Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Bermain-main dengan Karantina

15/12/2021 05:00
Bermain-main dengan Karantina
Ilustrasi MI(MI/Seno)

 

 

DI tengah kondisi peningkatan kewaspadaan terhadap penyebaran omicron, varian terbaru virus korona, kisruh karantina pejabat muncul lagi. Anggota DPR Mulan Jameela dan keluarganya disebut terlihat di sebuah pusat perbelanjaan di masa karantina sepulang mereka dari Turki.

Terlepas dari benar atau tidaknya mereka tepergok berkeliaran ketika seharusnya menjalani karantina, ada hal lain yang menjadi akar persoalan. Di sini tampak otoritas tidak mampu menegakkan aturan secara tegas hingga mempertaruhkan keselamatan jiwa rakyat.

Ketentuan karantina diatur berdasarkan Adendum Surat Edaran Nomor 23 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Covid-19 yang dikeluarkan satgas. Seluruh pelaku perjalanan internasional, baik yang berstatus WNI maupun WNA, diwajibkan menjalani karantina selama 10 x 24 jam. Pemerintah menyediakan tempat karantina terpusat khusus untuk WNI.

Nyatanya, Mulan Jameela dan keluarga tidak mengikuti prosedur tersebut. Belakangan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berkilah anggota DPR dan pejabat negara mendapat pengecualian.

Mereka bisa menjalani karantina secara mandiri. Padahal, di adendum surat edaran satgas, karantina mandiri hanya diberikan kepada kepala perwakilan asing dan keluarga.

Alasan BNPB memberikan pengecualian khusus (baca: diam-diam) kepada pejabat negara, termasuk anggota DPR, pun terdengar absurd. Mereka biasanya patuh. Sungguh tingkat kepercayaan yang begitu tinggi. Kepercayaan itu sayangnya menafikan deretan pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan pejabat sepanjang pandemi.

Pengetatan aturan karantina sangat krusial untuk mencegah masuknya omicron yang saat ini sudah terdeteksi di 70 negara. Kemarin, Inggris mengumumkan kematian pertama akibat omicron dan menyebut varian virus korona itu kini mencapai 40% infeksi covid-19 di negeri tersebut.

Temuan-temuan terbaru mengindikasikan omicron tidak lebih ganas ketimbang varian delta. Meski begitu, masih diperlukan studi lebih lanjut untuk memastikannya. Oleh karena itu, berbagai negara di dunia belum memperlonggar pintu masuk.

Begitu pula di Indonesia. Aturan karantina yang tidak mudah dipenuhi diharapkan bisa meredam mobilitas keluar masuk Indonesia sehingga memperkecil peluang omicron lolos ke Tanah Air.

Kendati pemerintah tidak mengeluarkan larangan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bahkan telah memohon dengan sangat agar masyarakat tidak bepergian ke luar negeri dulu. Saat ini, jumlah kedatangan dari luar negeri mencapai 3.000 sehari.

Menjadi hal yang ironis, permohonan itu ternyata tidak turut ditujukan kepada para pejabat negara, anggota dewan, dan keluarga mereka. Seakan-akan para penerima hak istimewa tersebut tidak akan pernah dan tidak mungkin menjadi agen pembawa omicron ke Indonesia.

Kita masih bisa memaklumi ketika perwakilan asing dan keluarga diberi pengecualian sehingga bisa menjalani karantina secara mandiri. Mereka menjalankan tugas dari negara masing-masing dan tidak punya pilihan lain. Pemantauan terhadap mereka pun lebih mudah karena lingkungan yang terbatas.

Akan tetapi, ketika suami atau istri anggota DPR dan anak-anak mereka pulang dari Turki, apakah mereka juga menjalankan tugas negara? Tentu tidak. Karena itu, mereka seharusnya tidak berhak mendapatkan pengecualian.

Tolong, jangan bermain-main dengan prosedur karantina. Publik sudah cukup muak melihat kelakuan para pejabat yang merasa bisa dan berhak lolos dari aturan ketat karantina.

Tegakkan aturan karantina secara konsekuen dan tanpa diskriminasi. Tunjukkan bahwa otoritas, aparat, pejabat negara, dan anggota dewan bergerak beriringan dengan masyarakat menanggulangi pandemi.



Berita Lainnya