Headline

Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.

Keangkuhan Berbuah Petaka

12/12/2024 05:00

HARI-HARI ini kita menyaksikan bagaimana peringatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sejak Oktober lalu menjadi nyata. Saat itu BMKG meminta kewaspadaan akan terjadinya La Nina lemah (weak La Nina) pada pengujung tahun hingga April 2025. Meski menyandang kata ‘lemah’, efeknya tidak main-main.

Fenomena anomali iklim global disebabkan pendinginan suhu permukaan laut Samudra Pasifik itu akan menaikkan curah hujan di Indonesia hingga 40%. Angka itu mencemaskan sebab sejak awal tahun saja kita sudah menyaksikan berbagai bencana alam terkait dengan fenomena cuaca ekstrem.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 1.200 bencana alam di Indonesia selama 1 Januari hingga 1 September 2024. Itu mencakup 750 banjir dan 88 tanah longsor. Karena itu, tidak aneh jika pada pengujung tahun ini bencana hidrometeorologi seolah menggila.

Namun, tidak hanya bertambah dalam jumlah, skala daerah kejadian juga membesar. Lihat saja banjir bandang yang terjadi di Sukabumi, Jawa Barat, pada pekan lalu. Banjir tersebut terjadi di 33 titik dan sejauh ini dilaporkan delapan orang meninggal. Sementara itu, pada bulan lalu, di Sumatra Barat, banjir bandang menerpa lima nagari di Sinjunjung. Akibatnya, ribuan rumah terendam dan satu orang tewas.

Dengan deraan La Nina yang masih akan panjang itu, kesiapsiagaan bencana menjadi hal mutlak. Itu tentu saja tidak bisa berharap pada kesadaran warga, tapi sangat bergantung pada kerja pemerintah, baik pusat maupun daerah, berikut seluruh lembaga kebencanaan terkait.

Pemerintah daerah terutama harus bekerja lebih cepat untuk memutakhirkan peta potensi bencana pada musim La Nina sekarang. Hal itu sangat penting agar dapat mengerahkan sumber daya mitigasi dan adaptasi. Sebut saja mulai penguatan infrastruktur tanggul sungai dan jalur air, sosialisasi jalur rawan bencana dan jalur alternatif, sampai penyiapan berbagai peralatan evakuasi, baik untuk banjir maupun tanah longsor.

Di sisi lain, ironisnya, jika berkaca pada tatanan global, bencana di Indonesia bukan aneh. Saat ini hampir tidak ada satu negara di dunia yang luput dari cuaca ekstrem. Pada Oktober, banjir bandang dahsyat yang terjadi di Valencia, Spanyol, menewaskan sebanyak 224 orang. Sebelumnya, Republik Ceko, Austria, dan Rumania juga mengalami banjir bandang maut.

Sebab itu, rentetan bencana tersebut mestinya mengirimkan pesan sangat kuat untuk semua kepala negara. Penderitaan saat ini ialah buah dari keangkuhan negara-negara dunia, termasuk para pembuat kebijakannya, selama hampir tiga dekade ini.

Bagaimana tidak? Cuaca gila saat inilah yang sudah diprediksi para ilmuwan sejak lama yang akhirnya mendorong lahirnya Protokol Kyoto pada 1997 dan kemudian kesepakatan-kesepakatan lain demi terus menekan emisi gas rumah kaca dan kenaikan temperatur global.

Keangkuhan negara-negara di dunia, terutama negara maju, membuat komitmen Protokol Kyoto semestinya dicapai pada 2012, tetapi gagal. Nasib serupa juga dialami Kesepakatan Paris yang dibuat pada 2016.

Kesepakatan itu bertujuan menahan kenaikan suhu global di bawah 2 derajat celsius dan dengan upaya keras menjaga kenaikan suhu paling tinggi 1,5 derajat celsius dari suhu praindustri. Pada November tahun lalu, untuk pertama kalinya rata-rata suhu global telah melewati 2 derajat celsius. Karena itu, sesungguhnya janganlah heran jika saat ini bumi dan seisinya seolah ‘mengamuk’.

Inilah saatnya Indonesia harus semakin ‘keras’ bersikap di tatanan global. Itu disebabkan meski bumi ibarat kapal bersama, derita yang ditanggung tetap tidaklah sama. Negara-negara kepulauan seperti Indonesia ialah negara-negara dengan dampak terparah dari perubahan iklim.

Oleh karena itu, tidak hanya meningkatkan kesiapsiagaan di dalam negeri, pemerintah Indonesia juga harus semakin mendorong berbagai komitmen penurunan emisi oleh negara-negara di dunia. Segala langkah progresif yang telah dilakukan pemerintah dalam perundingan-perundingan multilateral semestinya juga dibawa dalam kesepakatan-kesepakatan bilateral.

Sudah saatnya semua kerja sama internasional yang dilakukan pemerintah menggunakan kacamata mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Tidak kalah penting, pemerintah juga harus menerapkan hal yang sama di dalam negeri. Semua konsep pembangunan harus menggunakan prinsip ekonomi hijau atau rendah karbon.

 

 



Berita Lainnya
  • Utak-atik Anggaran Pendidikan

    21/8/2025 05:00

    PEMERINTAH mengalokasikan Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada 2026, atau mengambil porsi 20% lebih APBN tahun depan.

  • Menanti Jalur Cepat KPK pada Kasus Haji

    20/8/2025 05:00

    SUDAH tiga kali rezim di Republik ini berganti, tetapi pengelolaan ibadah haji tidak pernah luput dari prahara korupsi.

  • Jangan Takluk oleh Silfester

    19/8/2025 05:00

    KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak bisa ditawar ialah soal kepastian hukum.

  • Terima Kritik meski Menyesakkan

    18/8/2025 05:00

    UNGKAPAN tidak ada manusia yang sempurna menyiratkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan.

  • Kebocoran Anggaran bukan Bualan

    16/8/2025 05:00

    BERANI mengungkap kesalahan ialah anak tangga pertama menuju perbaikan.

  • Berdaulat untuk Maju

    15/8/2025 05:00

    DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.

  • Candaan yang tidak Lucu

    14/8/2025 05:00

    BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.

  • Perbaiki Tata Kelola Haji

    13/8/2025 05:00

    MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K

  • Jalur Istimewa Silfester

    12/8/2025 05:00

    BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.

  • Hati-Hati Telat Jaga Ambalat

    11/8/2025 05:00

    PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.

  • Mengevaluasi Penyaluran Bansos

    09/8/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.

  • Tegakkan Hukum Hadirkan Keadilan

    08/8/2025 05:00

    PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.

  • Vonis Pantas untuk Aparat Culas

    07/8/2025 05:00

    SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.

  • Jangan Bergantung Terus pada Konsumsi

    06/8/2025 05:00

    EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.

  • Merangkul yang tengah Resah

    05/8/2025 05:00

    BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.

  • Saling Menghormati untuk Abolisi-Amnesti

    04/8/2025 05:00

    MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.