Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Golkar Hormati Putusan MK yang Cabut Ambang Batas Pencalonan Presiden

Tri Subarkah
02/1/2025 18:03
Golkar Hormati Putusan MK yang Cabut Ambang Batas Pencalonan Presiden
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) didampingi dua hakim konstitusi Saldi Isra (kiri) dan Enny Nurbaningsih memimpin sidang(MI/Susanto)

PARTAI Golkar menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut pasal dalam Undang-Undang Pemilu terkait ambang batas pencalonan presiden. Lewat putusan atas gugatan Nomor 62/PUU-XXI/2023, MK menyatakan bahwa Pasal 222 Undang-Undang Pemilu inkonstitusional.

"Kita hormati putusan MK," kata Ketua DPP Partai Golkar Dave Akbarshah Fikarno Laksono yang akrab disapa Dave Laksono kepada Media Indonesia, Kamis (2/1).

Menurut Dave, langkah selanjutnya yang bakal diambil adalah membahas putusan tersebut di DPR. Pembahasan itu diperlukan untuk menyesuaikan sejauh mana pengaruh Putusan MK Nomor 62 terhadap beleid yang mengatur pencalonan presiden.

"Selanjutnya akan kita bahas mengenai undang-undang pilpres akan kita sesuaikan sejauh mana," ujarnya.

Dave belum dapat berkomentar lebih banyak mengenai konsekuensi putusan MK tersebut bagi Golkar. Ditanya apakah putusan tersebut membawa dampak positif atau justru negatif terhadap Golkar, ia mengatakan belum mendalami lebih lanjut.

"Saya baru baca sebatas di media saja, belum mendalami lagi putusannya seperti apa," pungkasnya.

Gugatan uji materi soal ambang batas pencalonan presiden dimohonkan oleh mahasiswi UIN Sunan Kalijaga bernama Enika Maya Oktavia. Ia menyoalkan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu yang dinilainya bertentangan dengan UUD 1945. MK pun mengabulkan gugatan Enika dalam sidang yang digelar tadi siang.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo. (Tri/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya