Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Migrant CARE mengecam peristiwa penembakan terhadap 5 pekerja migran Indonesia (PMI) oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). Insiden yang terjadi pada 24 Januari 2025 dan mengakibatkan satu orang tewas dan empat lainnya terluka itu dinilai telah pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Koordinator Bantuan Hukum Migrant CARE, Nur Harsono mengatakan Malaysia menduduki peringkat pertama untuk negara dengan kasus-kasus pelanggaran HAM tertinggi terhadap pekerja migran Indonesia.
“Secara umum, Malaysia paling banyak dilaporkan, ini menunjukkan bahwa Malaysia masih belum ramah terhadap pekerja migran Indonesia. Sebelum ini, ada beberapa kasus penembakan serupa,” ujar Nur kepada Media Indonesia pada Kamis (31/1).
Nur menyinggung insiden serupa yang pernah terjadi pada tahun 2012. Saat itu, tiga PMI asal Lombok, Nusa Tenggara Barat, bernama Herman (34), Abdul Kadir Jailani (25), dan Mad Noor (28), ditembak kepolisian Malaysia di Negeri Sembilan dengan tudingan kriminal. Padahal, ketiganya diduga menjadi korban perdagangan orang.
“Pada April 2012 itu, Mad Noor ditembak mati dan dituduh melakukan tindak kriminal, ada juga Abdul Kadir Jailani dari NTB di tembak, dan ada juga PMI bernama Herman juga ditembak. Saat itu, pemerintah Indonesia lemah sekali, tidak melakukan investigasi. Jadi kasusnya ditutup begitu saja,” ungkapnya.
Nur mengatakan pemerintah Indonesia seperti tak punya kekuatan dalam penegakan kerjasama bilateral yang berkaitan dengan perlindungan PMI. Dikatakan, kasus-kasus pelanggaran HAM yang menimpa PMI sering kali tak pernah mendapatkan kepastian hukum.
“Kalau dari hasil pengamatan kami, pemerintah itu seperti pemadam kebakaran. Jadi saat kasus-kasus itu terungkap oleh media, baru kemudian direspon oleh pemerintah Indonesia yang kemudian outputnya itu belum jelas, apakah kemudian pelakunya dihukum dan korban mendapatkan keadilan, itu juga tidak pernah ada kepastian,” tutur Nur.
Lebih lanjut, Nur menjelaskan bahwa berbagai pengabaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang menimpa PMI di Malaysia menjadi bukti betapa lemahnya jaminan perlindungan yang diberikan pemerintah Indonesia dan Malaysia.
“Saya kira itu lemahnya perlindungan dari kedua negara, baik pemerintah Indonesia dan maupun pemerintah Malaysia yang saat ini masih memposisikan bahwa pekerja migran Indonesia itu hanya dianggap prosedural yang seakan-akan layak untuk diperlakukan diskriminatif,” imbuhnya.
Selain itu, Nur juga menyayangkan sikap pemerintah Indonesia yang belum memfasilitasi bantuan hukum bagi PMI yang menjadi korban penembakan. Menurutnya, perlakuan diskriminatif ini juga berlanjut di tataran penegakan hukum di Malaysia.
“Pemerintah belum menunjuk lawyer untuk memberikan bantuan hukum kepada korban maupun keluarganya, padahal lawyer itu sangat penting dan merupakan amanat undang-undang. Artinya, pemerintah Indonesia wajib memberikan perlindungan kepada warganya termasuk perlindungan hukum,” tegasnya.
Atas dasar itu, Nur menekankan bahwa perlindungan terhadap pekerja imigran untuk memastikan hak-haknya terpenuhi, harus mendapatkan intervensi secara khusus dari pemerintah Indonesia.
“Pada tingkatan penanganan, ketika kasus terjadi seperti kemarin itu, pemerintah harus segera membuat tim investigasi untuk mengetahui proses-proses hukum yang ada di sana, dan harus diperkuat dengan memberikan bantuan hukum kepada korban maupun keluarganya,”
Nur juga menjelaskan bahwa pada tingkat pencegahan, pemerintah Indonesia perlu melakukan evaluasi terkait bilateral agreement dengan pemerintah Malaysia terkait dengan penempatan pekerjaan Indonesia.
“Peran kedua negara juga harus menyepakati tentang kelayakan upah layak pekerja migran, kemudian menyepakati tentang perlindungannya,” tukasnya. (Dev/P-2)
Direktur Perlindungan WNI Judha Nugraha mengonfirmasi bahwa pemulangan WNI inisial VMSM yang menjadi korban penembakan di Malaysia, akan dilakukan pada hari ini, Selasa.
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia mencatat dua dari lima korban penembakan WNI di Malaysia meninggal dunia. Satu korban menghembuskan napas terakhir pada Selasa (4/2).
Hendry menilai tindakan Presiden Prabowo mengawal kasus ini sudah tepat. Presiden sebagai kepala negara berkewajiban menjaga keamanan rakyat Indonesia baik di dalam atau luar negeri.
DUA pekerja migran Indonesia, yang menjadi korban penembakan WNI di Malaysia hingga saat ini masih dalam kondisi kritis.
SATU Warga Negara Indonesia (WNI) asal Riau, yang menjadi korban penembakan oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) saat ini masih berada di Malaysia.
Kemenlu RI turut menyoroti dugaan penggunaan kekuatan secara eksesif dalan insiden itu.
Kemenlu dan KBRI Kuala Lumpur telah memfasilitasi pemulangan jenazah WNI ke Kabupaten Humbang Hasundutan.
Para pekerja migran Indonesia ilegal kerap mendapatkan tindakan kekerasan hingga diskriminatif, sementara para majikan dan pengusaha yang mendatangkan mereka tidak mendapat tindakan tegas
Kementerian HAM telah memonitor dan memantau kasus penembakan PMI. Dalam waktu dekat kata Pigai, pihaknya akan membuka komunikasi dengan otoritas HAM di Malaysia untuk mendalami investigasi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved