oleh politik.
Kasus yang tengah mendera Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto termasuk yang dikhawatirkan jadi alat negosiasi politik itu. Ancaman perlawanan dari Hasto yang terjadi setelah ia ditetapkan sebagai tersangka kasus buron Harun Masiku membuat publik skeptis bahwa hukum bekerja di jalur yang benar.
Publik mengkhawatirkan kesungguhan tekad dan aksi Hasto untuk buka-bukaan berbagai skandal korupsi sejumlah pejabat tinggi akan redup oleh tekanan politik yang lain. Kalau memang hendak memperbaiki kondisi negeri dari praktik korupsi, publik tentu akan menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Hasto atas niatnya tersebut.
Publik memang sempat mempertanyakan mengapa Hasto baru berniat buka-bukaan saat ia ditersangkakan? Bukankah ia mengeklaim punya dokumen sejak lama? Bukankah kesempatan buka-bukaan sudah terbuka saat ia belum diterungku?
Perlawanan Hasto pun tidak bisa dikatakan steril dari maksud politik. Ia mengaku melawan karena merasa dizalimi secara politik. Ia menilai bahwa penerapan status tersangka atas dirinya terjadi lantaran bukan murni persoalan hukum, melainkan didominasi oleh 'dendam politik' karena sikap kritisnya akhir-akhir ini.
Publik sangat berharap Hasto benar-benar memiliki informasi praktik korupsi pejabat tinggi sebagaimana yang ia pekikkan di berbagai media sosial. Publik berharap, suara Hasto tidak berhenti di media sosial, tetapi dibawa menuju ranah hukum di KPK atau aparat penegak hukum lain. Dengan begitu, pemberantasan korupsi masuk ke jalur hukum yang steril dari kepentingan politik apa pun.
Bagi penegak hukum, membuktikan bahwa tudingan politisasi kasus hukum yang menimpa Hasto tidak benar adanya mesti dilakukan secara terbuka. Bantahlah tudingan politisasi kasus dengan bukti-bukti hukum yang kuat, tanpa menyisakan celah, dan murni perkara hukum.
Sudah saatnya aksi pemberantasan korupsi mengakhiri gaya-gaya politik sandera dan negosiasi. Buka saja kalau memang mengetahui ada praktik korupsi. Tidak perlu gepokan dokumen atau apa pun bukti disimpan untuk dijadikan alat tawar atau penekan. Sebab, itu semua hanya akan meluluhlantakkan seluruh tatanan hukum, juga merusak demokrasi.
PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved