Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
TUJUH terpidana kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita alias Vina Cirebon, 16, dan Muhammad Rizky alias Eky, 16, segera mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Hal ini diduga dilakukan untuk mencari kebebasan dari hukuman seumur hidup.
Kuasa hukum mereka, Roely Pangabean, mengungkapkan rencana ini Minggu (14/7).
Sebelum mengajukan PK, ketujuh terpidana telah melaporkan saksi Aep dan Dede ke Bareskrim Polri atas dugaan memberikan keterangan palsu terkait kasus pembunuhan di Cirebon, Jawa Barat.
Baca juga : Penanganan Kasus Vina Cirebon Makin Rumit, Apakah Akibat No Viral, No Justice?
Roely Pangabean berharap bahwa laporan ini akan mengubah pemahaman hukum terhadap kasus tersebut.
"Kami berharap bahwa hal ini akan mengubah pandangan hakim dalam PK, bahwa peristiwa pidana tersebut tidak terjadi, dan akhirnya membebaskan terpidana dari tuntutan jaksa. Itulah harapan kami," ungkap Roely.
Roely juga menyatakan bahwa mereka akan membawa banyak bukti dalam PK tersebut, termasuk bukti bahwa penyelidikan dan penyidikan tidak menggunakan metode scientific crime investigation (SCI) secara menyeluruh.
Baca juga : Pengamat Nilai 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon Bisa Bebas
"Dalam penyelidikan tidak dilakukan pemeriksaan DNA, darah, dan hal-hal lainnya," tambahnya.
Meskipun kasus ini sudah memasuki putusan inkrah, politikus Dedi Mulyadi, yang mendampingi tim kuasa hukum, menegaskan bahwa upaya PK masih memungkinkan untuk menguji esensi, substansi, dan kebenaran hukum.
"Yang kami perjuangkan adalah hukum esensial, substansial, dan kebenaran yang sejati, dan ruang untuk itu masih terbuka lewat PK," kata Dedi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Rabu, 10 Juli 2024.
Baca juga : Pengamat: 7 Terpidana Kasus Vina Berpotensi Bebas
Dedi yakin bahwa ketujuh terpidana tidak bersalah dan ia bertekad untuk memastikan bahwa mereka diberikan keadilan.
"Saya tidak akan membiarkan negara menghukum orang yang tidak bersalah," tegasnya.
Dedi juga menegaskan bahwa keluarga ketujuh terpidana tidak akan menuntut ganti rugi jika berhasil dalam upaya PK, karena yang mereka inginkan hanyalah kebebasan untuk para terpidana.
Jutek Bongso, kuasa hukum lainnya, menambahkan bahwa mereka akan menyertakan proses grasi yang diberikan kepada ketujuh terpidana pada tahun 2019 dalam memori PK. Menurutnya, terpidana sempat diminta untuk menandatangani formulir pengakuan bersalah, yang mereka tolak.
"Ketujuh terpidana tidak pernah mengakui kesalahannya. Ini adalah pendampingan yang kami lakukan, dan itulah mengapa grasi mereka ditolak," jelasnya. (Z-10)
Pemerintahan Donald Trump merilis ratusan ribu dokumen terkait pembunuhan Martin Luther King Jr. demi transparansi sejarah.
Berikut sejumlah fakta dari hasil penyidikan dan keterangan polisi.terkait pembunuhan sadis terhadap seorang perempuan muda berinisial APSD, 22, di Cisauk, Kabupaten Tangerang,
Peristiwa ini bermula pada pukul 23.40 WIB saat tim opsnal mendapat laporan adanya korban yang ditemukan dalam kondisi tergeletak dan penuh darah di trotoar
Korban ditemukan tak bernyawa di dasar kolam renang.
Korban lebih dulu memukul dan menendang hingga pelaku terjatuh, namun saat itu pelaku sudah menggenggam pisau.
PENYEBAB tewasnya diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) berinisial ADP, 39, dengan kondisi kepala terlilit lakban di kamar kos di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, masih terus diselidiki.
Pemerintah Diminta tidak Pilah-Pilih Tempatkan Klausul Pencekalan
Korupsi terkait komoditas timah di Indonesia telah menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu terakhir. Beberapa terdakwa mendapatkan vonis yang lebih ringan
Tersangka maupun terdakwa kasus korupsi tetap akan diproses hukum meski mengembalikan hasil korupsinya.
INDONESIA Corruption Watch (ICW) memaparkan ada puluhan terdakwa korupsi yang divonis bebas dan lepas oleh pengadilan tingkat pertama sepanjang 2023.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut keduanya dengan hukuman masing-masing empat tahun dan dua tahun bui.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved