Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Utopia Angkatan Siber

09/8/2023 05:00

LAGI-LAGI jurus tambah instansi dicetuskan untuk solusi permasalahan negeri ini. Kali ini ialah soal lemahnya keamanan siber dan solusi yang diusulkan, yaitu membentuk Angkatan Siber untuk melengkapi tiga matra militer di Indonesia.

Hal itu dicetuskan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto dalam Seminar Nasional Ketahanan Nasional Transformasi Digital Indonesia 2045 di Jakarta, Senin (7/8). Mantan Sekretaris Kabinet yang baru tahun lalu dilantik Gubernur Lemhannas itu ingin mencontoh Singapura yang pada Oktober 2022 membentuk angkatan siber sebagai angkatan ke-4 militernya.

Angkatan yang disebut Digital and Intelligence Service (DIS) itu dikepalai oleh seorang brigadir jenderal dan memiliki peran keamanan digital yang sangat luas, bukan hanya keamanan data dan infrastruktur digital, tetapi hingga untuk mengarahkan kebijakan militer negara tersebut. Ditambah lagi dengan jumlah pasukan yang akan mencapai 12 ribu dalam kurun 8 tahun, instansi itu memang sangat kinclong.

Namun, pertanyaan, apakah jurus tersebut akan tepat bagi Indonesia? Akankah menjadi senjata canggih yang efektif atau sekadar hanya menambah tambun birokrasi, dan tentunya, anggaran negara.

Masalah yang lebih krusial yang dihadapi Indonesia justru mengefektifkan kerja dan koordinasi berbagai lembaga, unit, bahkan satgas-satgas yang terkait dengan keamanan siber. Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), peran utama keamanan siber memang di bawah BSSN.

Namun, peran-peran terkait keamanan dunia digital lainnya juga dijalankan Kominfo, Polri lewat Unit Cyber Crimes Mabes Polri, hingga Kementerian Pertahanan yang sudah memiliki Cyber Operation Center (COC). Tidak hanya itu, pemerintah pun gemar membentuk satgas-satgas terkait tugas khusus ataupun tiap ada kasus besar, misalnya Satgas Perlindungan Data yang dibentuk tahun lalu setelah kasus-kasus kebocoran data hingga satgas untuk keamanan siber Pemilu 2024.

Berbagai satgas itu sesungguhnya gambaran sulitnya koordinasi di antara berbagai instansi/lembaga yang memiliki kemampuan, baik SDM maupun teknologi, untuk keamanan siber.

Jangankan soal koordinasi, kinerja BSSN pun kerap dipertanyakan publik, bahkan sempat pula menjadi cemoohan saat situs mereka sendiri diretas hacker pada 2021. Tidak hanya itu, kelemahan umum keamanan siber di Indonesia pun ditunjukkan dari data BSSN yang menyebutkan adanya 370,02 juta serangan siber ke Indonesia sepanjang 2022.

Kelemahan keamanan siber di Indonesia meski setelah kelahiran BSSN inilah yang harusnya menjadi perbaikan. BSSN tentu saja harus memperbaiki kinerjanya. Terlebih, BSSN memiliki tugas besar menyelesaikan Strategi Keamanan Siber Nasional (SKSN) yang ditargetkan rampung seluruh periodenya pada 2045.

SKSN itu pula yang sesungguhnya dapat membuat Indonesia memiliki keamanan siber yang jauh lebih baik meski tidak memiliki instansi canggih macam DIS Sngapura. Sebab SKKN itu bukan semata soal pembangunan kapabilitas teknologi keamanan siber di BSSN, penyusunan regulasi dan sistem pengelolaan atau pengembangan ahli-ahli di bidang keamanan siber dan sandi, melainkan hingga integrasi teknologi siber dan sandi nasional untuk berbagai sektor dan memastikan kedaulatan siber dalam negeri.

Peningkatan kinerja BSSN juga semestinya didukung pemerintah dengan keberpihakan anggaran. Namun, pemerintah justru memangkas anggaran BSSN sebesar 60% menjadi hanya Rp554,6 miliar pada 2022. Meski pengetatan anggaran memang harus dilakukan di semua lembaga/kementerian akibat pandemi, pemangkasan sangat besar itu tentunya akan berimbas pada kinerja.

Sebab itu, bukan saja memang belum saatnya kita berbicara memiliki angkatan siber layaknya negeri tetangga, efektivitas badan yang sudah ada pun tidak akan terwujud tanpa keberpihakan nyata oleh negara. Di sisi lain, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi yang semula dianggap hebat, ternyata hanya menjadi ‘macan kertas’. Tak ada pengaruhnya.

Bertubi-tubinya serangan siber terakhir dugaan kebocoran ratusan juta data kependudukan dan catatan sipil Kementerian Dalam Negeri, seharusnya membuat pemerintah mengevaluasi keberadaan lembaga-lembaga yang terkait keamanan siber di Tanah Air. Apa kerja mereka sesungguhnya?



Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik