Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mewakili Presiden Prabowo Subianto, menghadiri sidang uji materil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
Supratman mempersoalkan legal standing atau kedudukan hukum para pemohon uji formil UU TNI. Menurutnya, para pemohon tidak memiliki keterkaitan langsung dengan ketentuan dalam undang-undang tersebut.
“Tadi sudah jelas di keterangan pemerintah bahwa kalau mau legal standing berdasarkan juga UU PPP harus yang punya keterkaitan langsung,” kata Supratman usai persidangan di MK, Jakarta, Senin (23/6).
Andi dalam keterangannya mengatakan bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing yang memadai sebab bukan prajurit aktif dan bukan siswa sekolah kedinasan militer serta tidak mendaftar sebagai calon prajurit TNI.
Selain itu, Ia juga menyebut para pemohon bukan addressat atau pihak yang dituju oleh undang-undang UU TNI. Ia menyebut, para pemohon uji formil tidak secara langsung berkaitan dengan UU TNI.
“Terkait dengan yang Undang-Undang TNI, semua pemohon kan tidak secara langsung berkaitan dengan kepentingannya terganggu secara langsung dengan Undang-Undang TNI,” jelasnya.
Meski demikian, pemerintah tetap menghargai hak dasar semua warga negara yang mengajukan haknya dalam menggugat produk UU karena merasa dirugikan baik langsung atau tidak langsung.
“Bagi pemerintah, kesempatan untuk kita membuktikan bahwa apa yang dimohonkan bisa kita sampaikan apa adanya,” ujarnya.
Selain itu, Supratman menegaskan bahwa permohonan saat ini merupakan pengujian formil atau mempersoalkan proses pembahasan UU. Oleh karena itu, seluruh dokumentasi dari proses perencanaan hingga pembahasan, termasuk partisipasi publik, akan disampaikan ke Mahkamah.
“Karena ini pengujian formil, belum pengujian material. Itu yang paling penting seperti yang disampaikan oleh mahkamah tadi, Majelis Hakim, bahwa semua dokumentasi terkait dengan proses perencanaan sampai kepada pembahasan itu harus ditampilkan. Termasuk dalam hal partisipasi publik,” kata Supratman.
Supratman menjelaskan pemerintah akan mempersiapkan berbagai bukti dan dokumentasi untuk menguatkan keterangan yang disampaikan dalam persidangan. “Jadi sekarang kan nanti pemerintah, DPR juga pasti akan kita tampilkan semua,” tukasnya.
Terkait posisi pemerintah dan DPR yang dinilai satu suara dalam perumusan UU ini, Supratman menjelaskan bahwa hal itu merupakan konsekuensi dari proses pembentukan undang-undang yang dilakukan bersama.
“Kami hanya pasti selaras karena proses dari awal sampai akhir, pembahasan, pengesahan, kan bersama-sama dengan DPR,” tegas Supratman.
“Jadi kalau keterangannya bersesuaian, ya memang harus bersesuaian. Kalau enggak bersesuaian malah salah,” tambahnya.
Lebih jauh, dalam persidangan Supratman menjelaskan tujuan dibentuknya UU TNI. Ia memaparkan bahwa UU tersebut masuk dalam urgensi nasional sebagai upaya untuk melindungi dan menyelamatkan WNI karena meningkatnya dinamika keamanan regional.
“(UU) Ini untuk penguatan stabilitas pertahanan nasional dan internasional ancaman militer, non-militer, dan hibrida terorisme dan perang cyber,” jelasnya.
Selain itu, Supratman mengklaim bahwa sebelum rancangan UU TNI perubahan diusulkan oleh DPR RI, Pemerintah telah melakukan penyerapan aspirasi masyarakat terkait muatan substansi yang dimasukan dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM).
“Pemerintah telah menyelenggarakan kegiatan uji publik melalui kegiatan dengar pendapat publik RUU TNI dan RUU Polri ranggal 11 Juli Tahun 2024 dengan dihadiri dari unsur kementerian lembaga Akademisi, kelompok masyarakat sipil. Kemudian hasil dari uji publik tersebut dituangkan dalam DIM,” tukasnya.
Untuk diketahui, agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan resmi dari pihak Pemerintah dan DPR terhadap lima perkara uji formil dan materiil atas UU TNI. Lima gugatan perkara yang didaftarkan yaitu nomor 45/PUU-XXIII/2025, 56/PUU-XXIII/2025, 69/PUU-XXIII/2025, 75/PUU-XXIII/2025, dan 81/PUU-XXIII/2025.
Gugatan terhadap revisi UU TNI ini diajukan oleh sejumlah pemohon dari berbagai latar belakang. Mulai dari mahasiswa dari lintas universitas, hingga organisasi masyarakat sipil. Para pemohon menilai pembentukan UU TNI hasil revisi tidak memenuhi asas partisipasi publik karena dinilai dilakukan secara tertutup. (Dev/P-1)
PBHI Sebut DPR Sering Absen dan tak Serius Ikuti Sidang Gugatan UU TNI di MK
Aktivis Kontras Andrie Yunus menjadi saksi dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menguji proses legislasi UU TNI.
Menurut Susi, Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 memaksa pembentuk undang-undang mengatur tiga hak-hak prosedural dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan program pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) harus didasarkan pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahunan.
UU TNI tidak memenuhi syarat untuk dibentuk melalui mekanisme carry over dan lemah secara kepastian hukum.
PUTUSAN MK No.135/PUU-XXII/2024 memunculkan nomenklatur baru dalam pemilu.
Pemohon, aktivis hukum A. Fahrur Rozi, hadir langsung di ruang persidangan di Gedung MK, Jakarta.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menegaskan data pribadi sebagai hak bagi setiap warga negara wajib untuk dilindungi secara maksimal
Perumusan norma yang membatasi jabatan pimpinan organisasi advokat secara jelas dengan jabatan negara (pejabat negara) menjadi salah satu cara untuk memberikan jaminan kepastian hukum
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXI/2023 tentang pemisahan pemilu nasional dan lokal seperti kotak pandora.
UNDANG-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai transparansi pembiayaan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved